Menantu Tak Diinginkan
Melinda, 27 tahun bangkit dari kursi rias, saat seorang wanita bertumbuh tambun masuk ke dalam kamar barunya. Bibir ranum itu tertarik ke atas menyambut wanita paruh baya yang baru saja berstatus menjadi mertua, ibu dari Candra—suami yang begitu ia cintai.
"Mama!" Melinda berjalan ke arah sang mertua lalu meraih tangan tua dengan beberapa emas melingkar di sana, "ayo, duduk, Ma."
Rosa, wanita 50 tahun itu bergeming, membuat dahi Melinda mengkerut. Wajah dingin ciri khas wanita paru baya itu kembali terukir di sana. Iya, wajah saat pertama kali Melinda bertemu dengan Rosa.
"Langsung saja." Rosa dengan kasar menghempas tangan Melinda, "hingga detik ini aku sama sekali tidak pernah menyukaimu!"
Melinda menelan ludahnya kasar. Sejak awal hubungannya dengan Candra memang tidak pernah mendapatkan restu dari sang mertua, namun karena Candra bersikeras untuk menikahi Melinda, Rosa terpaksa memberikan restu kepada mereka.
"Apa maksud Mama? Bukankah Mama sudah merestui pernikahanku dengan Mas Candra?"
Rosa berjalan angkuh memutari tubuh ramping Melinda. Tidak ada lagi tatapan hangat dari mata bermanik hitam pekat yang sempat meluluhkan hati Melinda, yang statusnya gadis piatu.
"Bodoh?" Rosa menarik tubuh Melinda membawanya menatap cermin. Jari telunjuk tak begitu panjang menunjuk ke arah cermin, "lihat, apa dirimu layak mendapatkan Marga Pagalo di belakang namamu? Tidak ada satupun hal menarik darimu!"
Melinda linglung. Dia belum bisa mencerna satu persatu ucapan dari sang mertua, bukan bodoh, tapi ia hanya tidak percaya dengan takdirnya saat ini. Di mana sebuah sandiwara menghampiri layaknya film yang pernah ia tonton, apa ini artinya ia bukan menantu yang diinginkan?
"Jadi semua semu?" gumam Melinda, "semua ucapan Mama sudah menerima dan merestui pernikahanku dengan Mas Candra hanya sandiwara?"
"Ya." Rosa berkaca pinggang, senyum sinis dan tatapan nyalang ia tunjukkan tepat di hadapan Melinda.
"Aku seorang ibu. Tentu saja tidak ingin anak yang sudah aku besarkan membenciku hanya demi wanita sepertimu. Aku pikir dalam satu bulan Candra akan melihat kebusukan dan melepaskan dirimu, tapi dia justru semakin kamu ikat dengan buaian cinta. Dasar bandit!"
Melinda membeku. Sudut hatinya nyeri manakala ia mendengar kata bandit. Melinda yang sering disapa Meli ini berdarah Jawa, tentu saja kata bandit di telinganya terdengar begitu kasar.
Setelah mengumpulkan keberanian Melinda berani bersuara kembali, "Harusnya Mama tidak merestui kami, kenapa Mama justru membiarkan kami hingga sampai di titik ini, jika pada akhirnya Mama tidak mengharapkan aku?"
Rosa mencengkram dagu Melinda, "Tentu saja untuk memberikan pelajaran agar kamu sadar! Seharusnya kamu tidak berada di tengah-tengah keluarga ini."
"Candra anakku. Dia satu-satunya keluarga yang aku memiliki, harusnya dia mendapatkan yang terbaik!" Rosa membuang dagu Melinda dengan kasar setelah itu tangannya dikebas-kebaskan seperti habis menyentuh kotoran.
Kepala Melinda berdenyut nyeri, tapi tidak ia hiraukan, jemari lentik miliknya terkepal di sisi tubuh sembari meremas kain pakaian yang digunakan.
Melinda cukup sadar diri karena ia berasal dari keluarga sederhana, bisa dicintai seorang Candra yang berasal dari kalangan orang berada adalah satu anugrah.
Satu tahun lalu, Melinda mendapatkan cemooh dan cacian dari Rosa karena ia tidak memenuhi kriteria menantu idaman Rosa. Namun, karena Candra terus mensupport dirinya dan memberikan cinta yang tulus akhirnya Melinda bertahan dan terus berusaha untuk dekat dengan sang mertua.
"Harusnya Candra mendapatkan gadis dengan status sosial sama. Bibit, bebet dan bobot setara dengan keluarga ini!" cetus Rosa mengembalikan kesadaran Melinda.
Rahang Rosa berkedut. Raut wajahnya mengeras menunjukkan kebencian.
"Sedangkan kamu? Tidak ada di dalam kriteria itu! Sebagai keluarga terpandang aku malu mengakui kamu sebagai menantu! Apalagi ayahmu sakit-sakitan. Aku sebagai besan, jijik!"
Mata Melinda terpejam, kakinya bergetar. Jika dirinya yang dihina ia akan bertahan meskipun harus menahan rasa sakit, tapi kali ini sang mertua sudah membawa nama ayahnya. Sebagai seorang putri satu-satunya dirawat hingga dewasa penuh dengan darah dan keringat dikorbankan tentu ia tidak terima.
"Jadi Mama mau bagaimana sekarang?" Tenggorokan Melinda tercekat lalu memberanikan diri untuk membalas tatapan sang mertua, "apa sekarang juga aku harus bercerai dengan Mas Candra?"
Rosa berdecak kagum, kali ini ia menemukan satu titik keburukan Melinda yang sejak dulu terlihat sangat polos dan sopan, "Sesuai dugaanku, kamu tak sepenuhnya baik. Lihatlah, baru menikah beberapa jam sudah terlihat sifatmu."
"Cerai? Jangan harap saat ini kamu bisa cerai dengan Candra! Sesuai yang aku katakan, kamu harus mendapatkan pelajaran terlebih dahulu." Rosa menyenggol tubuh ramping Melinda dengan sekuat tenaga membuat gadis itu tersungkur lalu meninggalkan kamar.
Tubuh Melinda yang kini bersentuhan dengan ubin dingin langsung beringsut. Hal apa yang barusan ia dapatkan hingga mengeluarkan tawaran kata cerai? Harusnya ia membicarakan masalah ini dengan Candra agar mendapatkan jalan keluar.
Melinda bangkit ia baru sadar jika sang suami belum juga masuk kamar. Di menit berikutnya saat Melinda berniat untuk mencari keberadaan sang suami, terdengar pintu terbuka diikuti suara begitu familiar di gendang telinganya.
"Oh, Sayang, maaf aku baru masuk kamar. Aku tadi harus mengantarkan Cici pulang terlebih dahulu."
Napas Melinda naik turun, dia sangat tahu siapa Cici. Iya, dia adalah wanita yang memenuhi standar kriteria menantu idaman sang mertua.
"Kamu nganterin dia pulang, Mas? Di malam pertama kita?"
Candra merasa bersalah, tapi mau bagaimana lagi yang meminta dirinya untuk mengantar Cici adalah sang mama. Lelaki lebih tua 3 tahun dari Melinda ini langsung membawa tubuh ramping sang istri masuk ke dalam dekapannya.
"Maaf Sayang. Aku tidak bisa menolak permintaan Mama. Lagi pula Cici sejak kemarin sudah ngebantuin Mama ngurusin pernikahan kita," ucap Candra penuh penyesalan.
Melinda tersenyum getir, baru saja ia ingin membicarakan masalah yang dihadapi, tapi melihat sikap Candra yang sejak dulu menganggap sang ibu seperti malaikat tentu saja akan membuat lelaki itu bimbang. Ia sama sekali tidak ingin membuat Candra dalam tekanan. Sudah cukup selama ini lelaki itu membela dirinya hingga sampai pernikahan.
Candra melepaskan pelukannya lalu menatap wajah Melinda, "Sayang, kamu habis nangis. Ada apa? Apa aku membuat kesalahan? Maaf, lain kali sebelum pergi aku akan memberitahumu."
Melinda kelabakan ia langsung mengusap kedua matanya lalu mencari alasan yang tepat, "Gak, Mas. Aku hanya merindukan Ayah. Baru kali ini aku tidak di sampingnya."
Candra mengusap lembut pipi Melinda, "Maaf Sayang. Aku harus memisahkan kamu dengan Ayah. Tapi aku janji pasti akan adil, minggu depan kita nginep di rumah Ayah."
Tak ingin membuat sang suami cemas Melinda menganggu patuh.
"Senyum dong. Jadi apa aku sudah boleh belah duren?" tanya Candra menggoda Melinda.
Melinda menunduk malu membuat Candra semakin gemas. Perlahan-lahan Candra bermaksud untuk mengecup bibir yang sejak jaman pacaran sudah menjadi candu guna memulai ritual malam pertama.
"Candra, Nak!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Nuhume
udah tinggalin, manusia toxic
2023-04-07
0
Nuhume
pedes banget 🤔🤔🤔
2023-04-07
0
AdindaRa
Hai kak. Aku mampir yaaa
2023-04-07
0