Bulan berdiri menatap awan biru dari balik kaca ruang rawat inapnya, matanya berkaca-kaca dan setetes bulir air matanya jatuh tanpa bisa dibendung. Entah apa yang Bulan sedang fikirkan. Perlahan dia menyentuh dadanya, perasaannya kini sungguh sesak.
“Bulan." Panggil Laura, segera Bulan mengusap air matanya. Dia tidak ingin Mamanya melihat dirinya tengah menangis.
Bulan menoleh seraya tersenyum.
"Bulan kamu harus segera menikah dengan Alvaro minggu depan. Aku sudah membicarakannya kepada keluarga Mahendra, mereka menyetujuinya.” Ujar Laura tiba-tiba.
Bulan terkejut bukan main mendengarnya. “Apa?! Tapi mengapa secepat itu Ma?" Seharusnya pernikahan kami masih 3 minggu lagi karena menunggu Papa. "Papa belum pulang dari Swedia, dia pasti akan marah jika pernikahan dilaksanakan tanpa kehadirannya.”
“Papa kamu malah mendukung keputusan ini, karena Mama bilang kepadanya bahwa kamu hamil duluan dengan Alvaro. Karena itu mama ingin mempercepat pernikahanmu.”
Bulan tidak habis fikir dengan tindakan mamanya. “Mama membohongi Papa?”
“Sssttt, sayang mama melakukannya demi kebaikanmu.” Laura mengambil ponselnya, memperlihatkan video yang telah direkamnya kemarin di taman belakang rumah sakit. “Lihatlah kelakuan adikmu, dia menggoda calon suamimu. Jika pernikahanmu tidak dipercepat, apa yang akan terjadi? Mungkin Bintang akan merebut Alvaro darimu.”
Bulan menghela nafas lelah. "Ma rasanya aku ingin menyerah saja." Ujarnya dengan sendu. "Tidak apa-apa jika Alvaro bersanding dengan Bintang, aku capek Ma mengejar lelaki yang sama sekali tidak peduli denganku."
Laura melotot melihat tampang pasrah putrinya. Laura menangkup kedua pipi putrinya. "Lihat Mama." Bulan masih saja menunduk enggan untuk menatap Mamanya.
"Lihat Mama sayang." Perintahnya lagi tegas, Bulan akhirnya mendongak memberanikan diri melihat mamanya dengan berlinang air mata. "Kamu sudah berjanji sama Mama kalau kamu nggak akan kecewain Mama." Ujarnya mengingatkan.
Laura berjalan menjauh, dia berhenti membelakangi putrinya. Laura terisak pelan. "Sampai detik ini rasa sakit yang ditorehkan Papamu di hati Mama tidak pernah bisa hilang. Bagaimana Papamu menghianati Mama dengan memasukkan orang ketiga di dalam rumah tangga kita." Dia menjeda ucapannya, namun beberapa detik kemudian dia bersuara kembali masih dengan isakan menyayat hati yang terdengar sampai ke telinga Bulan. "Sulit untuk memaafkan perbuatan Papamu, akan tetapi rasa cinta ini lebih besar daripada perasaan benci." Ujarnya memberitahu.
Kedua mata Laura memerah karena menangis, sorot matanya tiba-tiba menajam dengan kedua tangan terkepal kuat. "Perempuan itu pantas mendapat balasan." Lanjutnya penuh dengan emosi.
Flashback on
Seorang wanita menemani putri kecilnya di ruang tamu. Wanita itu tampak gembira melihat tingkah lucu anak perempuan berkepang dua tersebut. "Mama lihatlah penampilanku pakai baju plincess cantikan Ma?" Ujarnya seraya berputar sembari melompat-lompat dengan mengacungkan tongkat sailormoon pemberian Mamanya.
"Putri Mama cantik banget deh, nanti kalau Papa dateng kita kasih kejutan ya." Wanita itu memasang lilin di atas kue ulang tahun yang membentuk angka 28. Tak henti-hentinya dia tersenyum, dia tidak sabar melihat ekpresi suaminya nanti.
"Bulan kemarilah." Panggil Mamanya
"Sebental Ma." Bulan mengintip dari jendela rumahnya, dia melihat mobil Mercedes-Benz berwarna hitam memasuki gerbang rumahnya. Itu mobil papanya, Bulan kembali melompat-lompat girang.
"Yey-yey-yeiiiii. Papa pulang-papa pulang Ma." Teriak Bulan menghampiri Mamanya.
"Iya sayang-iya." Laura segera menyalakan lilinnya, dia sudah bersiap untuk menyambut suami tercinta 'Zhafran'
Ceklek.
Pintu terbuka lebar, memperlihatkan pria gagah besetelan jas kantornya bersama dengan seorang wanita cantik seusia Laura tengah menggendong anak perempuan berusia 3 tahun.
Zhafran menatap kue ulang tahun yang dipegang Laura dengan datar. "Selamat ulang tahun Papa." Ujar Bulan dengan polos sembari memeluk kaki Papanya yang masih terdiam kaku.
Gadis cilik itu menatap nanar Papanya yang sama sekali tidak membalasnya, ada aura ketegangan di tempat ini. Tatapannya beralih pada anak kecil yang bergelayut seperti koala pada seorang wanita di samping papanya.
Apakah Papa membawa teman baru untuknya? Papa tahu dia kesepian di rumah jika Mamanya pergi hangout bersama teman sosialitanya. Jika benar Bulan akan sangat bahagia dan akan mengajaknya main boneka barbie setiap hari. Batin Bulan yang masih polos
"Perempuan itu siapa Mas?" Tanya Laura menyelidik, banyak pikiran buruk yang berputar di otaknya.
"Dia istri dan anakku yang telah aku nikahi secara siri." Seketika kue ulang tahun yang diperuntukkan untuk suaminya terjatuh tercecer di lantai. Niat hati ingin memberikan kejutan kepada suaminya, tapi malah Laura yang dibuat shock. Apa ini balasan hadiah yang diberikan suaminya untuknya? Kabar buruk!
Air mata Laura berlinang membasahi pipi. "Kamu jahat mas, benar-benar jahat!"
Pranggg! Vas bunga melayang terlempar begitu saja.
Bulan hanya bisa diam melihat Mamanya yang menangis histeris sembari memukuli Papanya membabi buta meluapkan semua amarahnya pada lelaki yang selalu Bulan bangga-banggakan dan sayangi. Bulan baru sadar bahwa wanita dan anak kecil yang sempat dikiranya teman adalah seorang penyihir jahat yang membuat mama dan papanya bertengkar. Semenjak kejadian itu hidupnya yang indah perlahan hancur.
Flashback off
Bulan mendekati Laura, menyentuh pundak Mamanya yang bergetar karena menangis. "Maafkan Bulan Ma."
Laura menggeleng. "Bukan salah kamu, sayang."
Bulan menghapus lelehan air mata di kedua pipi Mamanya. "Mama jangan sedih, Bulan akan lakuin apa saja yang Mama suruh. Bulan janji nggak akan pernah kecewain Mama."
Laura tersenyum seraya menggenggam tangan putri semata wayangnya. "Mama ingin kamu selalu menang, tidak akan Mama biarkan orang lain merebut milik anak kesayangan Mama. Cukup Mama saja yang merasakan kehilangan, tapi tidak dengan dirimu."
"Mama ingin yang terbaik untukmu Bulan." Bulan mengangguk, berharap kali ini dia memutuskan sesuatu yang benar.
...****************...
Bulan duduk di depan meja rias menatap pantulan wajahnya yang telah berbalut make up di cermin. Dia gemetar, ada rasa takut yang menghantui perasaannya. Bulan menjadi bimbang, sungguh.
Laura masuk ke kamar perias, dia tersenyum melihat penampilan putrinya yang cantik menggunakan kebaya pernikahan sangatlah cocok menempel di tubuh indah Bulan.
"Sayang, Mama yakin Alvaro pasti akan terkesima melihatmu. Lagipula siapa yang bisa menyaingi seorang model cantik sepertimu." Ujar Laura bangga.
Bulan menghela nafas berusaha menyunggingkan senyumnya. Dia tidak sampai hati jika mengutarakan unek-uneknya di depan Mamanya yang kini terlihat bahagia. Ya, Laura memang senang meskipun ini hanyalah pernikahan sederhana, namun dia akhirnya bisa melihat putrinya bersanding dengan Alvaro.
Laura sebenarnya ingin pernikahan yang mewah, namun Alvaro menolaknya dengan tegas. Pria itu menyetujui permintaan Laura untuk mempercepat pernikahan, asalkan acaranya dilaksanakan secara sewajarnya mengingat Bulan adalah seorang model yang cukup terkenal dan juga Alvaro adalah pebisnis muda yang disoroti mungkin akan banyak wartawan yang meliput. Oleh karena itu Alvaro dengan tegas mengatakan bahwa acara pernikahannya diadakan secara tertutup, dia malas untuk menjawab pertanyaan dari awak media. Dengan perasaan yang kesal, Laurapun sepakat dengan Alvaro. Biarlah hanya sederhana, yang terpenting putrinya bisa segera menikah dengan lelaki yang dia cintai.
"Ayo sayang, Mama akan antar kamu. Semua orang sudah menunggumu." Risa mengangguk seraya berdiri dengan menggandeng tangan Mamanya berjalan keluar dari ruang rias.
Masjid Agung An-Nur tempat yang menjadi saksi menyatukan hubungan kedua insan dalam bahtera rumah tangga. Mengukir kisah dalam membuka lembaran baru kehidupan bersama. Bulan melihat Alvaro duduk disana dengan pakaian jas putih yang pas melekat ditubuhnya menambah kadar ketampanan lelaki itu. Sayangnya Alvaro enggan untuk balik melihatnya, mungkin karena pernikahan ini atas dasar paksaan membuat lelaki itu muak.
Sesakit apapun hatinya saat ini Bulan berusaha tersenyum di hari bahagianya, para undangan yang hadir dari kerabat maupun teman-temannya bersedia hadir disini. Dia tidak ingin terlihat sedih dihadapan mereka apalagi didepan Mamanya. Bulan kamu pasti bisa melakukannya, batinnya menyemangati dirinya sendiri.
Bulan duduk disamping Alvaro, dia melirik sekilas calon suaminya dari dekat. Alvaro nampak acuh seolah mengabaikan keberadaannya.
"Bisa dimulai?" Ucap penghulu
"Bisa pak." Alvaro mengangguk dengan raut wajah masam.
"Baiklah, silahkan anda menjabat tangan saya." Setelah menjabat tangan, ijab qabul pun dimulai.
"Bismillahirohmanirohim, saya nikahkan dan saya kawinkan Alvaro Artha Mahendra bin Dirga Suryo Mahendra dengan saudari Bulan Cahaya Bramasta binti Zhafran Hadi Bramasta dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai."
"Saya trima nikah dan kawinnya Bi--." Ucapan Alvaro terhenti, Bulan menoleh menatap lelaki disampingnya yang tak lepas pandangannya dari adik tirinya 'Bintang'. Rasa nyeri didalam ulu hati Bulan seketika mencuat. Semua orang bahkan nampak heran melihat Alvaro yang gelagapan. Namun beberapa detik kemudian dia mengulangi ucapannya. "Saya trima nikah dan kawinnya Bulan Cahaya Bramasta binti Zhafran Hadi Bramasta dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
"Bagaimana para saksi ?"
"SAHH."
"Alhamdulillah..." Ucap semua orang.
Kemudian penghulu membacakan doa. Kini Bulan resmi menjadi istri seorang Alvaro, pria tampan yang begitu dicintai Bulan. Alvaro mencium kening Bulan membuat wanita itu seketika tersenyum.
Ada rasa bahagia karena akhirnya impiannya selama ini untuk bersanding dengan Alvaro terwujud, tapi disatu sisi dia juga sedih karena telah menghancurkan perasaan lelaki itu berkeping-keping. Miris! Bagaimana dia bisa merasa senang diatas penderitaan suami dan adiknya sendiri.
Maaf. Hanya itu yang bisa Bulan ucapkan dalam hatinya.
...****************...
Hari sudah malam saat sepasang pengantin sampai dipelataran rumah megah Alvaro. Rumah modern bergaya Eropa yang baru dibeli suaminya sejak 8 bulan lalu sebenarnya bukan untuknya, melainkan dipersembahkan untuk Bintang kekasih hatinya.
"Sekarang ini rumahmu." Ujar Alvaro dingin, setelahnya lelaki itu langsung memasuki rumah dengan Bulan yang berjalan mengekorinya dari belakang.
"Istirahatlah, aku tahu kamu lelah." Bulan mengangguk mendengar penuturan suaminya, setelah acara kumpul-kumpul keluarga yang begitu membuatnya penat, dia ingin sekali merebahkan tubuhnya di kasur.
Alvaro membukakan pintu kamarnya, setelahnya dia langsung menuju kamar mandi untuk menyegarkan tubuh. Bisa Bulan dengar gemercik air yang jatuh dari shower.
Bulan masih mengamati kamar suaminya. Pikirannya melayang pada beberapa hari yang lalu saat memindahkan beberapa baju dan barang-barang keperluannya. Sekarang bahkan sudah ada meja rias minimalis yang menghiasi kamar bernuansa maskulin tersebut. Siapa lagi kalau bukan Mama Laura yang memilihnya. Mulai sekarang kamar ini akan menjadi kamarnya juga dan malam pertama akan mereka lakukan disini? Senyumnya tiba-tiba mengembang dengan rona merah dikedua pipi, Bulan jadi gugup.
Bulan menepuk jidatnya pelan untuk mengenyahkan fikiran mesum diotaknya. Dia menghela nafas memilih duduk di depan cermin, Bulan mulai untuk mencopot berbagai aksesoris di kepalanya. Dia mengambil beberapa kapas dan membasahinya dengan make-up remover untuk membersihkan wajah.
Ceklek
Mendengar pintu kamar mandi terbuka, Bulan seketika beranjak berdiri. Bulan menoleh, dia menatap heran penampilan Alvaro yang telah segar dengan memakai kaos putih dengan celana jeans.
"Aku akan pergi, ada urusan di luar." Ujarnya sembari mengambil jaket dari lemari.
Bulan melihat jam menunjukkan hampir tengah malam. Apakah Alvaro sengaja keluar karena ingin menghindarinya? Batinnya heran. "Kemana Al?" Tanya Bulan.
Brakk
Alvaro menutup lemari cukup keras hingga membuat Bulan tersentak kaget. "Kita memang sudah menikah, tapi bukan berarti kamu harus tau apapun yang aku lakukan!" Alvaro berbalik menatap gadis didepannya dengan sinis. "Ingat bulan, pernikahan ini terjadi hanya atas kehendakmu saja. Aku tidak pernah menginginkannya." Ujarnya tegas.
Bulan hanya bisa terdiam di tempat melihat Alvaro memakai jaketnya berlalu pergi meninggalkannya dengan perasaan kesal. Gadis itu sangatlah tahu jika Alvaro tidak mencintainya karena lelaki itu sudah mengatakan berulangkali hingga Bulan muak. Tetapi setidaknya Alvaro bisa menghargai dirinya sebagai seorang istri.
Bulan meraih kunci mobilnya, dia penasaran kemana suaminya pergi malam-malam begini. Segera dia menuju garasi, memasuki mobil lalu menyalakannya. Dia mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi agar tidak kehilangan jejak dari sang suami.
Graharaja Residence
Mobil Alvaro memasuki parkiran begitupun dengan Bulan. Wanita itu mengernyit heran, bukankah ini adalah apartemen tempat tinggal Alvaro?
Alvaro turun dari mobilnya dia berjalan menjauh, bulan bergegas mengikuti. Langkah Alvaro memasuki lift, Bulanpun juga memasuki lift yang tentunya berbeda namun tujuannya sama yaitu lantai 5.
Ting! Pintu lift terbuka
Bulan keluar dan betapa terkejutnya dia melihat Bintang berjalan mendekati Alvaro. Bulan yang tidak ingin ketahuan dia langsung bersembunyi di balik dinding.
Mata bulan melotot tajam ketika Alvaro memeluk gadis itu dengan sayang dan tanpa menunggu lama Alvaro mempersilahkan Bulan memasuki kamar apartemennya. Bulan hanya bisa menutup mulutnya tidak percaya, lagi-lagi Alvaro menyakiti hatinya. Dia meremas kuat baju pengantin yang masih menempel ditubuhnya. Fikirannya kini tidak karuan, dimalam pertama pernikahannya Alvaro malah memilih menghabiskan waktu bersama perempuan lain.
Bulan tidak bisa membendung air matanya, dia terduduk lemas di lantai yang dingin sembari menangis sesenggukan. Tidak ada yang bisa dia lakukan saat ini selain meratapi nasibnya yang miris.
Bersambung...
Jangan lupa untuk dukung ceritaku dengan like dan komentar❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Lhelie
dasar bintang gk anak gak maknya sama² pelakor
2023-05-27
0
Daulat Pasaribu
sedih banget Thor nasib mama Laura dan bulan
2023-04-01
1