Kembalikan Senyumku Suamiku
Seorang gadis menangis histeris di depan pemuda tampan yang nampak menahan kesal. “Al, kamu nggak boleh batalin pernikahan kita, undangan udah disebar. Mau ditaruh dimana muka keluarga aku, kalau kita nggak jadi nikah."
“Aku nggak cinta sama kamu. Aku rasa ini belum terlambat untuk mengakhirinya.” Ujar Alvaro tegas. Bisa-bisanya dia berkata semudah itu, menyepelekan ikatan pernikahan yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat ini.
Bulan menggeleng cepat. “Nggak, aku nggak mau! Aku cuma mau nikah sama kamu Alvaro hiks-hiks, aku sangat mencintai kamu.”
Alvaro mengusap kasar wajahnya. “Kamu egois bulan, tidak pernah memikirkan perasaan orang lain. Kamu fikir setelah kita menikah, kamu akan bahagia, hah?!” Tanyanya sedikit membentak memberi pengertian kepada wanita keras kepala didepannya.
Bulan mendekat meraih tangan Alvaro. “Aku akan bahagia hiks-hiks, asal tetap bersamamu.”
Alvaro segera menampiknya kasar. “Kamu nggak akan bahagia, karena sampai kapanpun aku tidak akan pernah bisa mencintaimu. Karena dihatiku cuma ada nama Bintang.”
Pengakuan Alvaro membuat hati Bulan berdenyut nyeri seperti ditusuk beribu jarum. Bagaimana tidak, Bulan sudah menyukai Alvaro sejak kecil ketika umur mereka masih 6 tahun dia sudah mengerti mengenai cinta. Mereka berteman sejak lahir, tumbuh dilingkungan yang sama, bermain, makan, tidur dan bahkan dulu sering mandi bersama. Apapun mereka lakukan berdua.
Kebiasaan itulah yang membuat Bulan menjadi tergantung dengan keberadaan Alvaro sampai sekarang. Bagi Bulan, Alvaro adalah segalanya, dia tidak bisa jauh-jauh dari lelaki itu. Dia tahu Alvaro begitu risih ketika bersamanya karena Bulan adalah gadis yang overprotektif. Bahkan diumurnya yang ke 23 tahun, sifat posesifnya semakin parah tidak terkendali.
Dia mulai membatasi ruang gerak Alvaro. Semua perempuan yang dekat dengan pemuda itu akan mendapat teror dari Bulan hingga membuat mereka semua ketakutan. Sebenarnya Alvaro tidak menuntut banyak dari Bulan, yang dia inginkan agar Bulan bisa berfikir secara dewasa karena dia bukanlah anak-anak lagi yang tidak bisa menjaga sikap.
Puncaknya ketika Alvaro kedapatan mempunyai kekasih yaitu Bintang, Bulan yang sudah tergila-gila dengan lelaki itu tidak tinggal diam. Dia dengan mudahnya menghancurkan hubungan mereka dengan sebuah ancaman yang membuat Bintang perlahan-lahan memilih mundur. Pasalnya Bintang yang terkenal dengan kebaikan hatinya itu tidak ingin bersaing dengan kakak tirinya sendiri. Ya benar, Bulan adalah saudara beda ibu dengan Bintang.
Bukan menjadi rahasia umum lagi, perilaku buruk Bulan kerap membuat orang lain kesal dan memandangnya sebelah mata. Semuanya menganggap dia adalah gadis licik yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginannya, termasuk mengikat Alvaro lewat benang pernikahan untuk menjadikan Alvaro miliknya seutuhnya.
Bulan malah tersenyum disela-sela tangisnya. “A-aku pasti bisa membuka pintu hatimu untukku, hanya butuh waktu hiks-hiks. Bukankah cinta akan tumbuh karena terbiasa.”
“Butuh berapa lama lagi? Kita sudah bersama bahkan sejak kita masih kecil, tapi perasaanku tetap sama. Aku hanya menganggapmu sebatas sahabat tidak lebih.”
Alvaro melanjutkan ucapannya berusaha meyakinkan Bulan untuk menuruti permintaannya. “Kita bukan anak kecil lagi bulan, aku harap kamu bisa bersikap dewasa.”
“NGGAK!” Bulan berteriak keras sembari berjalan ke dapur.
Alvaro membulatkan matanya ketika melihat Bulan mengacungkan pisau di atas urat nadinya sendiri. “Hiks-hiks-hiks, untuk apa aku hidup jika tidak bisa bersamamu Alvaro hiks. Lebih baik aku mati!"
“Bulan kamu sudah gila!” Bentak Alvaro, dia mencoba mendekati gadis itu.
“Hiks-hiks, kamu mau ninggalin aku dan lebih memilih perempuan lain iya kan? Hiduplah bahagia dengannya dan kamu akan berduka atas kematianku. Sampai mati aku nggak akan rela kamu bersama dengannya hiks-hiks.”
“BULAN!!” Lagi-lagi lelaki itu membentaknya, dia bosan mendengar drama memuakkan yang dilakukan Bulan. Karena setiap Bulan merasa terabaikan, dia akan mengeluarkan jurus andalannya yaitu mengancam.
Alvaro sudah frustasi menghadapi Bulan. “Jika itu keputusanmu, maka lakukanlah.”
Bulan membulatkan kedua matanya, bisa-bisanya Alvaro berkata seperti itu! Tidakkah dia ingin menahan dirinya? Bulan nampak menelan ludahnya dengan susah payah, dia bahkan memegang pisau tajam itu dengan gemetar. Terlihat raut ketakutan di wajahnya, dia bimbang dan Alvaro dengan tatapan dingin malah tersenyum sinis meremehkan.
Gadis itu mengusap air matanya sejenak. “Ba-ba-baiklah, aku pasti akan melakukannya. Da-dan ka-kamu pasti a-a-akan menyesalinya.” ucapnya terbata-bata.
Alvaro masih berdiri santai menatap gerak-gerik Bulan tanpa minat. Sebisa mungkin Alvaro tidak akan termakan oleh gertakan gadis keras kepala itu.
Bulan menghela nafas panjang, mengumpulkan nyalinya. Dia memejamkan mata perlahan. “Selamat tinggal.”
Sreet
Alvaro terbelalak melihat darah memuncrat berceceran di lantai, Bulan benar-benar memotong urat nadinya sendiri. Alvaro mengira jika gadis itu hanya main-main saja menggertaknya. Rupanya dia beneran nekat ingin bunuh diri, sialan!
Bulan membuka matanya ketika pergelangan tangan kirinya terasa nyeri hebat, dia terkejut ada noda darah pekat membasahi baju putihnya. Seketika pandangan matanya beralih menatap tangannya yang bersimbah darah.
Aku belum mau mati, batin Bulan berteriak.
Brukk
Bulan pingsan karena terkejut melihat darahnya sendiri, segera Alvaro berlari untuk menangkap tubuh gadis itu. Dia menyobek dress bagian ujung bawah Bulan untuk diikatkan pada tangan kirinya, bertujuan menahan aliran darah.
Alvaro mengangkat tubuh Bulan yang pucat, dia berlari keluar dari apartemennya dengan bulan yang berada dalam gendongannya. Beberapa kali Alvaro mengumpati dirinya yang tidak bisa menjaga Bulan.
Semoga Bulan selamat, karena kalau tidak dia akan merasa bersalah.
...****************...
PLAKK
Dirga menampar pipi anaknya dengan keras. "Bodoh kamu Al!"
"Jika keluarga Bramasta tau kelakuanmu yang menjadi penyebab putrinya hampir bunuh diri, kita bisa mendapatkan masalah besar."
Dirga menatap marah anaknya yang masih terdiam di tempat. "Kalau pernikahanmu dengan Bulan gagal dilaksanakan, maka kita akan bangkrut jatuh miskin. Perusahaan kita sedang krisis Al, kita masih membutuhkan bantuan kerjasama dari Bramasta."
Pria paruh baya itu berusaha mengatur nafasnya yang memburu, dia kesal dengan Alvaro sangat sulit di atur. Dia tidak mau perusahaan yang telah dia bangun dengan susah payah hancur, karena ulah anak sulungnya itu.
"Lupakanlah Bintang, gadis itu sudah menolakmu mentah-mentah bukan? Sekarang hanya Bulan yang mau menerimamu, jadi bersikap baiklah dengannya. Karena cuma dia yang bisa menyelamatkan ekonomi keluarga kita." Dirga cukup tau kalau anak lelakinya tergila-gila dengan Bintang bukan Bulan. Tapi nampaknya cinta tulus Alvaro hanya bertepuk sebelah tangan.
"Ingat, Tiara masih butuh uang untuk biaya kuliahnya. Kamu tidak ingin keluarga kita terpuruk dan menjadi gelandangan tinggal di jalan karena perbuatanmu itu kan?" Tanya Dirga sedikit memancing Alvaro agar dia paham bahwa mereka saat ini berada di ujung tanduk.
Alvaro menatap tajam ayahnya, dia hanya bisa mengangguk seraya mengepalkan tangannya kuat. Jujur, dia lelah dengan tingkah ayahnya yang seolah menjadikan dirinya boneka hidup yang senantiasa patuh pada perintah tuannya. Tapi apa boleh buat, dia sangat menyayangi adiknya, Alvaro tidak ingin adiknya menderita dengan hidup serba kekurangan.
Dirga menepuk bahu putranya. “Sekarang tugasmu untuk menemui Bulan dan minta maaflah kepadanya.”
...****************...
Ctak…ctok…ctak!
Suara sepatu high hells terdengar memasuki ruang rawat inap seorang gadis. Nampaklah wanita paruh baya berambut blonde dengan pakaian elegan. Di usianya yang sudah mulai menua dia tetap cantik dengan tubuh langsing masih terawat.
“Sayangku, Bulan.” Panggil wanita paruh baya itu seraya berjalan mendekat dan langsung memeluk Bulan.
“Mama.” Bulan membalas pelukannya seraya tersenyum.
“Mama benar-benar khawatir ketika mendapat kabar kamu masuk rumah sakit karena tindakan nekat kamu melukai diri sendiri. Mama takut kehilangan kamu sayang, kamu anak kebanggaan mama satu-satunya.” Ujarnya dengan raut wajah sedih.
“Tenang ma, lihatlah.” Laura menatap putrinya. “Bulan baik-baik aja, ini cuma luka kecil.” Dia mengangkat tangan kirinya, menunjukkan luka yang telah diperban.
Laura memegang tangan putrinya. “Ohh sayang, tangan indahmu jadi tergores seperti ini. Pasti nanti akan membekas.”
Bulan mengelus pipi mamanya, mengamati wajah cantiknya yang mirip sekali dengannya. Hanya berbeda generasi saja. “Ma, mama jangan beritahu papa soal kejadian ini ya? Aku takut papa akan marah.”
“Mama nggak akan kasih tau papa, karena jika papa tahu kamu bisa dapat masalah.” Laura mengingat bahwa suaminya seminggu yang lalu pamit pergi ke Swedia untuk urusan bisnis dan kemungkinan pulangnya masih lama.
Untuk saat ini biarlah dia yang berkuasa, karena jika suaminya ikut campur maka hancurlah semua rencana yang telah rapi dia susun selama ini.
“Lalu bagaimana dengan Alvaro?” Tanya Laura penasaran.
Bulan menghela nafas, dia menggelengkan kepalanya. Pertanda bahwa dia tidak tahu keputusan apa yang akan diambil oleh lelaki itu. Laura mengelus lembut rambut hitam putrinya, berusaha menguatkan Bulan.
“Aku telah menuruti semua saran mama.” Ucap Bulan tiba-tiba.
Laura tersenyum. “Iya sayang, tapi kamu jangan lakukan tindakan gegabah seperti ini lagi. Apalagi sampai melukai dirimu sendiri."
“Bukankah mama selalu menekankan bahwa apapun yang menjadi milik kita senantiasa dijaga, jangan sampai ada yang merebutnya. Sebisa mungkin kita harus bisa mempertahankannya, agar tidak lepas dari genggaman.” Ucap Bulan dengan sendu. "Meski caraku mendapatkannya sedikit mengerikan." Cicitnya.
Laura tersenyum, dia menyentuh dagu putrinya dengan jari telunjuk agar mendongak menatapnya. "Itu yang dinamakan perjuangan sayang, dan percayalah usaha tidak akan menghianati hasil. Apapun itu caranya, baik maupun buruk itu tidak masalah. Karena yang terpenting adalah hasilnya harus memuaskan." Nasehat Laura dengan sorot mata tajam.
"Aku ingin Alvaro kelak bisa menerimaku sebagai istrinya, bukan sebagai sahabatnya." Ujar Bulan memberitahu.
"Kamu pasti bisa melakukannya sayang." Sahut Laura seraya tersenyum bangga.
Mama pasti akan selalu membantumu putri manisku.
Jangan jadikan dirimu sebagai seorang pecundang Bulan dengan mengalah. Tetapi jadilah pemenang dengan merebut milikmu kembali. Kata Laura dari dalam hati.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Daulat Pasaribu
penasaran dengan ceritanya
2023-04-01
1