Bab 3 Mempertanyakan arti diri

Entah karena terlalu bosan lama menunggu Candra kembali ke kamar atau ia yang terlalu lelah, Melinda ketiduran, di atas ranjang pengantin yang belum sempat dipakai, hingga esok pagi.

Melinda merasa ada percikan air jatuh di wajahnya. Masih dalam keadaan setengah sadar ia berpikir apa sedang hujan? Karena ia ingat saat berada di rumahnya dan jika hujan datang gentengnya bocor.

Dengan malas-malasan Melinda membuka kelopak mata. Gadis yang baru saja berubah status menjadi seorang istri itu sama sekali tidak menyangka jika Rosa kini berada di kamar sembari membawa baskom berisikan air.

"Ma ... Mama." Nada suara Melinda terbata-bata, ia terkejut sekaligus benaknya mengingat jika kini ia berada di rumah sang mertua.

"Bangun!" seru Rosa membuat Melinda langsung bangun dari ranjang, kepalanya sedikit pusing tapi tak ia hiraukan.

"Bangun dari mimpimu yang kini menjadi keluarga Pagalo, Melinda!"

Melinda tidak menyangka jika kata bangun itu bukan ia harus bangun dari tidurnya, tetapi ia diminta untuk sadar posisi. Benak Melinda mengingat kejadian semalam dimana sang mertua sudah terang-terangan tidak menginginkan dirinya.

Mengingat kejadian semalam, kini Melinda bertanya-tanya kemana suaminya? Kenapa tidak membangunkannya?

"Malah bengong. Ikut aku!" perintah Rosa membuat Melinda tersentak.

Melinda kini mengamati tubuhnya, piyama tidur tipis yang digunakan saat ini tidak memungkinkan untuk ia keluar dari kamar, "Ma aku ganti baju dulu."

"Untuk apa? Lagipula siapa yang tertarik dengan tubuhmu ini!"

"Tapi Ma—"

"Apa pelajaran semalam belum bisa membuatmu sadar jika aku bisa melakukan apa pun dan Candra tentu akan membelaku?" Rosa memotong ucapan Melinda.

Tenggorokan Melinda tercekat, ia sama sekali tidak bisa menolak permintaan sang mertua, jika itu terjadi tentu saja kesalahpahaman yang belum selesai akan bertambah jika sang mertua bertindak. Apalagi ia belum bertemu sang suami.

"Iya, Ma. Aku ikut," ucap Melinda lalu mengikuti langkah Rosa keluar dari kamar. Wajahnya masih sembab, bahkan rambutnya masih awut-awutan, ia hanya sempat meraih jedai dan mengikat rambut dengan asal.

Setelah sampai di beranda pintu, bola mata Melinda membulat sempurna. Ia melihat pembantu dan satpam berbaris memegang senjatanya masing-masing. Apa maksud ini semua?

"Kalian tentu tau siapa wanita ini kan? Mulai hari ini dia akan membantu kalian untuk menjaga dan merawat rumah ini." Suara Rosa terdengar seperti ultimatum untuk para bawahannya.

Melinda menunduk, percaya atau tidak statusnya saat ini sebagai seorang menantu sudah tidak ada artinya lagi ia sudah disamakan dengan seorang pembantu. Ia harus mempersiapkan tenaganya untuk membantu dan merawat rumah yang terbilang cukup luas dan mewah ini.

Pagalo, marga ini cukup terpandang, kekayaan yang didapat dari bisnis perternakan dan warisan turun-temurun menjadikan keluarga ini tidak akan kekurang bahkan hingga tujuh turunan. Jadi tak heran ada 3 pembantu dan 2 satpam dipekerjakan di rumah ini.

Mina, sebagai kepala pembantu sekaligus juru masak rumah ini, lalu dua yang lainnya ada yang memiliki tugas mencuci pakaian, menyetrika baju, dan menjaga rumah ini agar terlihat lebih bersih dan kinclong. Itu informasi yang baru saja Melinda dapatkan.

"Ini adalah rumahmu, sebagai menantu kamu harus bisa membersihkan rumah keluargamu kan!" ucap Rosa dengan nada tegas.

"Jadi untuk hari ini kamu gantikan tugas mereka, untuk membersihkan rumah ini," imbuh Rosa memberikan perintah pada Melinda.

"Baik Ma," jawab Melinda yang sejak tadi diam mendengarkan ucapan Rosa.

"Lalu apa yang kau tunggu, kerjakan! Dasar bodoh! Dungu!" cibir Rosa.

Melinda langsung mengambil perlengkapan pembersih tanpa menghiraukan cibiran dari Rosa lalu bergegas mengerjakan apa yang di perintahkan mertuanya.

Sudah hampir dua jam Melinda membersihkan rumah itu, ia merasa tenaganya terkuras habis, sejak tadi ia menyapu dan mengepel, tapi tak kunjung selesai, masih ada halaman rumah yang belum ia kerjakan. Hembusan napas berat keluar dari hidung mancung itu, Melinda menghentikan aktivitasnya sebentar bermaksud untuk merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku.

"Jangan manja! Segera selesaikan pekerjaanmu!" seru Rosa saat melihat Melinda sedang meregangkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan.

"Nyonya, biar saya saja yang membersihkan halaman luar. Kelihatannya Nyonya muda sudah kelelahan," tawar Mina pembantu rumah tangga yang sudah bekerja selama puluhan tahun di keluarga Pagalo. Wanita paru baya itu tidak tega melihat Melinda diperlakukan semena-mena.

"Kamu sudah tua. Harusnya kamu bersyukur ada yang ngebantu," tolak Rosa.

"Tapi, Nyonya. Ini tugas saya, Nyonya muda sudah bersih-bersih sejak tadi. Tidak masalah jika sisanya saya kerjakan," tawar Mina lagi.

"Kamu boleh membantu dia, tapi setelah itu kamu bisa langsung keluar dari rumah ini dan ambil uang pesangon."

"Tidak apa-apa. Biar saya saja yang menyelesaikan semuanya. Mama benar, sebagai menantu aku harus bisa membersihkan rumah ini, karena rumah ini juga istanaku di mana aku dan suami tinggal," tutur Melinda mencoba untuk melerai ia tidak ingin karenanya ada yang kehilangan pekerjaan.

"Dasar bandit, jangan banyak bicara selesaikan!" ujar Rosa merasa muak dengan ucapan Melinda.

"Iya, Ma."

Melinda kembali mengayunkan sapu guna membersihkan tiap ubin, sementara Rosa langsung pergi meninggalkan Melinda dan masuk ke dalam kamar, Rosa mulai lelah karena sejak tadi menjadi mandor yang terus memberikan Melinda sebuah kata mutiara.

Beberapa saat berlalu bagian dalam rumah selesai, kini Melinda gegas membersihkan bagian halaman.

Layaknya wanita lain lekuk tubuh Melinda tidak begitu mengecewakan, ia termasuk dalam kategori pemilik tubuh proporsional dimana setiap daging tubuh dengan pas di bagian tertentu. Maka tak heran saat ini dua satpam yang berjaga di pos memiliki nafsu untuk menjamah Melinda saat mereka melihat wanita dengan piyama tidur tipis menggoyangkan pantatnya mengikuti alunan sapu yang ia pegang.

Saat mendengar suara deru mobil masuk halaman Melinda sepintas melihat kedua satpam itu karena lupa dengan apa yang kini ia gunakan, wanita itu tersenyum ramah. Namun, hal berbeda ditunjukkan Candra yang kini baru saja turun dari mobil.

Candra langsung membuang sapu yang dipegang Melinda lalu mengenakan jaket yang ia gunakan di tubuh sang istri.

Hal itu sama sekali tak membuat Melinda tersentak dari penglihatannya dimana dari dalam mobil itu selain Candra ada sosok wanita turun dari sana.

"Apa kamu tidak bisa menjaga tubuhmu dari lelaki lain, Meli?" Suara Candra berintonasi sedang itu kini mengalihkan fokus Melinda yang awalnya melihat wanita bernama Cici yang tadi turun dari mobil kini ke tubuhnya yang sudah dibalut jaket sang suami.

"Maaf, Mas. Tadi aku buru-buru karena diminta Ma—" Melinda menggantungkan kalimatnya ia tidak mungkin memberitahu Candra jika sang mertua meminta dia untuk bersih-bersih, bukannya takut pada sang mertua, tapi ia takut jika sang suami tidak akan mempercayainya.

Melihat dahi Candra mengkerut Melinda melanjutkan kembali kalimatnya, "Maksudku, aku terbiasa di rumah bangun pagi terus beres-beres. Eh ... tadi aku bangun kesiangan jadi lupa enggak ganti baju dan mandi, malah pegang sapu."

"Lain kali jangan kamu lakukan lagi, di sini lelaki gak hanya aku saja. Ada yang bukan mahram kamu, jadi kamu harus menjaga kehormatanmu," ucap Candra.

"Iya, Mas, maaf. Em ... Mas dari mana kenapa sama dia?" tanya Melinda yang penasaran.

Candra langsung menoleh ke arah Cici yang sejak tadi berjarak beberapa meter di belakangnya, "Tadi aku sama Cici habis lari pagi. Dan kami mampir ke perternakan dan pasar."

Melinda bergeming. Suaminya lari pagi dengan wanita lain sedangkan dirinya diperlukan seperti pembantu, takdir macam apa ini?

Belum sempat Melinda berkata-kata, tiba-tiba dari dalam rumah Rosa keluar menyabut kedatangan Cici dan Candra.

"Kalian sudah pulang? Titipan Mama ada kan?" Rosa berjalan menghampiri Cici.

"Ada Tan, ini deppa tori pesanan Tante." Cici menyerahkan barang yang ditenteng sejak tadi.

"Ya sudah, Ayo masuk." Tangan kanan Rosa menarik tangan Candra sementara tangan kirinya menarik tangan Cici lalu mengajak keduanya masuk.

Sementara Melinda ditinggalkan begitu saja. Air mata Melinda tanpa terasa menetes saat menatap punggung ketiga orang yang kini bersamaan masuk ke dalam rumah.

"Apa artinya aku? Jika Mama menganggap aku pembantu, apa kamu menganggap aku angin lalu, Mas?"

Terpopuler

Comments

Nuhume

Nuhume

kena pasal, bisa di pidanakan ini🔪

2023-04-07

0

rara

rara

ini mulut si mertua pedes banget

2023-03-14

0

Ismi Kawai

Ismi Kawai

aku bisa2 nunggu mentok raw dl deh... hahaha ... gak kuat

2023-03-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!