"Aku harus ke rumah orang tuaku sekarang," kata Arya sembari membelai pipi Chealse sebelum kekasih gelapnya itu masuk ke dalam rumahnya.
Setelah pekerjaannya selesai, tadinya Arya memang ingin langsung menyusul Lea ke rumah orang tuanya. Namun, Chealse masih ingin ditemani makan, dan seperti biasa Arya tak mampu menolaknya karena Arya sendiri memang merasa senang saat bisa menghabiskan waktu bersama Chelsea.
"Semoga ayahmu suka dengan roti yang aku beli," kata Chealse kemudian.
"Pasti, ayah suka makan roti, sama kayak Darrel," ujar Arya yang seketika membuat Chealse terkekeh.
"Aku juga sudah belikan jatah untuk Darrel, aku tahu roti kesukaan dia apa."
"Terima kasih, Sayang, kamu benar-benar pengertian."
"Anakmu sudah aku anggap anakku juga, Mas, jadi nggak usah mengucapkan terima begitu."
Mendengar kalimat manis itu, tentu Arya semakin jatuh pada pesona Chealse. Dan ini lah yang membuat dia tidak ragu dengan cintanya, Chealse tidak hanya mencintainya tapi juga mencintai anak-anaknya.
"Kalau begitu aku pergi dulu." Arya mengecup kening Chelsea, seperti dia mengecup kening Lea.
"Hati-hati, Mas!"
Arya hanya mengangguk, ia pun melajukan mobilnya menuju rumah orang tuanya. Berharap Lea dan anak-anak masih di sana.
Namun, Arya tidak melihat mobil Lea saat dia sampai.
"Apa dia sudah pulang?" gumam Arya sembari melirik arlojinya. "Sudah hampir setengah 10." Arya merutuki dirinya yang lagi-lagi lupa waktu setiap kali bersama Chealse.
Arya pun langsung berbalik arah tanpa masuk ke rumah orang tuanya, ia ingin cepat-cepat sampai di rumah.
Akan tetapi, Arya sungguh bingung karena tak ada orang di rumah.
"Ibu nggak pulang, Bi?" tanya Arya pada Bibi.
"Belum, Pak, katanya mau ke rumah ayahnya," tukas Bibi yang membuat Arya bingung. Padahal, jelas dia tidak melihat mobil Lea di sana.
Ia pun segera menghubungi sang istri, tapi panggilannya tidak dijawab. Panggilan pertama, kedua, dan ketiga. Hasilnya sama, membuat Arya merasa khawatir.
"Aku mau ke rumah papa ya, Bi. Nanti kalau Ibu datang, segera kasih tahu aku!" seru Arya.
Ia pun segera kembali ke rumah orang tuanya dengan perasaan yang cemas. Sepanjang perjalanan ia juga masih berusaha menghubungi istrinya, tapi masih tidak ada jawaban.
Sesampainya di rumah orang tuanya, Arya langsung mengetuk pintu. Dan saat pintu dibuka oleh ibunya, dia langsung bertanya, "Lea di mana, Ma?"
"Loh, dia sudah pulang setelah makan malam tadi," kata sang Ibu.
"Tapi di rumah nggak ada," ujar Arya yang tak bisa menyembunyikan rasa cemasnya.
"Mungkin dia masih di jalan, coba kamu telfon."
"Nggak diangkat, Ma, aku udah coba telfon sejak tadi."
Bu Irma tentu ikut merasa panik, apalagi menantunya itu pergi bersama anak-anak.
"Cepat kamu dari istrimu, Arya, dia sudah pulang sejak tadi, seharusnya sudah sampai di rumah."
Tiba-tiba jantung Arya berdegup kencang, ia takut terjadi sesuatu dengan sang istri dan anak-anaknya.
...🦋...
Lea pulang ke rumah orang tuanya, ia menggendong Jihan ke kamar. Sementara Darrel pura-pura terbangun saat ia sudah sampai.
Bocah cilik itu juga tidak bertanya kenapa ibunya pulang ke rumah mendiang neneknya, tentu Darrel sudah tahu alasannya.
"Malam ini kita menginap di sini dulu ya, Sayang," kata Lea yang berusaha menampilkan wajah tegarnya, seolah tidak terjadi apa-apa. Namun, ia gagal. Air mata jatuh begitu sejak sejak tadi, padahal dia sudah menyekanya berkali-kali.
Suaranya juga bergetar, dan napasnya tercekat di tenggorokannya.
Darrel tak bisa apa-apa, dia hanya menatap sang Ibu dengan kasihan.
"Rumah ini besok perlu di bersihkan," kata Lea sambil tertawa hambar. "Mata Mama kemasukan debu, perih." Lea mengucek matanya.
"Sini, biar Darrel tiup!" seru Darrel.
"Iya, boleh," sahut Lea. Ia langsung membungkuk, hingga wajahnya sejajar dengan wajah sang putra.
Namun, alih-alih meniup mata sang Ibu, Darrel justru menyeka sisa air mata ibunya dengan lembut, membuat Lea terkesiap, dan tiba-tiba tangisnya pecah.
Lea tak sanggup lagi berpura-pura baik-baik saja, ia langsung jatuh bersimpuh di depan putranya, dan untuk pertama kalinya, Darrel memeluk ibunya dengan cara yang tidak biasa.
Darrel menarik kepala Lea hingga bersandar di dadanya, sementara tangan mungilnya mengelus ibunya dengan sangat lembut. Persis seperti apa yang Lea lakukan ketika Darrel sedang menangis.
Lea menangis tersedu-sedu di pelukan bocah berusia 10 tahun itu, ia tidak bisa lagi berpikir jernih. Ia bahkan lupa, bahwa seharusnya dia tidak boleh memperlihatkan kesedihannya di depan anaknya.
Darrel pun membiarkan itu, ia bahkan tak bersuara sedikitpun. Seolah memberikan ibunya ruang untuk melepaskan segala rasa sakit di dadanya.
...🦋...
Arya sudah merasa pegal karena terus menyetir ke sana kemari demi mencari keberadaan sang istri.
"Kamu di mana, Lea?" geram Arya. "Kalian di mana, Sayang? Jangan membuat Papa cemas begini."
Ponsel Arya tiba-tiba berdering, dan itu membuat Arya semangat berpikir Lea lah yang menelepon. Namun, ternyata itu Chealse.
Ia pun segera menjawab panggilan itu.
"Sudah sampai rumah, Mas?" tanya Chelsea dari seberang telfon.
"Iya, tapi ... aku lagi di jalan, aku cari Lea karena Lea nggak pulang ke rumah." Arya mengadu dengan cemas.
"Nggak pulang bagaimana?" Suara Chelsea juga terdengar terkejut.
"Aku juga nggak tahu, Cheal, kata Mama, dia sudah pulang sejak tadi. Tapi kata Bibi, Lea gk ada pulang sama sekali. Sampai sekarang dia juga nggak pulang."
"Mungkin dia singgah di rumah orang tuanya, Mas."
Seketika pupil mata Arya melebar. "Iya, ya. Kenapa aku nggak kepikiran ke sana?"
"Lea sering bilang kalau dia sering merindukan rumah itu, jadi sekarang lebih baik kamu cari sana."
"Terima kasih, Chelsea, kamu memang sangat mengenal Lea dengan baik."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
G** Bp
emang kenal banget tapi kok tega menusuk teman sendiri macam ga ada laki lain aja...
atau mmg ga laku sma bujang sampai harus jadi pelakor,punya teman sendiri lg...
2024-09-17
2
Astrid Bakrie S
Bangke sahabat gk punya akhlak
2024-07-23
5
Nuryati Yati
😭😭
2024-06-23
0