Asena merasa sangat malu sekali ketika mengetahui perutnya berbunyi, Asena segera memegangi perutnya menggunakan kedua tangan untuk menutupi bunyi tersebut, tetapi terlambat karena Tuan Altair sudah mendengarkannya.
"Jelas-jelas kau itu lapar tapi masih berkilah," ujar Tuan Altair dengan suara datarnya.
"Shith! Kenapa rasa lapar Ini justru datang ketika aku bersamanya, energi dingin yang terpancar dari lelaki itu sungguh mampu membuatku seperti berada di kutub utara dan membuatku seakan kekurangan bahan makanan sehingga perut ini tidak hentinya demo minta diisi," batin Asena di dalam diam.
"Saya adalah seorang pekerja di restoran ini, rasanya tidak pantas jika saya makan bersama dengan Anda." Asena mencoba menolak dengan cara yang halus.
"Makanlah, aku akan memberikan selembar cek kosong padamu," kata Tuan Altair.
"Apakah barusan Tuan sedang mencoba membujuk perempuan itu?" tanya Lan pada dirinya sendiri.
Asena mulai mengangkat pandangannya dan mencoba memberanikan diri melihat ke arah Tuan Altair kemudian berucap, "Tuan, untuk apa Anda memberikan saya cek?" tanya Asena. Asena berfikir cek kosong itu pastilah tak berguna karena yang ia butuhkan uang.
Tuan Altair mulai mendekatkan dirinya ke arah Arsenal, Asena pun memundurkan punggungnya hingga menyentuh sandaran kursi yang ia duduki. Asena menatap ke arah kedua manik tajam Tuan Altair dengan gugup bercampur takut. Takut jika lelaki itu akan mendorongnya ke belakang seperti apa yang telah lelaki itu lakukan kepada kedua perempuan klub malam waktu itu.
Tuan Altair mulai mengangkat tangannya di detik yang sama Asena pun memejamkan kedua matanya begitu erat.
"Dia pasti mau menamparku, atau dia mau menjatuhkan aku dari kursi ini?" tanya Asena pada dirinya sendiri mencoba menebak tetapi tak bisa ia temukan jawabannya. Wajah lelaki itu terlalu datar untuk bisa ia baca pikirannya.
Cletak!
Tidak disangka Tuan Altair menyentil perlahan jidat Asena hingga membuat kedua manik sebiru lautan itu terbuka penuh tanda tanya.
"Apakah kau tidak pernah berpikir jika kamu bisa menulis berapapun nominal di dalam cek itu?" tanya Tuan Altair merasa penasaran dengan pemikiran perempuan bodoh yang ada di hadapannya ini.
"Saya tidak pernah berpikir ke sana, lagi pula jika saya melakukan itu bukankah kesannya saya sedang mencoba merampok Anda," jawaban lugu keluar dari bibir Asena tanpa terduga.
"Makanlah bersamaku dan akan aku berikan kamu uang setara dengan 2 bulan gajimu cash!" perintah Tuan Altair.
Tanpa menjawab Asena langsung mengubah ekspresi wajahnya menjadi tersenyum manis kemudian ia mulai memasukkan makanan apa saja yang ia sukai ke dalam piring di hadapannya.
Tuan Altair yang melihat sikap Asena pun mengerutkan keningnya bingung akan perubahan perempuan yang ada di hadapannya ini.
Sedangkan Altair mulai beranjak berdiri dari posisinya ketika tahu ada orang yang berani makan mendahului Tuan Altair.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Tuan Altair dengan sorot mata penuh intimidasi.
"Bukankah tadi Anda mengatakan jikalau Saya makan bersama dengan Anda maka, saya akan dibayar setara dua bulan gaji saya cash," jawab Asena mencoba mengulang apa yang Altair katakan sebelumnya.
"Nona ...." Lan menghentikan kata-katanya ketika melihat Tuan Altair mulai mengangkat tangannya.
"Tak masalah, habiskan makananmu Lan!" titah Tuan Altair seraya melirik ke arah asisten handalnya itu.
"Baik, Tuan Altair." Setelah membungkukkan tubuhnya Lan pun kembali duduk di posisinya semula.
"Tuan kenapa Anda tidak makan juga, cobalah rasakan makanan ini, begitu lezat sekali rasanya karena resep hidangan ini adalah milik Mama saya, memang nampak sederhana tapi begitu lezat sekali," ujar Asena seraya menyodorkan satu sendok makanan ke arah Tuan Altair.
Selama ini Tuan Altair tidak pernah mau makan dari tangan orang lain tetapi entah mengapa dia tidak tega menolak permintaan perempuan di hadapannya ini. Tatapan teduh itu membuat Tuan Altair patuh dengan sendirinya dan membuka mulutnya untuk menerima suapan dari perempuan itu.
"Tak pernah aku sangka makan dari tangannya ternyata begitu lezat sekali," batin Tuan Altair.
***
Karena merasa bahagia Asena pun berlari masuk ke dalam rumah seraya memanggil-memanggil mamanya. Selang beberapa waktu perempuan yang ia cari pun menghampirinya dengan memamerkan senyuman manis seperti biasanya.
"Asena kenapa kamu berteriak-teriak seperti itu?" tanya Sima pada putrinya.
"Mama hari ini Asena mendapatkan bonus lebih dari sang pemilik restoran, karena tadi ada orang kaya yang memberikan tips kepada setiap orang yang bekerja di restoran," kata Asena tidak menceritakan secara detail.
Dengan seulas senyuman manisnya Asena memberikan sebagian besar uang yang ia dapatkan tadi pada perempuan yang telah melahirkannya itu dan Asena menyimpan sebagian untuk berjaga-jaga jika ada sesuatu yang mendesak.
Di saat yang bersamaan Cem baru saja masuk ke dalam rumah ini tanpa menimbulkan suara. Lelaki itu berjalan mengendap-endap dengan membuka kedua telinganya lebar mencoba ikut mendengarkan apa yang sedang diucapkan oleh istri dan juga anaknya. Ya, tidak sengaja tadi di jalan Cem melihat Asena yang tersenyum bahagia, lelaki itu pun mengikutinya dari belakang secara diam-diam.
Senyuman Cem merekah dengan sempurna ketika manik itu mendapati sejumlah uang yang Asena genggam dan kini sedang anak kandungnya itu berikan pada istrinya. Cem pun seakan habis menang lotre hingga hatinya bersorak bahagia iya sudah bisa membayangkan apa saja yang bisa dirinya lakukan dengan uang tersebut.
"Sayang, ini banyak sekali," kata Sima dengan mengulas senyumannya.
"Ini adalah satu bulan gaji Asena, Mama belikan bumbu-bumbu dapur dan juga kebutuhan kita serta sisa uangnya dibuat untuk membayar hutang," kata Asena.
"Enak saja mau memakai uang ini, selama ini Papa itu membesarkan kamu Asena. Dan sudah seharusnya kamu memberikan uang kepada Papa juga." Tanpa memiliki belas kasih Cem langsung merampas uang yang digenggam oleh istrinya.
"Dari mana mendapatkan pemikiran seperti itu!" hardik Asena geram pada lelaki di hadapannya. "selama ini hanya Mama saja yang selalu merawat Asena, Papa sibuk bersenang-senang tidak jelas di luar sana."
Cem menatap tajam ke arah putrinya dan lelaki itu mulai mengangkat tangannya siap untuk memukul kembali. Tapi Sima langsung menyuruh suaminya untuk keluar dari rumah ini dan Sima sempat meminta beberapa lembar uang untuk disisakan membeli kebutuhan dapur tetapi lelaki itu seakan tuli dan keluar begitu saja dengan wajah yang tanpa dosa. Sungguh lelaki yang begitu menyebalkan sekali.
"Kenapa Mama berikan uang itu padanya? Bukankah Mama tahu jika dia akan menghabiskannya di meja judi dan juga membeli minuman-minuman beralkohol," kata Asena pada sang mama.
"Asena, maafkan Mama." hanya kata itulah yang terlontar dari bibir Sima dengan kepala yang tertunduk.
Asena hanya bisa menghela nafas perlahan kemudian memeluk perempuan paru baya yang ada di hadapannya ini.
"Mama tenang saja karena Asena masih memiliki simpanan, ini buatlah untuk membayar hutang pada tetangga kita dan juga membeli bahan-bahan masakan selama 1 bulan," kata Asena Memberikan sebagian uang yang dia simpan tadi kepada sang Mama tetapi tidak lupa Asena menyisakan beberapa lembar uang untuk kebutuhannya pulang pergi naik kendaraan umum.
"Sayang, kamu simpan saja uang ini Mama tidak ingin terus-terusan merepotkan mu," ujar Sima merasa kasihan pada putrinya karena setiap gajian ataupun mendapatkan bonus dari restoran maka Sang Putri akan selalu memberikan uang itu padanya.
"Apa yang Mama katakan, Asena mencari uang tentunya untuk membahagiakan Mama dan bukan untuk kebutuhan Asena sendiri," jelas Asena.
"Baiklah kalau begitu Mama akan menerimanya tetapi kamu harus membeli baju untukmu, karena kamu sudah lama tidak membeli baju dan Mama ingin melihat putri Mama terlihat cantik." Asena menganggukkan kepalanya Untuk melegakan hati Sang Mama.
***
Sekarang Asena sedang ada di mall sendirian, tadinya ia ingin meminta Ece untuk menemaninya tetapi sahabatnya itu sedang bekerja jika malam hari. Akhirnya Asena memutuskan pergi ke mall sendirian. Asena mulai mengedarkan pandangannya ke setiap butik yang ia lewati dan ia pun mulai tertarik ketika melihat dress berwarna merah yang nampak begitu indah terpajang di tubuh manekin dalam tokoh tersebut. Dinding toko yang terbuat dari kaca transparan memudahkan Asena untuk melihat ke dalam butik itu tanpa harus masuk terlebih dahulu.
"Wah ... aku menginginkan dress itu," batin Asena dengan kedua bola mata yang sudah berpindah bahagia.
Asena mulai melangkah memasuki toko tersebut dan ia pun menuju ke dress merah yang terpajang di sana. Seorang penjaga toko menghampirinya dengan tatapan menghina sebab baju yang Asena kenakan terdapat tambalan di beberapa bagian serta tas yang sudah sobek di beberapa bagian masih perempuan itu kenakan dengan penuh percaya diri sungguh membuat orang yang melihatnya geli sekali.
"Berapa ini harganya Nona?" tanya Asena kepada sang penjaga.
"Ini harganya," jawab sang penjaga butik ini seraya menunjukkan barcode yang tertempel di dress merah tersebut. "sepertinya kau salah masuk ke dalam toko sebab semua barang-barang yang dijual dalam butik ini adalah barang branded," kata Sang penjaga toko dengan penuh kesombongan serta merendahkan.
Asena hanya bisa tersenyum malu ketika mendengarkan ucapan terang-terangan dari sang penjaga butik ini. "Maafkan saya, tapi Anda benar, saya tak mungkin mampu membeli harga yang fantastis ini." Asena menjawab dengan kepala yang tertunduk sedih dan sesekali ia menatap ke arah dress merah yang ia inginkan.
"Kalau begitu keluarlah dari butik ini sekarang! Kenapa kau masih berdiri di sini membuatku jengah saja!" perintah sang penjaga toko.
Asena memutar tubuhnya, iya baru saja berjalan 2 langkah tetapi sudah menabrak seseorang dihadapannya. Asena yang masih menundukkan kepala bisa melihat sepatu pantofel mengkilat mahal berada di hadapannya sekarang.
"Ma-maafkan saja Tuan, saya tidak sengaja," kata Asena tanpa mengangkat pandangannya.
Semua penjaga Butik gemetar ketakutan melihat siapa orang yang baru saja masuk kedalam butik ini.
Asena mengangkat pandangannya melihat siapa orang yang sudah ia tabrak, kedua bola matanya hampir saja keluar dari kodratnya ketika melihat jika lelaki yang begitu ingin ia hindari justru ada dihadapannya lagi dan lagi.
"Tu-tuan Altair," kata Asena tergagap.
"Kau sudah mengingat namaku!" jawab Tuan Altair dengan seringai devilnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments