Tuan Altair melangkah masuk kedalam restoran ini dengan dagu yang terangkat angkuh dengan kedua tangan yang dimasukkan kedalam saku celananya dan menatap lurus kearah Asena.
“Apakah yang Anda maksud tadi adalah dia?” tanya Asena masih mencoba untuk memastikan. Asena melihat kearah lelaki yang semalam membuatnya bergidik ngeri sekaligus takut dan lelaki itu masuk kedalam restoran ini dengan gaya arogan, jangan lupakan para pengawal yang setia mengikuti si arogan itu dengan wajah datar.
“Ya, dia Tuan Altair,” jawab pengawal itu tanpa mengangkat pandangannya. Tak akan pernah ada orang yang berani berjalan di depan Tuan Altair jadi sang pengawal pun sudah bisa menebak dengan sangat mudah apa yang di tanyakan oleh sang pelayan restoran ini.
“Semua orang mengetahui namaku tapi perempuan ini justru tidak mengenal aku dan melupakan namaku begitu saja hanya dalam satu malam,” batin Altair dengan hati yang bergejolak tidak nyaman. “Menarik sekali, didalam negara ini ada orang yang tidak mengenaliku,” batin Altair masih dibalik wajah datarnya.
Asena mundur kebelakang dengan wajah yang pucat pasih kini sema ingatan didalam club malam kembali menyeruak dan memenuhi isi kepalanya, lelaki yang berdiri tidak jauh darinya sekarang adalah lelaki yang semalam membuat kedua pekerja club malam itu terjatuh ke lantai dan ia juga berusaha kabur dari lelaki kejam ini, tapi kenapa dia sekarang malah ada di tepat kerjanya. Semua pertanyaan itu berjejer dengan rapi didalam pikiran Asena.
“Sampai kapan kau akan berdiri di sana.” Sembur Tuan Altair.
“Cukup sampai detik ini saja, aku harus kabur. “Asena sudah siap melangkah tapi suara lelaki itu menghentikannya.
“Hidangkan semua makanan lezat yang ada didalam restoran ini untuk Tuan Altair!” titah Lan pada Asena.
“Baik, Tuan,” jawab Asena tanpa memutar tubuhnya.
“Apakah aku semenakutkan itu sampai dia ingin kabur menjauh? Semua perempuan ingin selalu dekat denganku tapi dia justru menatapku seolah jijik,” batin Tuan Altar yang masih melihat kearah punggung Asena yang semakin menjauh darinya.
Asena bergegas melangkah menuju ke dapur kemudian memberitahukan pada para koki agar membuatkan semua menu yang ada di restoran ini. Sedangkan di sisi lain sang pemilik restoran baru saja sampai ketika salah satu pekerja menghubunginya dan mengatakan jika Tuan Altair makan siang di restoran sederhana ini. Lihatlah sang pemilik Restoran mencoba untuk mengajak bicara Tuan Altair tetapi yang diajak bicara tak menjawab. Lan meminta pada sang pemilik restoran untuk membantu persiapan di dapur.
Di dapur.
“Hei ... apa yang sedang kamu lakukan,” ujar Asena pada rekan kerjanya itu.
“Asena, apakah kau tidak lihat jika kini aku sedang memoles wajahku dengan make up, aku berharap Tuan Altair akan menatapku dan jatuh hati padaku,” ujar rekan kerja Asena dengan centilnya.
Asena yang mendengarkan nama lelaki itu di sebut langsung merasakan jika semua bulu halus di tubuhnya kini meremang dengan begitu sempurna. Apakah semua perempuan ini kurang waras sehingga menyukai lelaki arogan dan juga kasar seperti itu? Atau justru Asena lah yang terlihat aneh! Kenapa juga Asena memikirkan hal tidak penting ini.
“Terserah apa yang mau kau lakukan,” jawab Asena cuek. “Andai tahu lelaki itu akan datang dan makan di restoran ini sudah bisa dipastikan jika Asena akan libur kerja saja,” batin Asena penuh penyesalan. Asena bukan seorang cenayang yang bisa melihat masa depan sehingga ia terjebak didalam restoran ini dan harus melayani pengunjung kejam sepertinya.
“Asena, kenapa kau malah melamun, ayo kita antarkan makanan ini pada Tuan Altair,” ujar rekan Asena yang bermana Nana yan merupakan teman baik Asena di restoran.
“Tidak bisakah jika aku membersihkan dapur dan kalian yang mengantarkan makanan ini,” bujuk Asena.
“Baiklah, lebih baik kami saja yang mengantarkan semua makanan ini dari pada kamu buat masalah nanti,” sahut rekan kerja Asena.
“Kapan Asena pernah membuat masalah,” jawab Nana tidak terima jika ada orang yang mencoba untuk menyingung teman baiknya itu.
“Kenapa kalian malah bertengkar dan tidak langsung memberikan makanan itu pada Tuan Asena,” ujar sang pemilik restoran mulai kesal melihat para pekerjanya malah berdebat disaat yang penting seperti ini
***
Tuan Altair menatap satu persatu kearah para pekerja perempuan di restoran ini, Tuan Altair membuka kaca matanya kemudian meletakkan begitu saja di atas meja. Lan sudah bisa menebak jika suasana hati Tuan Altair sekarang sedang buruk.
“Perempuan itu benar-benar tidak ingin melihatku,” batin Tuan Altair seraya mengusap dagunya dengan dua jari.
“Lan!” kata perintah itu keluar dari bibir Tuan Altair dengan ambigu.
“Baik, Tuan,” jawab Lan sudah mengerti apa yang majikannya itu inginkan.
“Tuan Altair, apakah ada yang Anda butuhkan?” tanya sang pemilik restoran mencoba mendekati lelaki kaya itu dan siapa tahu restorannya akan melejit karena kedatangan orang nomor satu di negara ini.
“Kalian semua kembali lah masuk kedalam dapur dan panggil seorang gadis yang sekarang sedang ada didalam dapur restoran ini!” titah Lan sembari mengamati para pekerja satu persatu.
“Apakah yang Anda maksud adalah Asena, Tuan?” tanya sang pemilik restoran.
“Hem,” jawab Lan dengan daheman.
“Ada apa Anda memanggil saya?” tanya Asena. Asena sudah mencoba bersembunyi tetapi kenapa asisten lelaki arogan itu malah mencarinya. Jika tahu begitu sebaiknya tadi Asena pamit pulang lebih awal dan beralasan kurang enak badan. Tapi sudah terlambat jadi hadapi saja.
“Duduklah!” titah Tuan Altair. Lelaki ini menatap lurus ke depan dengan wajah lempeng kayak jalanan beraspal tanpa lubang.
“Kenapa saya harus duduk?” cicit Asena mempertanyakan titah itu. Asena ingin langsung menolak, tapi ia tahu jika sampai mengutarakan kejujuran hatinya maka sang pemilik restoran akan langsung memecatnya sekarang juga. Jangan sampai.
Tuan Altair tidak menjawab dan hanya melirik kearah Asena dengan ekor mataya. Sang pemilik restoran langsung memaksa Asena duduk di kursi dekat Tuan Altair. Asena sempat menolak tapi setelah melihat mata kedua pemilik restoran yang membulat penuh pun Asena langsung duduk dengan terpaksa.
“Pergi!” titah Tuan Altair pada pemilik restoran.
“Ap-apa?” tanya sang pemilik restoran kaget. “Baiklah saya akan pergi,” jawab sang pemilik restoran. “Asena, jangan sampai membuat pelanggan kita merasa kecewa atau aku akan memecat kamu setelahnya,” ancam sang pemilik restoran di dekat telinga Asena.
Semua pengawal berjaga di luar restoran dan hanya ada Lan saja yang berdiri disamping Tuan Altair. Tuan Altair mengibaskan tangannya satu kali di udara dan Lan segera membungkukkan tubuhnya, sebab ia sudah hafal betul dengan tanda mengusir itu. Kini Lan duduk berjarak dua meja dari Tuan Altair dan seorang pelayan membawakan makan siang ke meja yang Lan duduki.
Asena terus saja menundukkan kepalanya dengan kedua tangan saling menggenggam satu sama lain, keringat dingin mulai menyelimuti tubuhnya.
“Makan!” titah Tuan Altair. Seumur hidup baru kali ini Tuan Altair meminta seorang perempuan untuk makan siang bersama, sedangkan biasanya semua perempuan lah yang ingin selalu menemaninya bahkan bukan hanya makan siang saja bisa dibilang setiap waktu.
“Saya tidak lapar,” jawab Asena berdusta. Asena mengigit bibir bagian bawahnya merasa perutnya lapar sekali.
Disaat yang bersamaan perut Asena mulai berbunyi dan hal itu membuat Tuan Altair tersenyum kecil sebab perempuan ini ternyata tidak pandai berbohong.
“Baru kali ini aku melihat Tuan, tersenyum.” Lan mengamati Tuan Altair dari posisi duduknya dan semua gerak-gerik majikannya itu juga tidak luput dari pengamatannya semua itu Lan lakukan karena ia harus tetap siaga kapan pun mengingat jika Tuan Altair memiliki banyak musuh di dunia bisnis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Dde Rini
asena kurang gaul boleh tp jangan beg* ya
2023-03-06
2