Memaksa Restu

Memaksa Restu

Bab 1

"Ma! Tolonglah, Ma! Tolong restui hubungan Rani sama Mas Rio!" Rani kembali memohon restu untuk yang kesekian kali pada mamanya.

"Mama kan udah bilang berkali-kali sama kamu. Mama nggak setuju kalau kamu punya hubungan sama Rio. Apalagi kalau sampai ke jenjang yang lebih serius. Mama tau gimana kelakuan Rio itu! Bener-bener nggak bisa dipercaya. Pokoknya Mama nggak setuju kalau kamu sama Rio!" Untuk kesekian kalinya juga, Laras - Ibu dari Rani menolak keras permohonan putri bungsunya itu.

"Tapi kenapa, Ma? Apa alasannya? Mas Rio baik, bertanggung jawab, dia juga setia. Selama sama aku juga dia nggak pernah macem-macem, Ma. Emang bener, kalau Mas Rio itu bukanlah pegawai yang terpandang. Dia memang cuma karyawan pabrik biasa. Tapi apa salahnya, Ma? Kenapa Mama seperti menganggap Mas Rio itu sangat buruk?" Rani masih tetap saja bersikeras membela Rio yang baru dekat dengannya beberapa bulan yang lalu.

"Karena mama mau yang terbaik buat kamu, Ran! Mama nggak mau kamu bernasib sama seperti Dewi, kakak kamu itu. Dewi bener-bener udah buat Mama kecewa. Udah dibiayai sekolah susah-susah. Malah pilih jadi istri simpanan. Coba aja kalau dia mau sekolah yang bener, kuliah yang pinter, sampai selesai. Pasti dia sekarang udah dapat kerjaan yang bagus, bisa juga cari suami yang masih seumuran, yang masih lajang. Mama bener-bener nggak habis pikir sama jalan pikiran dia!" Mama Laras mulai lagi membahas Dewi, kakaknya Rani yang menjadi istri kedua bapak-bapak yang sepatutnya jadi bapaknya itu.

"Tapi Rani beda, Ma! Rani udah lulus kuliah, udah dapet kerja juga. Trus, Mas Rio juga masih muda, seumuran, masih lajang. Trus apa lagi masalahnya, Ma? Kan udah sesuai dengan keinginan Mama?" Rani tetap saja ngotot, minta restu dari mamanya.

"Kamu itu kenapa sih, Ran? Kamu udah terlalu dibutakan oleh cinta. Jadi kamu nggak bisa, membedakan mana yang setia mana yang tidak! Kamu nggak tau kan? Rio itu suka jalan sama perempuan lain?" Laras tak mau kalah.

"Mama tau darimana? Mama nggak lagi fitnah Mas Rio, 'kan?" Rani justru bertanya menyelidik.

"Astaga, Rani! Kok kamu malah nuduh Mama fitnah Rio sih? Mama itu pernah lihat sendiri! Dia jalan sama perempuan lain. Dan nggak mungkin kalau itu adalah saudaranya. Kalau cuma saudaranya, nggak mungkin pakai pegangan tangan, gandengan tangan. Tertawa-tertawa mesra sambil jalan. Nggak mungkin!" Laras meyakinkan Rani kalau Rio bukan pria yang baik untuknya.

"Kapan, Ma? Mungkin waktu itu emang Mas Rio belum kenal dekat sama Rani! Ada buktinya, Ma? Jaman sekarang, orang bisa ngomong apa saja, Ma. Tapi kalau nggak ada bukti, itu namanya hoax!" Rani kembali menentang mamanya.

"Astaga! Kamu itu anak Mama apa bukan sih? Kok lebih percaya sama lelaki yang baru kamu kenal, daripada sama Mama kamu sendiri? Mama lho yang udah mengandung, melahirkan, menyusui, dan membesarkan kamu sampai sekarang! Padahal Mama cuma mau kamu mendapat yang terbaik. Dan Mama yakin kalau Rio itu bukan pria yang baik, Ran! Tapi ternyata sikapmu jadi seperti ini. Apa ini bentuk baktimu sama Mama?" Laras bangkit dari sofa empuk yang sedari tadi ia duduki dengan nyaman.

"Bukan gitu maksud Rani, Ma!"

"Udah! Nggak usah bicara lagi sama Mama! Kalau cuma bahas soal Rio lagi dan lagi!"

Laras berjalan meninggalkan Rani yang masih duduk termenung di sofa ruang keluarga itu. Namun setelah beberapa langkah, Laras menghentikan langkah, membalikkan badan dan kembali berkata pada Rani.

"Asal kamu tau, Ran. Mama lebih setuju kalau kamu menikah sama Kevin, mantan yang kamu sia-siakan itu!"

Seketika itu juga, Rani mendongakkan kepalanya. Hendak protes. Tapi Mamanya sudah kembali melangkahkan kaki, meninggalkan dirinya.

"Apaan sih, Mama itu! Jelas-jelas aku sama Kevin udah putus! Masih aja dibahas! Lagian Kevin itu juga tukang selingkuh! Modal tampang aja belagu gitu! Mama aja yang nggak tau! Kalau Mas Rio kan beda, meskipun nggak terlalu tampan, tapi setidaknya itu nggak buat dia jadi merasa ganteng. Jadi nggak bakalan ada acara selingkuhin aku! Dia aja beruntung banget, udah punya aku!" Rani mendengus kesal.

Tiba-tiba dari belakang terdengar suara laki-laki.

"Ada apa sih, Ran? Siang-siang panas gini kok ribut-ribut? Ganggu orang tidur aja!"

"Itu, Mas! Mama susah banget dimintai restu. Pakai acara fitnah Mas Rio pula! Lagian apa sih masalahnya kalau aku nikah sama Mas Rio? Emang, dia cuma karyawan pabrik biasa. Tapi kan yang penting dia kerja, dan mau bertanggung jawab. Nggak harus kan perawat dapat suami dokter, atau sesama perawat, atau polisi, atau angkatan lainnya? Apa salahnya kalau perawat dapat suami karyawan pabrik?" Rani masih saja menganggap kalau Laras tidak setuju hubungannya dengan Rio hanya karena pekerjaan dan status sosial.

"Ran, wajarlah kalau Mama pengen kamu dapat suami yang terbaik. Mama itu nggak pengen kalau nasib kamu sama seperti Dewi. Jadi istri kedua dari om-om yang doyan daun muda. Akhirnya pernikahannya nggak pernah tenang. Selalu saja dapat masalah kan?" Fajar mencoba membuka mata hati dari Rani. Karena saudara mereka berdua, Dewi - adik dari Fajar, dan kakak dari Rani, mengalami nasib buruk dalam rumah tangganya.

"Tapi Mas Rio bukan om-om yang suka daun muda, Mas! Kami berdua seumuran. Jadi nggak bisa disamakan gitu dong!" Rani kembali protes.

"Bukan menyamakan. Tapi cuma pengen kamu lebih hati-hati. Jadi nggak salah pilih. Kamu tau kan, setelah Papa meninggal, Mama susah payah membesarkan kita bertiga sendirian? Tanpa bantuan siapapun, termasuk keluarga Mama atau Papa? Jadi tolong lah, kamu mengerti bagaimana perasaan Mama! Wajar kan, kalau Mama nggak mau anak-anaknya salah pilih?"

Rani hanya diam saja. Tidak bisa menjawab perkataan dari kakak pertamanya itu.

"Kamu tau kan, betapa kecewanya Mama, saat tau, si Dewi ternyata diam-diam udah jadi istri orang? Ngakunya sibuk sama urusan kuliah, nggak pernah pulang. Nyatanya udah jadi simpanan om-om dan udah hamil di luar nikah! Kamu harusnya tau, betapa kecewanya Mama! Bukan cuma kecewa sama Dewi, tapi juga kecewa sama diri sendiri. Karena tidak bisa mengawasi pergaulan Dewi, sampai akhirnya dia memilih jalan yang salah seperti itu. Kamu tau itu 'kan? Kamu bisa ngerti nggak sih?" Fajar kembali memberondong Rani dengan pemikiran-pemikiran yang masuk akal sebenarnya. Tapi bagi orang yang sedang dimabuk cinta, tetap saja sulit diterima.

"Entahlah. Aku capek! Minta restu baik-baik nggak pernah diterima. Justru orang yang jelas-jelas udah menyakiti hatiku aja, malah Mama harap-harapkan. Apa karena dia punya tampang yang lebih ganteng? Punya pekerjaan yang lebih mapan? Jadi Mama terobsesi banget, menjodohkan aku sama Kevin!" Rani masih saja berspekulasi.

"Bodo amat lah, kalau kamu tetep keras kepala. Terserah! Kalau ada apa-apa, kamu tanggung aja sendiri akibatnya. Mas nggak mau ikut-ikutan lah!" Fajar melengos pergi, meninggalkan Rani yang masih tetap duduk di sofa ruang keluarga itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!