Karena Warisan, Anakku Mati Di Tanganku
Di kampung Setia Budi, pemandangan yang masih terlihat begitu asri. Pohon pohon hijau masih berjejer dengan teduhnya di pinggir pinggir jalan beraspal.
Kehidupan warga sekitar masih banyak yang bercocok tanam, sebagai petani dan juga memiliki tambak ikan.
Keluarga Pak Wardoyo terkenal keluarga paling kaya di kampung tersebut.
Memiliki tiga orang anak, dua laki laki dan satu perempuan.
Boni, anak sulung pak Wardoyo terkenal sombong dan memiliki sifat temperamental, dia memiliki usaha showroom mobil dan omsetnya juga sudah fantastis, sehingga sifat sombong dan tamaknya semakin menggila.
Geri, adalah anak kedua pak Wardoyo, masih kuliah semester akhir. Geri memiliki sikap pendiam dan tak banyak bicara, tak banyak tingkah dan seperti mahasiswa pada umumnya.
Anita, anak bungsu pak Wardoyo.
Anak perempuan satu satunya, sangat dimanja dan begitu disayangi di keluarganya.
Anita masih duduk di bangku tiga SMU.
"Nita! Kapan kamu jadi berangkat ke Bali?" tanya pak Wardoyo saat mereka sedang duduk di ruang keluarga sambil menonton telivisi.
"Masih seminggu lagi, yah! ada apa?" tanya Anita dengan menatap ayahnya penuh tanya.
"Kamu sudah siapin semua kebutuhan kamu selama di sana belum?
Jangan lupa bawa mukena dan juga sajadahnya. Senang senang boleh, tapi jangan sampai ibadah di lupakan." sahut pak Wardoyo dengan menatap tegas ke arah putrinya.
"Siap, ayah!
Nita akan selalu ingat nasehat ayah kok, ayah tenang saja. Insyaallah semua sudah siap, lagian cuma tiga hari kok liburannya." sahut Anita dengan memamerkan gigi putihnya.
"Ayah cuma gak mau, kalau anak Ayah salah jalan apa lagi sampai lupa dengan kewajibannya. Kamu ini anak perempuan satu satunya ayah dan bunda, harus pintar jaga diri, dan menjaga kehormatan keluarga. Paham ya, nak?" balas pak Wardoyo penuh kasih sayang dan Bu Dini hanya tersenyum bahagia melihat kedekatan suami dan putrinya.
"Asalamualaikum." terdengar suara Geri memasuki rumah dan langkahnya terdengar begitu dekat.
Geri menyalimi ayah dan bundanya, tak lupa juga Anita yang langsung mengambil tangan kakaknya dan menyalaminya sopan.
"Kok kak Geri jam segini baru pulang?
Hayo, habis pacaran ya?" ledek Anita membuat Geri bersungut kesal.
"Apaan sih kamu dek, nggak lah. Mikir pelajaran saja bikin pusing, kok pacaran!" sungut Geri yang langsung masuk ke dalam kamarnya.
"Kamu itu loh, Nit! kok suka banget godain mas mu!" sahut Bu Dini sambil menggelengkan kepalanya.
"Bund, Boni kok sekarang jarang mampir kesini, apa dia sedang sangat sibuk?" tanya pak Wardoyo pada istrinya, karena anak sulungnya sudah sangat jarang sekali mampir kerumahnya, semenjak Boni memiliki hunian sendiri.
"Mungkin dia ingin mandiri dan ya itu, lagi banyak kerjaan. Biar nanti bunda telpon ke Boni." sahut Bu Dini lembut sambil mengulas senyum tipis. Meskipun hatinya mendadak cemas, takut kalau suaminya tau seperti apa kelakuan Boni di luar sana.
"Akhir akhir ini, ayah gak sengaja dengar desas desus soal Boni dari para pekerja di kebun.
Katanya Boni sering membawa wanita kerumahnya dan juga sering mabuk mabukan. Apa bunda sudah tau kabar tersebut?
Ayah jadi kepikiran." sahut pak Wardoyo sambil membuang nafasnya kasar.
"Baiknya kita langsung tanyakan saja sama Boni, yah!
Gak baik menduga duga begitu." balas Bu Dini, yang mulai merasa cemas dengan kelakuan anak sulungnya dan khawatir kalau sampai suaminya tau, pasti akan ada masalah besar dalam keluarganya, karena pak Wardoyo sangat tegas dalam mendidik anak anaknya.
"Aku akan menyelidiki sendiri, karena tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api.
Aku akan membuat Boni menyesal kalau sampai berita itu benar." pak Wardoyo bicara sangat tegas dengan nada yang ditekan, membuat Bu Dini semakin cemas. Sedangkan Anita hanya diam menyimak obrolan ayah bundanya, meskipun Anita sudah tau seperti apa kelakuan kakaknya di luar sana. Anita lebih memilih diam, karena tidak mau ikut campur dan terjadi masalah antara dirinya dan Boni.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
Keesokan harinya, pukul sepuluh pagi Bu Dini pergi menemui Boni dirumahnya.
"Boni! Buka pintunya!
Boni!" Bu Dini menggedor gedor pintu rumah anak sulungnya, Bu dini yakin Boni ada di dalam, karena mobilnya masih terlihat ada di garasi.
"Apaan sih, bund! pagi pagi bunda sudah teriak teriak." sungut Boni sambil membuka pintu rumahnya.
Bu Dini tercengang dengan mata melotot, melihat rumah Boni yang berantakan. Dan lebih parahnya ada seorang wanita dengan pakaian yang tidak sopan tengah tertidur di sofa.
"Astagfirullah, Boni!
Kamu benar benar gila ya, astagfirullah!
Bunda harus bagaimana membuat kamu sadar, nak? Ini dosa, ya Alloh!" Bu Dini mengusap wajahnya kasar dan menggelengkan kepalanya, makin hari tingkah Boni makin ngawur.
"Bunda kayak gak tau anak muda saja.
Sudah lah Bund, Boni tau apa yang harus Boni lakukan." sungut Boni tak suka melihat ekspresi bundanya yang dinilai berlebihan.
"Kamu harus akhiri sikap kamu ini, Bon!
Ayah kamu sudah mulai curiga, warga sering ngomongin kelakuanmu ini. Kamu tau sendiri seperti apa kalau ayahmu sudah marah. Tolong berhenti berbuat semau kamu. Lebih baik kamu menikah, biar ada yang urus kamu, dan kamu tidak semakin salah arah seperti ini." sahut Bu dini emosi dengan sikap anaknya.
Lalu dengan kasar membangunkan gadis yang tengah tertidur pulas di sofa.
"Bangun! Bangun kamu!" Bu Dini mengguncang tubuh Amira kasar, hingga membuat gadis cantik dengan tubuh mulus itu terbangun.
Melihat Bu Dini bersedekap dada di hadapannya, Amira langsung mengubah posisinya, membenahi rok pendeknya dan duduk dengan wajah menunduk.
"Apa kamu tidak di cari orang tuamu, saat tidak pulang kerumah?
Dan apa kamu gak malu berpakaian seperti ini, hmm?" tanya Bu Dini dengan nada dingin dan tatapan tajamnya. Membuat Amira tak bisa berkata apa apa.
"Sudahlah, bunda!
Amira itu pacarku, aku yang minta dia tidur disini.
Lagian aku juga ingin menikahinya." sahut Boni dengan yakinnya, membuat Bu Dini memijat pelipisnya, kepalanya pusing memikirkan kelakuan sang anak.
"Apa kamu sudah pikir matang matang, mau menikahi perempuan ini?
Lihat, pakaian nya saja seperti ini, apa kata ayahmu nanti?
Bunda gak habis pikir, kenapa seleramu perempuan yang gak punya malu begini!" sungut Bu Dini, tak terima anaknya mau menikahi perempuan yang kini ada dihadapannya.
"Amira cantik bund, dia juga seksi.
Dan dia juga dari keluarga baik baik. Papanya seorang PNS kok." bela Boni dengan bangganya, sedangkan Amira memilih diam namun batinnya terus mencaci calon ibu mertuanya.
"Awas saja, kalau aku sudah jadi istri mas Boni, akan aku buat dia lupa keluarganya. Dasar wanita tua sombong!" batin Amira kesal namun pura pura lemah dan takut di hadapan ibu kekasihnya.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.
#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)
#Cinta dalam ikatan Takdir (ongoing)
#Coretan pena Hawa (ongoing)
#Cinta suamiku untuk wanita lain (ongoing)
#Sekar Arumi (ongoing)
#Wanita kedua (Tamat)
#Kasih sayang yang salah (Tamat)
#Cinta berbalut Nafsu ( ongoing )
New karya :
#Karena warisan Anakku mati di tanganku
#Ayahku lebih memilih wanita Lain
Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.
Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Diana Susanti
cus nih
2023-03-02
1