Alvaro memarkirkan mobilnya di parkiran rumah sakit, dia turun dan bergegas untuk menemui Bulan. Langkah Alvaro terhenti di ambang pintu ketika melihat Bulan rupanya sudah tertidur lelap di atas brankar. Dia berjalan mendekat perlahan-lahan agar tidak menimbulkan suara yang dapat mengusik tidur gadis itu.
Alvaro mengamati raut tenang di wajah Bulan, dia jadi teringat masa kecilnya 17 tahun yang lalu ketika dia masih kelas 1 SD.
Gadis manis berkuncir 2 menangis sesegukan seraya mendekatinya. "Huaaaaa, hiks-hiks Alpalo meleka semua mengejekku. Katanya aku si jelek yang suka pamel, meleka aja yang miskin nggak punya uang buat beli golengan."
Alvaro yang tidak betah mendengar rengekan cempreng sahabatnya itu segera beranjak berusaha menenangkannya. "Diamlah Bulbul, kamu akan beltambah jelek kalo nangis. Kalo senyum kamu cantik. Kamu nggak mau sepelti nenek sihilkan?"
Bulan menggeleng cepat, dia tidak mau memiliki wajah buruk seperti nenek sihir. "Hiks-hiks-hiks, mereka semua membenciku. Lihatlah Alpalo, lututku teluka kalena meleka sengaja mendolongku jatuh hiks-hiks. Sakit banget tauuu."
Alvaro melihat darah di lutut Bulan. "Siapa yang melakukannya? Aku akan memukulnya." Ujarnya seraya mengepalkan tangan kanan ke atas dengan berani
Benar saja, Alvaro membuat salah satu teman sekelasnya babak belur hingga masuk ke Rumah Sakit. Masalah itu membuatnya harus dikeluarkan dari tempatnya menuntut ilmu.
Alvaro sebenarnya tidak ingin menyakiti Bulan, dia sangat menyayanginya. Tapi kebaikannya selama ini malah disalah artikan oleh gadis itu, dia menjerat tali rantai di leher Alvaro hingga membuatnya sesak untuk bergerak.
Dua anak kecil nampak duduk berdua di padang rumput. “Cuma Alpalo aja yang mau temenan sama Bulan. Bulan suka Alpalo, Alpalo janji akan selalu ada buat bulan kan? Tanyanya.
Alvaro menatap bulan sembari mengerjabkan matanya beberapa kali. Dia lalu mengangguk membuat bulan tersenyum lebar merasa senang.
“Nanti kalau kita udah gedhe Alpalo mau nikah-nikahan sama Bulan ya? Bial bisa sama-sama telus kaya papa sama mama hehe.”
Bulan mengacungkan jari kelingkingnya di depan wajah Alvaro. “Janji dulu Alpalo, kalau nggak bulan nangis nih.” Ujarnya cemberut.
Alvaro yang tak ingin melihat sahabatnya sedih segera menyambut tautan tangan bulan. “Alvalo janji.”
Bukankah janji harus ditepati? Tapi itu adalah janji yang keluar dari mulut anak kecil berumur 6 tahun, itu hanyalah bualan semata. Nyatanya Alvaro tidak pernah menginginkannya, namun dia sudah terbelanggu oleh janji itu dan tuntutan dari orang tuanya.
Alvaro menghela nafas lelah, dia tidak ingin berlama-lama disini, Lebih baik dia keluar mencari udara segar, ketika kakinya melangkah untuk pergi tiba-tiba sebuah tangan dingin seseorang menahannya.
“Akhirnya kamu datang Al” Alvaro menoleh menatap bibir pucat Bulan yang bersuara.
Alvaro mendekati bulan sembari menyibakkan anak rambut kebelakang telinga gadis itu. “Maafkan aku Bulan.”
Bulan meletakkan jari telunjuknya di bibir Alvaro. “Aku udah maafin kamu, aku nggak bisa marah lama-lama sama kamu.” ujarnya lirih sembari mengembangkan senyumnya.
Alvaro menyunggingkan senyumnya. “Kita akan tetap melanjutkan rencana pernikahan kita.” Seketika wajah Bulan berbinar mendengar penuturan Alvaro. “Tapi ingat bulan, kamu hanya bisa memiliki ragaku, tidak untuk hatiku.” Tekannya.
“Aku sangat tau, aku tidak akan menyerah. Karena aku yakin, sekeras-kerasnya batu lama-kelamaan akan dapat terkikis degan air.” ujar Bulan dengan percaya diri.
Alvaro sedikit tersentuh dengan kegigihan Bulan, dia mengelus puncak rambut gadis itu. Dia cukup tau bahwa sahabatnya ini mempunyai sikap keras kepala. “Cepatlah sembuh.” Ujarnya tulus.
“Aku tidak bisa berlama-lama menemanimu, aku harus kembali ke kantor untuk meyelesaikan pekerjaanku.” Lanjutnya.
Bulan mengangguk sembari tersenyum. Dia sangat bahagia, kini hubungannya dengan Alvaro mulai membaik. Terimakasih tuhan, Bulan mengucap syukur dengan perasaan gembira.
Alvaro pergi meninggalkan Bulan, dia berjalan di lorong rumah sakit. Ketika ditengah langkah kakinya, dia berpapasan dengan Bintang. Seolah angin berhembus, mengunci keberadaan kedua insan manusia.
Mereka seketika berhenti sejenak, mata mereka bertemu bertatapan cukup lama. Jujur, Alvaro begitu merindukan Bintang begitupun sebaliknya. Tapi apa daya, kisah cinta mereka harus berhenti cukup sampai disini. Alvaro sebentar lagi akan menjadi kakak iparnya, dan Bintang harus melupakan kisah cintanya.
Bintang yang tidak ingin larut dalam situasi, dia segera memutus kontak matanya. Dia melanjutkan langkahnya kembali. Tapi--
“Bintang, tunggu!” panggilan Alvaro membuat Bintang berhenti.
“Bisakah kita bicara.” Ujarnya.
Bintang menoleh berbarengan dengan Alvaro yang masih tidak lepas menatap keberadaannya, gadis itu mengangguk. Bintang penasaran dengan apa yang ingin Alvaro bicarakan dengannya.
Mereka memutuskan untuk berbincang di taman belakang rumah sakit, jujur saja Bintang gugup karena mereka hanya berdua disini. Sedangkan Alvaro masih senantiasa mengamati wajah cantik Bintang, gadis yang begitu dia cintai hingga detik ini. Perlahan Alvaro mengulurkan tangannya membelai lembut pipi Bintang hingga gadis itu mendongak.
“Kamu tau, betapa inginnya aku untuk hidup bersama denganmu.” Ucapnya serak, Bintang bisa melihat pria didepannya terluka, sama sepertinya. Mereka menjalin hubungan diam-diam selama setahun tanpa sepengetahuan kakaknya. Bintang cukup tau, bagaimana egoisnya Bulan.
Disaat Bintang ingin mengumumkan hubungannya dengan Alvaro, kakaknya itu malah memberitahu keluarga bahwa dia ingin ditunangkan dengan Alvaro. Menggunakan trik liciknya, Bulan dan Mama Laura mampu mengelabuhi keluarga hingga Zhafran sebagai kepala anggota keluarga terpaksa mendukungnya. Pada akhirnya Bintang memilih mundur, dia memutuskan hubungannya dengan Alvaro yang sudah tidak ada harapan lagi. Meskipun Alvaro mencoba ingin mempertahankannya, Bintang lebih memilih menyerah.
“Aku tau kak, akan lebih baik kita menjalani kehidupan masing-masing. Sebentar lagi kamu akan menikah dengan Kak Bulan. Aku harap kakak belajar untuk menerimanya sebagai seorang istri nantinya.” tutur Bulan dengan lembut.
Alvaro menggeleng. “Entahlah, dihati dan fikiranku hanya ada kamu.” sanggah Alvaro jujur.
“Aku harap, aku nantinya juga bisa mendapatkan pria sebaik kakak.”
Alvaro seketika mengepalkan tangannya mendengar ucapan Bintang, dia masih belum rela ada pria lain bersanding dengan gadis dihadapannya ini.
“Akan lebih baik jika aku juga segera menikah, agar hubungan kalian damai. Karena Kak Bulan pasti akan terus mencurigaiku.”
“Cukup! Jangan katakan itu.” Sentak Alvaro. Bintang meneteskan air mata mendengarnya, hatinya sebenarnya juga sakit. Bayangkan saja orang yang kamu cintai akan bersanding dengan kakakmu sendiri? Betapa hancurnya perasaan Bintang saat ini.
Alvaro menangkup pipi Bintang dengan kedua tangannya, dia mendekatkan wajahnya hingga mereka bisa merasakan deru nafas satu sama lain hingga beberapa detik kemudian bibir Alvaro sudah mendarat tepat di bibir merah Bintang. Ciuman Alvaro begitu lembut membuat gadis itu melayang sesaat. Beberapa detik menyalurkan hasrat kerinduannya yang menggebu, tautan bibir mereka terlepas. Bintang masih mengatur nafas dan irama jantungnya yang berdebar hebat.
“Hatiku hanya milikmu Bintang Berlian Bramasta, ingat itu.” Bisik Alvaro di dekat telinga Bintang, gadis itu hanya bisa mengangguk.
Alvaro tersenyum, dia memeluk Bintang erat seolah tidak ingin kehilangannya dan Bintangpun membalas pelukan hangat mantan kekasihnya itu. Tanpa mereka sadari ada seseorang yang melihat kejadian itu, bahkan dia merekamnya dengan jelas.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments