Rani terbangun saat cahaya matahari menyilaukan, masuk dari celah gorden. Ia memicingkan mata, kemudian menutup matanya dengan punggung telapak tangannya, berusaha menghalangi silaunya cahaya matahari.
"Selamat pagi, Sayang!" Sapa Rio yang sudah duduk di sudut kamar itu, sambil menikmati kopi yang ia seduh sendiri. Kopi yang disediakan oleh pihak hotel, sebagai salah satu fasilitas kamar.
Mendengar sapaan Rio, membuat Rani membelalakkan mata. Ia segera bangun dan duduk.
"Mas?" Rani memandang Rio dengan kaget. Kenapa dia bisa ada di dalam ruangan bersama pacarnya itu? Pikir Rani.
Mendengar sapaan dari Rani, Rio hanya tersenyum.
"Kamu udah bangun? Gimana? Kamu tidur nyenyak? Mimpi indah?" Rio memberondong Rani dengan pertanyaan basa-basi.
Rani yang masih dalam kondisi bingung, mencoba mencerna situasi yang ada saat ini. Rani memandang berkeliling. Dia berada di ruangan yang tidak dikenali, bersama pacarnya. Sepagi ini? Atau sudah siang? Entahlah, Rani masih merasa bingung. Kemudian ia baru menyadari sesuatu yang janggal pada dirinya.
Rani melihat tubuhnya, melongok selimut yang dia kenakan. Dan ternyata tubuhnya tidak mengenakan sehelai benangpun. Sedetik kemudian, dia juga merasakan perih di bawah sana. Rani melihat lebih teliti. Benar saja. Ada beberapa bercak darah di atas sprei berwarna putih itu.
"AAAAA!"
Rani berteriak sekencang-kencangnya. Menyadari kemungkinan yang sudah terjadi pada dirinya. Sejenak kemudian, ia mulai menangis sejadi-jadinya. Tubuhnya gemetar dan air matanya menganak sungai.
Rio berjalan mendekati kekasihnya itu, berusaha memeluk Rani, mencoba menenangkan. Meskipun justru mendapat respon negatif dari Rani.
"Jangan sentuh aku, Mas!" Rani menghindar, sambil terus menutupi tubuhnya dengan selimut.
"Sayang...." Rio masih terus berusaha menenangkan Rani, mencoba merengkuh pundaknya.
"Apa yang sudah kamu lakukan sama aku, Mas? Kenapa kamu tega banget sama aku? Kenapa, Mas? Kenapa?" Rani masih tidak bisa menerima kenyataan. Tangisnya semakin kencang.
Rio hanya terdiam, tidak merespon. Karena dia berpikir, Rani akan baik-baik saja. Toh, bukankah dia sendiri yang meminta kepadanya, untuk melakukan cara apapun agar mendapat restu dari mamanya?
"Jahat kamu, Mas! Tega-teganya kamu menodai kesucianku! Apa maksudmu, Mas? Kenapa kamu berbuat seperti ini kepadaku? Apa salahku, Mas?" Rani masih tidak bisa menerima kenyataan. Sambil menangis, dia terus menerus menyalahkan Rio.
"Mas cuma melakukan apa yang kamu suruh waktu itu." Rio membela diri.
"Aku menyuruh kamu apa, Mas? Apa pernah aku menyuruh kamu melakukan hal ini kepadaku? Apa kamu pikir aku orang yang nggak waras? Sampai meminta kamu melakukan hal yang sangat hina ini kepadaku?" Tentu saja Rani tidak terima disalahkan atas kejadian ini. Dialah korbannya di sini. Kenapa bisa Rio justru mengatakan bahwa Rani yang meminta dia melakukan hal itu pada Rani?
"Apa kamu lupa? Kamu sendiri yang bilang sama aku. Lakukan apapun, supaya mamamu bisa memberi restu untuk hubungan kita, 'kan? Apapun usahaku, kamu akan mendukung, asalkan mamamu mau menyetujui hubungan kita, kan? Apa kamu lupa hal itu?" Rio tetap saja menyalahkan Rani yang mendasari dirinya berbuat hal hina seperti itu.
Rani tercengang mendengar pembelaan dari pacarnya itu.
"Jadi, kamu menyalahkan aku, Mas? Aku memang meminta kamu berusaha untuk membuat mamaku jadi merestui hubungan kita. Tapi bukan seperti ini caranya, Mas! Apa kamu pikir, dengan kejadian ini, Mama jadi memberi restu untuk kita? Kenapa kamu berpikir sangat naif seperti itu, Mas? Picik sekali kamu! Ternyata bener apa ya yang dikatakan mamaku. Kamu bukan orang yang baik! Aku salah, percaya banget sama kamu, Mas! Aku salah, membela kamu mati-matian di depan mamaku. Dan ternyata, ini balasanmu, Mas? Kamu bener-bener keterlaluan!" Tangisan Rani kini berubah menjadi amarah yang luar biasa.
"Ya kamu jangan nyalahin aku gitu, dong! Aku juga nggak bakalan melakukan ini, kalau kamu nggak merengek memintaku berusaha supaya mamamu menyetujui hubungan kita!" Rio kembali membela diri.
"Lebih baik sekarang kamu pergi, Mas! PERGII!"
Rani sudah kehilangan kesabaran. Dia tidak tau lagi akan berbuat apa, yang jelas saat ini, dia hanya tidak mau melihat wajah Rio lagi. Cinta yang membara di hatinya, mendadak padam, tak bersisa berubah menjadi kebencian yang luar biasa.
Mendengar Rani mengusir dirinya, membuat amarah Rio memuncak. Namun dia masih menahan diri untuk tidak bermain tangan dengan Rani.
"Oh! Jadi kamu mau aku pergi? Oke! Aku bakalan tinggalin kamu. Dan jangan pernah merengek minta kembali! Dan jangan menyesal, kalau video permainan panas kita tadi malam, akan aku sebar!" Rio justru mengancam Rani dengan hal yang tak terduga.
"Apa?"
Rani kembali membelalakkan mata. Dia tidak menyangka kalau Rio benar-benar tega akan melakukan hal itu pada dirinya.
"Kamu pikir aku bodoh? Aku udah merencanakan semuanya dengan matang. Termasuk sikap kamu yang seperti ini. Aku sudah mempersiapkan semuanya, Sayang! Jadi, jangan main-main sama aku!" Rio membelai wajah Rani yang masih terduduk kaku.
Senyum sinis muncul di wajah Rio. Terlihat sangat menyeramkan bagi Rani yang tidak tau sisi buruk Rio selama ini.
"Bagaimana? Masih mau bertingkah seperti ini? Atau, kamu akan lebih menyesal lagi?" Rio tersenyum mengejek penuh kemenangan.
"Kalau aku sih nggak masalah, hilang keperjakaan juga nggak ada yang tau. Kalau kamu? Siapa yang mau menerima perempuan yang sudah jadi bekas, hah?! Nggak bakalan ada! Atau, kamu akan membohongi laki-laki yang akan mendekatimu? Mengatakan kalau kamu masih suci? Trus, apa yang akan dia lakukan, kalau ternyata dia sudah tidak bisa membuktikan kesucianmu? Karena memang sudah kurenggut malam tadi?" Senyum Rio semakin lebar. Senyum penuh kemenangan yang terlihat sangat menyeramkan bagi Rani.
"Tapi itu sih terserah kamu. Aku juga nggak bakalan memohon-mohon sama kamu untuk tetap bersamaku. Masih banyak perempuan lain yang mau sama aku. Toh mereka juga nggak bakalan tau, kalau aku sudah pernah mencobamu!" Sekali lagi, Rio tersenyum puas. Dia benar-benar merasa menang, membuat Rani tidak bisa berkutik. Berada diposisi paling mengerikan, bagi setiap perempuan yang mati-matian menjaga kehormatan diri dan hanya akan menyerahkan pada suaminya seorang.
"Kalau aku jadi kamu, aku akan tetap mempertahankan hubungan ini. Apalagi kalau kamu sampai hamil. Siapa yang mau memperistri orang yang hamil di luar nikah? Nggak akan ada! Dan yang pasti, bukan cuma nama baik kamu yang tercemar. Tapi juga seluruh anggota keluargamu. Mamamu akan dicap sebagai orang tua yang nggak becus mendidik anak perempuannya! Karena dua anak perempuannya sama saja! Nggak bisa menjaga kehormatan dirinya!" Rio semakin menjadi-jadi. Membuat Rani semakin frustasi.
"Sudah! Cukup, Mas! Jangan bicara apa-apa lagi! Cukup!" Rani menutup kedua telinganya dengan kedua telapak tangannya. Dia kembali menangis sejadi-jadinya. Membayangkan apa yang akan dia katakan pada mamanya? Apa yang akan dia katakan pada kakak lelakinya? Bagaimana respon mereka? Berbagai macam pikiran buruk berkecamuk dalam benak Rani. Hingga akhirnya, yang bisa ia lakukan hanya menangis.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments