Pembalasan Asena
Suara alunan music DJ seakan menambah meriah suasana di club malam ini, alunan musiknya membuat seluruh dinding bergetar seakan hendak roboh, tetapi itu tidak membuat semua terusik dan justru semakin bersemangat untuk meliak-liukkan tubuhnya di atas lantai dansa dengan pasangan mereka.
Seorang lelaki tampan sedang duduk di salah satu sofa yang terdapat di ruangan VIP club malam ini, dimana ruangan itu hanya bisa dimasuki oleh orang-orang kaya-raya karena harganya yang begitu fantastic sekali, tapi juga dengan pelayanan begitu mewah lengkap dengan para wanita cantik memakai baju kekurangan bahan yang akan siap memanjakan mata lapar setiap lelaki yang ada didalam ruangan itu.
Seorang lelaki dengan wajah datar menatap lurus ke depan, lelaki itu seakan tidak berselera untuk menikmati suasana yang begitu membosankan menurutnya, padahal disamping lelaki itu sudah ada dua orang perempuan yang menemaninya namun, hal itu tidak membuat lelaki tersebut tergugah untuk menangapi setiap sentuhan manja yang telah kedua perempuan itu lakukan pada tubuhnya.
“Tu-tuan apakah Anda tidak menikmati suasananya?” tanya seorang lelaki dengan kening yang sudah berkeringat dingin.
Lelaki itu adalah Lan, asisten dari Tuan Altair Gerden. Tuan Altair adalah pemilik perusahaan Gerden Group yang paling tersohor di negara ini. Bahkan digadang-gadang perusahaan ini memiliki ribuan karyawan dengan begitu banyak aturan tapi di setiap tahunnya banyak juga orang yang ingin melamar ke perusahaan tersebut karena gajinya yang cukup tinggi dibandingkan dengan pekerjaan lain. Dan hanya sedikit saja yang bisa di terima sebab kebanyakan karyawan memilih bertahan bekerja didalam perusahaan raksasa itu.
“Ganti mereka!” titah Tuan Altair sembari melirik kearah kedua perempuan yang sejak tadi sudah menemaninya.
Kedua perempuan yang ada disamping Tuan Altair pun langsung memasang wajah kaget. “Tu-tuan Altair, maafkan kami jikalau kurang membuat Anda senang, namun kami akan berusaha,” rengek perempuan dengan rambut panjang itu seraya menggoyangkan lembut lengan Tuan Altair dengan wajah nampak memelas.
“Tu-tuan benar apa yang dia katakan, saya juga akan menyenangkan Tuan Altair, mohon berikan kami berdua kesempatan,” rengek perempuan lain yang juga tadi ikut menemani Tuan Altair.
“Lancang!” teriak Tuan Altair seraya mendorong kedua perempuan itu sampai terjengkang ke lantai.
“Saya akan membereskan mereka, Tuan,” ucap Lan seraya menunjuk dengan kedua matanya kearah kedua perempuan itu,
Kedua pengawal langsung menyeret kedua perempuan itu untuk keluar dari ruangan ini. Mereka berdua hanya bisa pasrah saja ketika kehilangan lelaki tampan dan juga mapan seperti Tuan Altair. Padahal awalnya kedua perempuan itu ingin sekali mendapatkan Tuan Altair karena hanya begitu saja kasta mereka akan berubah dan hidup kaya bak ratu namun, harapan itu pupus setelah Tuan Altair mengusir mereka.
Tuan Altair memiliki tempramen yang buruh jadi dia tidak suka jika harus berbicara dua kali.
“Lanjutkan acaranya!” titah Tuan Altair pada semua rekan bisnisnya. Mereka semula yang bernyanyi dan juga berjoget dengan pasangan masing-masing pun harus menghentikan kesenangan mereka setelah melihat kemarahan Tuan Altair. Asisten Lan menganggukkan kepalanya tanda jika semua orang harus mengikuti titah Tuan Altair. Semua orang pun baru bisa bernafas lega ketika bisa kembali menikmati suasana didalam ruangan ini.
Dua orang perempuan malam sebagai pengganti sudah berdiri di pintu ruangan ini dan salah satu diantara mereka menatap Tuan Altair dengan wajah yang nampak menggoda dan yang satunya lagi hanya menundukkan kepalanya dengan kedua tangan saling menggenggam satu sama lain. Hal itu tidak luput dari perhatian Tuan Altair dan juga Lan.
“Asena, kenapa kamu hanya diam saja, angkat kepala kamu dan tunjukkan senyuman manis itu pada Tuan Altair,” pinta Ece yang kini berdiri disamping Asena.
“Ece, aku takut berada diantara mereka,” cicit Asena tanpa menggangkat pandangannya sedikitpun.
“Asena ayolah, kamu juga akan mulai terbiasa nanti,” bujuk Ece sembari menarik Asena mendekati Tuan Altair setelah melihat lelaki berwajah es itu melambaikan tangannya satu kali.
“Ece, Asena takut. Asena ingin pergi saja,” cicit Asena hendak beralih pergi tetapi Ece langsung menghentikannya. Hal itu diperhatikan oleh Tuan Altair.
“Kau tahu siapa lelaki yang akan kita temani sekarang?” tanya Ece. Asena menggelengkan kepalanya. “Dia adalah Tuan Altair,” jawab Ece gemas.
“Siapa itu?” tanya Asena lagi.
Ece sampai mengigit bibir bagian bawahnya kesal dengan tingkah polos sahabatnya ini. Memangnya Asena baru saja keluar dari batu? Sehingga perempuan itu tidak tahu siapa Tuan Altair.
“Nanti aku jelaskan dan sekarang jangan coba-coba kabur atau kau akan mati!” jelas Ece dengan wajah yang nampak serius.
Mau-tidak mau Asena mengikuti langkah Ece dan berjalan mendekati Tuan Altair dengan kepala yang masih tertunduk. Asena menggenggam kedua tangannya yang sudah mengeluarkan keringat dingin bahkan kini sekujur tubuhnya juga bergetar karena rasa tidak nyaman.
“Tuan, bolehkah kami duduk disamping Anda?” tanya Ece pada Tuan Altair dengan gaya manja dan seulas senyuman manisnya.
“Ece, kamu saja. Asena mau berdiri,” tolak Asena.
Tuan Altair menatap kearah Asena dengan wajah datar. Ece langsung membekap mulut Asena yang kurang ajar ini dengan tangannya.
“Diam lah!” ujar Ece memperingati dengan kedua mata yang sudah melotot.
“Ece, Asena takut,” kata Asena lagi dengan kedua manik mata yang sudah berkaca-kaca.
“Astaga, Asena! Ingat tujuan kamu datang ke tempat ini,” bujuk Ece. “Seharusnya tadi aku mengisolasi bibir kamu itu sebelum masuk,” kata Ece kesal.
Tuan Altair menatap kearah keduanya-ralat paling tepatnya kearah Asena dan semua percakapan mereka bisa Tuan Altair dengar, entah suara mereka yang cukup keras atau justru pendengaran Tuan Altair yang sangat tajam.
“Sampai kapan kalian akan berdiri.” Sembur Lan pada kedua perempuan itu. Lan berdiri disamping Tuan Altair dengan wajah tidak kalah datar dengan majikannya.
“Ka-kami akan segera duduk,” kata Ece dengan senyuman manisnya. Didalam senyuman itu Ece merasa kurang nyaman dengan tatapan Asisten Tuan Altair yang menatapnya dengan penuh kebencian.
Ece mendudukkan tubuh Asena disamping Tuan Altair, Asena hendak beranjak berdiri namun, Ece langsung melotot padanya hingga membuat Asena tidak berdaya akhirnya Asena mulai menggeser tubuhnya sedikit menjauh dari Tuan Altair. Hal itu tidak luput dari lirikan mematikan lelaki angkuh itu.
“Kau pergilah!” titah Tuan Altair pada Ece ketika perempuan itu hendak mendaratkan tubuhnya disamping Tuan Altair.
“Saya akan pergi sekarang,” jawab Ece yang mendengar dengan begitu jelas pengusiran itu di telinganya.
“Ece, Asena takut,” kata Asena dengan tubuh yang semakin gemetar.
Ece hendak mendekati Asena tetapi tatapan Tuan Altair membuat sekujur tubuh Ece dirambati dengan rasa takut yang begitu besar dan Ece memilih langsung kabur keluar dari ruangan ini selagi ia bisa dan dengan berat hati membiarkan Asena sendirian dengan lelaki arogan itu.
“Ece, Asena ikut, jangan tinggalkan Asena,” kata Asena seraya hendak beranjak berdiri namun, seseorang menahan tangannya.
“Temani aku!” titah Tuan Altair.
“Tidak mau,” jawab Asena jujur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments