"Apaan sih, Mama sama Mas Fajar sama aja! Trus aku harus gimana? Aku udah terlanjur cinta sama Mas Rio. Kenapa nggak dari dulu aja, menolak aku pacaran sama Mas Rio? Kenapa baru sekarang, saat kami sudah pengen menjalin hubungan yang lebih serius? Harusnya Mama kalau nggak setuju itu ya dari dulu pas pertama kali aku kenalin Mas Rio sama Mama, 'kan?" Rani mengomel sendiri.
Tiba-tiba saja ponsel Rani berdering. Rani yang nggak mood hanya melihat sekilas, siapa yang memanggilnya siang-siang begini. Namun saat melihat nama yang terpampang di layar ponselnya, seketika wajah Rani menjadi sumringah kembali. Dia merapikan poni dan rambut panjangnya yang tergerai. Bersiap menerima panggilan video yang sedari tadi minta segera ditanggapi.
Rani segera memencet tombol warna hijau yang disediakan di layar ponsel miliknya. Dan sedetik kemudian, sudah muncul gambar Rio yang sedang tersenyum dengan menawan. Setidaknya begitu menurut pandangan Rani.
"Halo, Mas." Sapa Rani terlebih dulu.
"Halo, Sayang. Kenapa lama banget angkatnya, sih? Aku udah kangen banget, tau!" Rio mengomel manja di seberang sana.
"Iya, maaf, Mas. Soalnya tadi nggak denger kalau HPnya bunyi." Jawab Rani bohong.
"Ohh, yaudah deh nggak papa kalau gitu. Kamu lagi apa? Udah makan belum?" Rio melemparkan pertanyaan khas orang-orang yang sedang dimabuk asmara.
"Belum, Mas. Lagi nggak mood makan." Jawab Rani sambil memonyongkan bibir mungilnya.
"Loh kenapa? Nanti kalau kamu sakit gimana? Nanti siapa yang rawat pasien kamu, kalau perawatnya aja sakit?" Goda Rio sambil tersenyum.
"Habisnya sebel!"
"Sebel kenapa sih? Sebel sama siapa? Sini cerita!"
"Sebentar, Mas! Aku pindah ke kamar dulu ya."
"Oke."
Rani melenggang pergi, meninggalkan ruang keluarga. Berjalan cepat menuju kamarnya yang ada di bagian belakang rumah berlantai satu itu.
Setelah masuk kamar, Rani segera menutup dan mengunci pintu kamarnya. Tidak mau kalau ada yang tiba-tiba masuk. Kemudian Rani segera merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk, lalu segera berbicara lagi dengan Rio, melalui ponselnya.
"Halo, Mas." Sapanya lagi.
"Halo, gimana, udah?"
"Udah."
"Jadi gimana ceritanya? Kamu sebel sama siapa dan kenapa?" Rio mengulang pertanyaannya.
"Sebel sama Mama, sama Mas Fajar juga!" Rani mendengus kesal.
"Kenapa sih emangnya? Kalian ada masalah?"
"Ya gimana ya. Aku nggak enak ngomongnya sama kamu sebenernya."
"Udah nggak papa, ngomong aja. Kenapa sih? Nanti kalau cerita kan jadi lega."
"Jadi gini, Mas. Sebenernya Mama sama Mas Fajar itu nggak suka sama hubungan kita. Aku udah berkali-kali minta Mama untuk merestui hubungan kita. Tapi sampai tadi, tetep aja Mama nggak mau merestui!"
"Loh, emangnya kenapa? Aku kira semua baik-baik aja. Kok kamu nggak pernah bilang sejak kemarin-kemarin? Kalau emang Mama kamu nggak kasih restu kan ya udah, kita nggak usah sampai sejauh ini. Tapi kenapa baru bilang sekarang? Saat kita udah terlanjur dekat, terlanjur nyaman satu sama lain?" Rio juga tidak menyangka kalau ternyata hubungan mereka tidak direstui orang tua dari Rani.
"Maaf, Mas. Itu salahku. Aku sebenernya masih berharap kalau suatu saat Mama akan berubah pikiran. Jadi aku sengaja sembunyiin ini semua dari kamu, Mas." Rani jadi merasa bersalah. Karena selama ini, dia memendam rahasia ini sendirian.
"Trus sekarang mau gimana? Kita mau udahan aja? Apa mau gimana? Terserah kamu aja deh."
Rani terkejut dengan jawaban Rio yang tidak sesuai dengan harapannya. Dia pikir, Rio akan bersikukuh, berusaha bagaimana caranya meyakinkan Mama Laras, supaya memberi restu. Tapi ternyata dia justru terkesan menyerah begitu saja.
"Kamu kok ngomongnya gitu sih, Mas? Aku berjuang mati-matian buat dapetin restu dari Mamaku, lho. Kok kamu malah mau nyerah gitu aja sih? Harusnya kamu juga bantu, meyakinkan Mamaku. Bukannya menyerah seperti ini. Kamu itu sebenernya cinta sama aku apa enggak sih?!" Rio juga jadi sasaran kejengkelan Rani.
"Bukan gitu. maksudku! Aku juga cinta sama kamu. Aku udah terlanjur nyaman banget sama kamu." Wajah Rio memelas.
"Kalau kamu emang cinta sama aku, kamu berjuang juga dong, Mas! Gimana caranya biar kita bisa dapat restu dari Mamaku." Tuntut Rani.
"Oke, maaf ya sayang. Aku akan berusaha, bagaimanapun caranya, supaya bisa mendapat restu dari Mama kamu. Aku janji!" Rio berucap dengan sangat meyakinkan. Membuat Rani tersenyum kembali.
"Makasih banget ya, Mas. Aku jadi lega kalau seperti ini. Setidaknya kita sama-sama berjuang. Bukan cuma aku aja yang berjuang."
"Iya sayangku. Kamu tenang aja ya!"
"Iya, Mas. Oh ya, Mas. Aku mau tanya juga deh,"
"Tanya Apa?"
"Kalau keluarga kamu gimana? Setuju nggak kalau kamu punya hubungan yang serius sama aku?"
Rio nampak berpikir sejenak.
"Ya setuju banget lah, siapa juga yang nggak setuju, anaknya mau menikah sama kamu. Udah cantik, baik, perawat lagi. Jadi kan kalau suatu saat lagi sakit, nggak bingung-bingung lagi. Tinggal tanya aja, apa obatnya, gimana cara sembuhinnya dan lain-lain. Jadi ya Bapak sama Ibu setuju banget sih aku sama kamu."
"Beneran, Mas? Syukurlah kalau gitu, Aku seneng banget dengernya." Rani tersenyum lebih lebar.
"Iya, beneran. Kamu kan udah pernah aku kenalin sama Bapak dan Ibu aku, kan? Gimana tanggapan mereka sama kamu? Ada tanda-tanda nggak suka gitu sama kamu?"
"Enggak sih, Mas. Mereka menyambutku dengan ramah dan baik banget. Tapi kan nggak menjamin kalau dibelakangku, Mas. Contohnya aja mamaku sendiri. Mamaku juga awalnya ketemu kamu kan seneng banget? Ramah banget juga. Tapi ternyata semakin kesini, ketahuan aslinya. Ternyata diam-diam nggak setuju kalau aku berhubungan sama kamu." Rani kembali membahas mamanya.
"Iya juga sih, tapi sebenernya kenapa mamamu nggak setuju? Apa karena aku nggak ganteng-ganteng banget? Kayaknya enggak deh. Kan kamu yang mau nikah sama aku, bukan mama kamu. Jadi nggak penting tampang pas-pasan gini, yang penting kamu suka sama aku kan?" Rio bertanya tapi dijawab sendiri. Membuat Rani tertawa kecil.
"Kamu ini, Mas. Ada-ada aja deh!"
"Lah iya, kan? Atau karena aku bukan dari keluarga yang berada? Karena aku cuma buruh di pabrik? Bukan kalangan perawat sepertimu? Yang biasanya dapet suaminya polisi, atau tentara, atau sesama perawat juga? Apa itu yang mama kamu mau?" Rio kembali menebak alasan Mama Laras tidak merestui hubungan mereka berdua.
Rani berpikir sejenak. Apakah dia harus mengatakan alasan yang sebenarnya? Tapi bagaimana kalau membuat hubungan mereka jadi rusak? Rani belum siap kalau itu terjadi. Ia sudah terlanjur cinta sama Rio! Dia tidak mau sampai kehilangan Rio!
Pada akhirnya, Rani memilih untuk bungkam. Tidak mengatakan hal yang membuat Mama Laras tidak menyetujui hubungan mereka berdua.
"Entahlah, Mas. Padahal kan dalam hubungan pernikahan itu, yang penting saling cinta, juga saling bertanggungjawab, 'kan? Toh uang bisa dicari. Kalau masalah cinta itu yang susah. Pokoknya aku tetep mau berjuang mendapat restu dari mamaku. Kamu mau kan, berjuang bersamaku, Mas?"
"Iya, aku mau kok. Kamu tenang aja! Nanti aku pikirkan gimana caranya biar dapat restu dari mama kamu. Apapun caranya, kamu bakalan setuju kan?"
Rani mengangguk mantap.
"Iya, Mas. Aku setuju. Apapun caranya, yang penting kita berdua bisa dapat restu dan menikah."
Rio tersenyum. Namun ada senyum yang terasa janggal, yang tidak Rani sadari. Karena bagi Rani, Rio adalah segalanya. Mendengar tekad dari Rio untuk mempertahankan dan memperjuangkan hubungan mereka saja sudah membuat Rani berbunga-bunga.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments