Candra dan Melinda tersentak setelah mendengar suara Rosa. Mereka menjauhkan tubuhnya satu sama lain dengan cangung.
"Mas, aku buka pintu dulu," pamit Melinda.
Sebelum membuka pintu Melinda menarik napas dalam-dalam. Ia tahu kedatangan sang mertua pasti ada niat tertentu. Benar saja setelah pintu dibuka, pemilik wajah ketus nan dingin itu langsung menerobos masuk ke dalam.
"Nak, gimana kamu sudah antar Cici sampai rumah kan?" tanya Rosa dengan wajah cemas.
Candra mengusap pundak sang ibu, "Mama tenang saja Cici sudah sampai rumah."
"Kamu benar-benar anak baik. Apa Mama ganggu kalian?" Rosa bersikap seolah bersalah atas kedatangannya.
Sementara Melinda yang masih berada di samping pintu, ia melangkah menghampiri sang suami dan sang mertua. Sekilas Melinda melihat tatapan nyalang sang mertua.
"Gak, Ma." Candra mengulas senyum, "tapi niat kami ingin bikin cucu buat Mama tertunda."
Rosa terkekeh geli mendengar kejujuran sang anak lalu menarik tangan Melinda yang kini berada di sampingnya, "Mel, engak apa-apa kan menunda sebentar. Kebiasaan Mama sebelum tidur ngobrol dulu sama Candra. Mama belum terbiasa menghilangkan kebiasaan itu."
Melinda sekilas melirik ke arah Candra meminta pendapat dari sang suami, meskipun di dalam hati Melinda ia tidak ingin mengizinkan sang suami menunda malam pertama mereka hanya beberapa jam saja.
Setelah mendapatkan anggukan dari sang suami Melinda berkata, "Ya Ma, enggak apa-apa."
"Terima kasih, kamu memang menantu Mama paling baik. Engga salah Candra memilihmu," puji Rosa.
Melinda tercengang, sikap yang sejak satu bulan lalu kembali lagi ditunjukkan sang mertua padanya, lalu apa arti dari sebelum ini? Begitu banyak pertanyaan di benak Melinda hanya saja ia sedikit bisa menyimpulkan jika kini sang mertua pasti sedang bersandiwara.
"Kalau gitu Candra mandi dulu. Mama bisa ngobrol sama Meli." Candra memberikan saran yang langsung mendapatkan anggukan dari kedua wanita beda generasi ini.
Setelah Candra masuk ke dalam kamar mandi, Rosa langsung membuang kasar tangan Melinda yang sejak tadi ia pegang, benar-benar jijik.
"Mama," panggil Melinda yang sempat terkejut.
"Apa? Kamu berharap aku benar-benar menginginkanmu! Jangan harap!" Rosa berkata ketus sembari berjalan ke arah sisi ranjang. Jari tuanya langsung mengacak-acak kelopak bunga mawar yang ditabur di atas ranjang.
Melinda ingin menghentikan apa yang mertuanya lakukan, tapi kalau sampai itu terjadi, dapat dipastikan masalah akan semakin besar. Ia memilih diam, hanya melihat apa yang dilakukan Rosa dengan ranjang pengantinnya.
Meski hatinya sakit, tapi ia akan mencoba memahami sang mertua, siapa hanya kesalahpahaman saja. Sudut hatinya berdoa, semoga kelak Rosa menerimanya dengan hati terbuka sebagai menantu dari keluarga ini.
Byurr ...
Satu genggam kelopak bunga mawar terlempar tepat di wajah ayu Melinda. Ia yang masih berusaha menata hati dan mengumpulkan banyak stok sabar terkejut dan mengangkat wajahnya.
"Kenapa? Kamu marah? Mau melawan seperti tadi?" cecar Rosa dengan nada menyindir. Dilihatnya mata Melinda yang melotot, ia harus bisa membuat gadis yang dinikahi anaknya ini menunjukkan sifat busuknya, hingga akhirnya tanpa susah payah ia menghasut, Candra akan menceraikan Melinda.
"Enggak, Ma. Maaf tadi aku merasa lelah jadi terbawa emosi. Meskipun Mama belum menerimaku sebagai menantu, aku akan berusaha menjadi yang terbaik," sahut Melinda dengan senyum yang dipaksakan.
Rosa kesal dengan jawaban Melinda yang sok bijak. Mau jadi menantu terbaik? Sampai Rosa mati pun ia tidak akan Sudi. Kebenciannya pada Melinda sudah mendarah daging.
"Cuihh, mimpi kamu! Harusnya yang kini berada di kamar ini Cici bukan kamu!"
Melinda mencoba untuk terus bersabar meskipun sudut hatinya kembali nyeri, "Ma, katakan saja apa yang harus aku lakukan agar Mama bisa menerimaku. Nasi sudah menjadi bubur, Mama juga tidak ingin aku berpisah dengan Mas Candra. Jadi mau bagaimanapun kita akan tetap tinggal satu rumah."
"Kamu ingin tau bagaimana caranya?"
Mendengar kalimat itu Melinda dengan polosnya mengangguk.
Seringai lebar terbit di bibir berwarna merah bata. Di menit berikutnya Rosa langsung menarik seprai yang masih tertata rapi, tak lama kemudian memeluk seprai itu sembari duduk di atas ubin.
"Meli, maafkan Mama Sayang. Mama tidak bermaksud ingin mengganggu malam pertamamu. Mama sungguh belum bisa menghilangkan kebiasaan yang sejak dulu Mama lakukan dengan Candra." Rosa mengeluarkan suara dengan intonasi tinggi tak selang beberapa menit ia mengeluarkan isak tangis.
Sesuai yang diharapkan Rosa, Candra yang tadi berada di kamar mandi mendengar suara Rosa. Lelaki bertubuh atletis itu langsung keluar dengan handuk melilit di pinggang.
"Ada apa ini?" Suara tegas Candra terdengar di setiap sudut ruangan membuat Rosa samar-samar menarik sudut bibirnya sementara Melinda seperti orang bodoh.
"Nak, ini salah Mama. Istrimu benar seharusnya Mama tidak mengganggu kalian. Mama sudah bersalah karena Mama menghancurkan ranjang kalian, tapi Ma ... Mama tidak sengaja dan membuat Meli marah. Ma ... Mama minta maaf, Mama bodoh, Mama sudah tua tidak begitu paham dengan situasi kalian yang masih muda," jelas Rosa dengan nada yang dibuat sesedih mungkin.
Candra sendiri masih belum terlalu percaya dengan apa yang dikatakan sang ibu. Hanya saja ia melihat air mata jatuh dari sudut mata tua itu hatinya seperti tercubit.
"Mas ... Mas, aku bisa jelasin. Ini tidak seperti yang kamu kira, tadi Mama—"
Belum selesai Melinda berbicara Candra langsung menyela, "Aku pikir kamu lelah, lebih baik kamu mandi dan bersihkan riasanmu. Aku akan menemani Mama dulu."
"Tapi, Mas. Aku bisa jelasin ini semua." Melinda mengiba.
Namun, semua nampak percuma, Rosa yang tak ingin sang anak dipengaruhi oleh Melinda ia kembali bersuara. "Mama sudah jelasin semua. Mama salah, Mel. Mama minta maaf, Mama salah."
"Mama ... Kenapa Mama—"
"Meli cukup! Sekarang kamu ikuti apa yang aku katakan!" Candra langsung mengambil baju ganti tak butuh waktu lama ia selesai mengenakannya lalu membawa Rosa keluar dari kamar.
Sebelum benar-benar keluar kamar Rosa menerbitkan senyum kemenangan.
Sementara Melinda, tubuhnya perlahan-lahan ambruk, otaknya sama sekali tidak bisa mencerna kejadian barusan.
"Kenapa semua jadi begini?" Melinda bertanya-tanya.
Dulu Melinda berharap bisa memiliki mertua yang bisa ia jadikan teman sekaligus ibu sambung untuknya. Namun, nyatanya harapan itu tinggal harapan. Rosa yang sudah ia anggap bisa menerima ternyata membencinya dengan alasan bukan menantu kriteria.
Apakah nasibnya harus seburuk ini? Melinda menangis dalam batin, harapan untuk disambut di keluarga baru nyatanya justru disambut dengan bendera peperangan, harapan untuk disayang nyatanya ia tak diinginkan.
Dalam tangisnya kini Melinda teringat sosok ayah yang begitu mencintai dirinya. Seandainya sang ayah tahu keadaan di keluarga ini bagaimana perasaan lelaki yang kini tengah mengidap penyakit TBC itu?
"Tidak Meli, kamu tidak bisa menyerah begitu saja. Bagaimana jika Ayah tau masalah ini dan dijadikan beban. Ayah selalu ingin kamu bahagia," gumam Melinda berusaha bangkit dan memberikan motivasi pada dirinya sendiri.
Melinda menguatkan dirinya ia ingin menunggu sang suami untuk menjelaskan duduk perkara yang terjadi. Namun, waktu terus berlalu sang suami tak kunjung masuk ke dalam kamar, pada akhirnya kantuk menyerang, Melinda pun terlelap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Lulaby
ya ampun polos bgt si Meli😭😭
2025-01-22
0
Nuhume
ampun deh,🔪🔪🔪
2023-04-07
0
rara
kasian banget ini
2023-03-14
0