Bab 5

Rio merengkuh Rani dalam pelukannya. Membiarkan kekasihnya menangis di dalam pelukannya.

"Kamu tenang aja ya, Sayang! Aku bakalan tanggung jawab atas semua perbuatan kita ini. Aku nggak bakalan ninggalin kamu. Jadi kamu tenang saja ya! Tidak usah berpikir yang macem-macem tentang aku!" Ucap Rio sambil mengusap-usap kepala Rani.

"Tapi gimana sama mamaku, Mas? Gimana sama Mas Fajar? Mereka pasti akan sangat marah sama kamu, sama aku juga. Aku harus gimana, Mas? Apa mereka akan merestui kita? Atau mereka malah akan mengusir kita berdua?" Rani masih terus mencemaskan apa yang akan terjadi pada mereka berdua.

"Kita hadapi semuanya sama-sama. Kalau mereka marah, kita dengarkan sama-sama. Kalau mereka mengusir kita, kita pergi sama-sama. Pokoknya kamu tenang aja! Aku bakalan tetap ada untukmu." Lagi-lagi Rio menenangkan Rani.

"Kamu janji ya, Mas!"

"Iya, aku janji!"

Entah apa yang ada dalam pikiran Rani, kenapa dia tetap saja mau dengan Rio yang jelas-jelas sudah merusak dirinya. Bukankah itu sudah menjadi tanda bahwa Rio bukan orang yang baik? Rani dengan mudahnya dia memaafkan dan mempercayai Rio kembali. Atau karena memeng dia sudah tidak punya pilihan lain?

***

Setelah merasa lebih tenang, Rani memutuskan untuk mandi. Membersihkan dirinya yang terasa sangat berbeda hari ini. Dia merasa dirinya sangat kotor, sekotor-kotornya. Rani membiarkan tubuhnya berada dalam guyuran air shower.

"Kenapa Mas Rio tega banget sama aku?" Rani kembali teringat dengan kejadian yang telah menimpanya. Air matanya kembali menetes. Hal paling berharga pada dirinya telah terenggut oleh orang yang amat dia cintai. Meski demikian, tetap saja itu belum menjadi haknya kan? Dan bukan atas dasar suka sama suka, karena Rani tidak sadar melakukan hal itu.

"Mas Rio itu sebenarnya beneran cinta sama aku apa enggak sih? Kalau emang dia beneran cinta, bukankah seharusnya dia menjaga kehormatanku? Tapi yang dia lakukan justru sebaliknya! Apa dia layak menjadi suamiku? Tapi mau bagaimana? Nasi sudah menjadi bubur, kalau aku memutuskan Mas Rio, justru aku yang sangat rugi kan? Aku harus bagaimana ini?" Rani terus bergumam, berbagai macam pikiran berkecamuk dalam benaknya.

"Harusnya ini menjadi hal yang menyenangkan, kalau saja aku sudah menjadi istri Mas Rio. Tapi ternyata, hal yang menyenangkan menjadi sangat menyedihkan, kalau dilakukan disaat yang tidak tepat. Apa Mas Rio tidak memikirkan hal ini? Kenapa dia berpikiran sempit sekali?"

Rani masih saja berpikir banyak hal, sampai terdengar suara pintu kamar mandi diketuk.

"Sayang! Kamu nggak papa, 'kan? Kok lama banget nggak keluar-keluar?" Terdengar suara Rio dari luar kamar mandi.

Meskipun masih jengkel juga marah, tapi Rani tidak bisa bersikap cuek terhadap orang yang amat ia cintai itu.

"Ya, Mas. Bentar lagi aku keluar." Jawab Rani pada akhirnya.

"Jangan lama-lama mandinya! Nanti kamu bisa sakit. Aku nggak mau kalau kamu sakit. Nanti siapa yang merawat pasien kamu?" Rio kembali membuat hati Rani merasa nyaman. Perhatian yang dia berikan, menjadi candu tersendiri bagi Rani.

"Iya, Mas." Jawab Rani singkat.

Rani mengikuti perintah dari Rio. Dia segera menyelesaikan mandi besarnya. Dia melalaikan ibadah wajibnya pagi ini. Rani mengambil air wudhu, tapi kemudian membatalkannya.

"Apa Tuhan masih mau menerima ibadahku? Sedangkan aku sudah melakukan dosa yang amat besar! Meskipun tanpa kusadari, tapi tetap saja, aku ikut bersalah dalam hal ini." Rani mengusap wajahnya kasar. Berkali-kali mencuci mukanya, berharap pikirannya bisa jernih lagi. Meskipun hasilnya tetap saja nihil.

Akhirnya Rani memutuskan untuk tidak menjalankan ibadah wajib yang sudah terlambat juga jika akan dikerjakan. Karena matahari sudah tinggi. Rani juga masih belum tau, sampai kapan dia akan meninggalkan ibadah wajibnya itu. Dia merasa benar-benar tidak pantas untuk kembali bersujud dan meminta ampunan dari Tuhannya.

Rani keluar dari kamar mandi, ia mengenakan pakaian yang ia kenakan semalam, karena memang tidak ada baju ganti lagi. Rani mengeringkan rambut basahnya dengan handuk yang disediakan di kamar mandi hotel.

"Sayang! Kamu cantik sekali!" Rio kembali memberikan pujian kepada Rani, membuatnya tersipu malu.

"Gombal ah, Mas!"

"Beneran, aku nggak bohong. Ternyata kamu lebih cantik kalau dalam keadaan seperti ini. Terlihat segar, meski tanpa polesan. Aku nggak sabar, pengen lihat kamu seperti ini setiap pagi." Rio kembali melemparkan kata-kata manisnya, membuat Rani melambung tinggi.

"Kamu beneran bakalan nikahin aku, 'kan?" Rani bertanya lagi memastikan. Dia tidak mau kalau sampai seperti pepatah, habis manis sepah dibuang. Karena banyak kasus, perempuan ditinggal pacarnya setelah berhasil menodainya.

"Iya. Aku janji bakal nikahin kamu! Apapun yang terjadi!"Aku nggak bakalan ninggalin kamu. Biar modelanku seperti ini, tapi aku pria bertanggung jawab. Jadi, kamu tenang aja, Yang!" Rio berkata dengan mantap, membuat Rani menjadi benar-benar yakin terhadap Rio. Yakin bahwa Rio adalah jodoh yang tepat untuknya, dan dia tidak akan menyesal jika menikah dengan Rio, orang yang sangat dia cintai, selama beberapa bulan ini.

"Kalau Mama dan Mas Fajar marah sama aku, kamu bakal tetep nerima aku, 'kan?" Rani kembali bertanya penuh harap. Seperti perempuan pada umumnya, Rani juga selalu memastikan dan memastikan. Tidak mau jika ternyata pikiran dan perasaan pasangannya berubah.

"Iya sayangku. Kamu tenang aja, aku nggak bakalan ninggalin kamu!" Rio menatap wajah Rani lekat-lekat, berusaha meyakinkannya.

"Trimakasih banyak ya, Mas." Rani menghamburkan tubuhnya dalam pelukan Rio.

Rani merasakan kenyamanan yang luar biasa saat ini. Karena memang selama ini, tidak ada sosok laki-laki yang membuatnya nyaman. Papanya yang meninggal saat Rani masih kecil, dan kakak lelakinya yang cenderung bersikap kasar, membuatnya menjadi haus kasih sayang seorang laki-laki.

"Sama-sama, Sayang. Aku minta maaf, tadi sudah berkata kasar sama kamu. Tolong kamu jangan sakit hati, ya! Aku cuma nggak mau kalau sampai kehilangan kamu." Ucap Rio sambil mengusap-usap punggung kekasihnya itu.

"Iya, Mas. Semua udah terjadi. Mau menyesal juga sudah tidak bisa, yang penting kamu janji, akan selalu ada di sampingku. Meskipun nanti keluargaku menjauhiku, setidaknya aku masih punya kamu, Mas. Aku nggak tau lagi harus bersandar sama siapa, kalau bukan sama kamu?"

"Kamu tenang aja sayang, aku nggak akan pernah ninggalin kamu!"

Mereka berdua berpelukan erat dalam waktu yang cukup lama. Rani benar-benar merasakan kenayamanan saat berada di pelukan Rio, sehingga ia betah berlama-lama dalam posisi itu.

"Kita sarapan dulu yuk?" Ucap Rio pada akhirnya.

"Aku pengen pulang aja, Mas." Jawab Rani, melepaskan pelukannya.

"Kita sarapan aja dulu. Nggak lama kok. Kamu butuh tenaga untuk menghadapi mamamu nanti. Jangan sampai kamu malah pingsan saat menghadapi mamamu sendirian." Rio membujuk kekasihnya itu.

"Kamu nggak mau ngantar aku pulang, Mas? Katanya kita akan hadapi sama-sama? Kok kamu malah menyuruh aku menghadapi Mama sendirian? Gimana sih, Mas?"

Rio terhenyak kaget medengar ucapan Rani itu.

"Eh. Enggak. Bukan gitu maksudku!" Rio gelagapan harus menjawab apa. Karena sebenarnya dia memang tidak berniat untuk mengantar Rani pulang.

"Trus, gimana maksudmu?" Rani bersedekap dan mengangkat sebelah alisnya.

"Maksudku, kan nanti kalau kamu aku tinggal pulang, kamu bakalan menghadapi mamamu sendirian." Rio mencari-cari alasan, supaya tidak terlihat aslinya.

"Oh, gitu. Aku kira kamu bakalan membiarkanku pulang sendirian." Rani dengan mudahnya percaya dengan ucapan Rio. Dia tidak menaruh rasa curiga sama sekali.

"Enggak lah, Sayang! Aku sudah berbuat sejauh ini, jadi aku harus bertanggung jawab. Aku tidak akan membiarkan kamu menghadapi kemarahan Mama dan Mas Fajar sendiriian!"

"Trimakasih banyak ya, Mas. Yaudah kita sarapan dulu. Aku siap-siap dulu ya, Mas." Ucap Rani pada akhirnya.

"Iya, Sayang. Aku tungguin."

Rani segera bersiap, merapikan rambutnya yang tergerai panjang dengan poni di dahi. Ia juga mengenakan makeup tipis yang memang biasa dia bawa kemana-mana. Wajah Rani yang manis, dengan gigi taring yang menonjol, membuatnya siapapun akan betah memandang wajahnya. Meskipun kulitnya tidak sekuning kulit artis, tapi itu tidak memudarkan kecantikan alaminya. Berkali-kali Rani tersenyum di depan cermin, memuji kecantikannya sendiri.

"Pantes aja Mas Rio sampai berbuat nekat, demi mendapatkanku. Karena aku memang cantik." Rani tersenyum, memuji dirinya sendiri di depan cermin.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!