Mobil mini cooper merah memasuki perkarangan rumah keluarga Bramasta. Seorang wanita cantik turun dari mobil, dia bergegas memasuki rumah. Langkahnya terhenti ketika melihat Nadia istri kedua ayahnya tengah menyiapkan sarapan di meja makan.
"Eh Bulan, kamu kesini?" Ujar Nadia yang menyadari keberadaan Bulan diam-diam sedang mengamatinya.
"Aku kemari karena ingin menemui Mama." Balas Bulan memberitahu.
"Ohh, mamamu ada dikamar nak." Bulan beranjak ingin menaiki tangga namun tidak jadi karena mendengar suara Bintang dari luar.
"Ma..."
Nadia menghampiri putri kesayangannya. "Kamu semalam dari mana saja kok tidak pulang kerumah?"
Deg
Pertanyaan itu sukses membuat perasaan Bulan tercubit, dia cukup tahu kalau adiknya bermalam bersama suaminya di apartemen. Malam yang seharusnya menjadi malam pertamanya malah direnggut oleh adik tirinya. Bulan mengepalkan kedua tangan, dia seolah ingin meremukkan benda apapun disekitarnya, namun dia berusaha menahan diri.
Bintang sekilas melirik ke arah kakaknya 'Bulan' yang berdiri tidak jauh di depannya. "A-a-aku tidur di-dirumah temanku Ma karena ada tugas kelompok dari kampus yang harus dikerjakan. Karena deadlinenya mepet, jadi aku harus mengerjakan lembur disana." Jawab Bintang gugup hingga membuatnya terbata-bata dalam berucap.
Bulan berdecih sinis, pintar sekali Bintang berbohong. Dia tidak habis fikir bahwa adiknya yang terkenal polos itu berani membuat alasan brilian seperti itu. Sungguh menakjubkan, dia ingin memberikan penghargaan dengan bertepuk tangan di depan wajahnya yang sok lugu.
Nadia mengulas senyum, dia membelai rambut anaknya. "Oh begitu ya, mama cemas karena kamu tidak memberi kabar. Yasudah kamu mandi dulu biar seger, terus sarapan bersama." Bintangpun mengangguk, dia melangkahkan kakinya menuju kamar.
Namun ketika dia berpapasan dengan Bulan langkahnya terhenti karena ucapan kakak tirinya itu. "Apakah kakimu terluka? Kenapa jalanmu terseok-seok seperti itu ha?" Pertanyaan itu sukses membuat Bintang melotot, perempuan itu terlihat gemetar takut. Namun sebisa mungkin Bintang menenangkan diri.
"Jalanmu seperti seorang gadis yang baru saja kehilangan keperawanan." Bintang seketika menoleh menatap tajam wajah kakaknya. Bulan bahkan tidak peduli lagi dia telah berbicara vulgar di depan Mama Nadia.
Bulan mendekati Bintang yang masih berdiri menegang di hadapannya. Dia membisikkan kalimat di telinga kanan adiknya. "Jika kamu tidak ingin mendapatkan malu, maka tutupi kissmark di lehermu itu sungguh membuatku jijik." Ujarnya mendesis sinis, seketika tangan Bintang menyentuh lehernya sendiri, dia bergegas lari menuju kamarnya dengan perasaan malu.
Bulan menghela nafas perlahan meredam emosinya, dia menatap Mama Nadia sekilas sepertinya wanita paruh baya itu mulai curiga, terlihat dari ekspresi wajahnya yang berubah murung. Bulan membalikkan badan memunggungi wanita itu, tanpa terasa bulir air matanya menetes. Ucapannya barusan sebenarnya juga menyakiti perasaannya sendiri. Dengan bukti yang ada Bulan yakin jika semalam adik dan suaminya memang telah melakukan hubungan terlarang.
Membayangkannya saja membuat hatinya panas, seolah dia butuh pelampiasan rasa kesalnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa dia ingin sekali menjambak rambut sang pelakor atau bahkan mungkin memukulnya hingga babak belur. Namun sialnya sosok itu adalah adiknya sendiri.
Bulan mengelus dada mencoba sabar, jika dia bertindak kasar mungkin Papanya akan membunuhnya jika tahu Bulan telah menyakiti putri kesayangannya. Alih-alih ingin merusak hidup adiknya, bisa-bisa Bulan sendirilah yang hancur.
Tidak ingin berlarut-larut Bulanpun segera menaiki tangga menemui Mamanya 'Laura' di kamar. Sebelum memasuki kamar Mamanya, Bulan terlebih dahulu mengusap air mata yang membasahi pipi. Dia tidak ingin mamanya ikut sedih.
Ceklek
Bulan membuka pintu perlahan, dia mendapati Mamanya tengah memainkan ponsel pintarnya sembari duduk santai di kasur empuknya.
"Mama." Panggil Bulan.
Laura mendengar dirinya dipanggil segera menoleh, dia segera beranjak berdiri menghampiri putrinya dengan senyum sumringah.
"Bulan sayang, anakku." Laura dengan girang memeluk putrinya. "Duduklah sayang." Laura menggiringnya untuk duduk di tepi ranjang bersamanya.
"Emm, sayang ngomong-ngomong bagaimana dengan malam pertamamu. Ceritakan sama mama, jangan malu-malu begitu." Laura menyenggol bahu putrinya. Bulan hanya bisa tersenyum miris, karena kenyataannya suaminya lebih memilih menghabiskan waktu bersama selingkuhannya.
"Tidak terjadi apa-apa tadi malam." Ujar Bulan dengan lesu.
"Apa?!" Teriak Laura heran. "Hah, bagaimana kamu ini Bulan. Kamu benar-benar bodoh! Tidak tahu bagaimana memuaskan suami di atas ranjang." Makinya dengan berapi-api.
"Apa kamu tidak berusaha menggodanya?" Cerca Laura lagi, masih berusaha mencari tahu, kenapa Alvaro menyia-nyiakan gadis secantik putrinya.
Bulan tidak mungkin menjelaskannya, karena ketika Mamanya tahu bisa-bisa dia melabrak Bintang. Dan rumah ini akan terjadi kehebohan yang bikin gempar, melihat sifat mamanya yang cukup anarkis selama ini.
Laura menghela nafas berusaha menetralkan kemarahannya. "Oke sayang tidak apa-apa. Mama memakluminya, ini masih belum terlambat. Kamu bisa berusaha lebih keras lagi untuk merayu suamimu nanti malam." Bulan mengangguk patuh.
Laura mengambil sesuatu dari laci, kemudian dia memberikannya kepada putrinya. Bulan membukanya, dia bingung karena plastik hitam ditangannya isinya adalah obat entah apa itu Bintang tidak tahu.
"Ini adalah obat perangsang. Campurkan obat ini ke minuman Alvaro, maka dia akan menginginkanmu." Bulan begidik ngeri mendengarnya.
"Tapi ma--."
"Ssssttt. Percayalah kepada mamamu ini." Laura menangkup pipi putrinya. "Dengar, kamu harus segera mengandung anak Alvaro, karena hanya seorang anaklah yang bisa menguatkan hubungan kalian."
Laura menghela nafas sejenak. "Ingatlah, meskipun kamu telah terikat dengan Alvaro namun bayang-bayang Bintang sulit lepas darinya. Masih ada kemungkinan Bintang sewaktu-waktu merebut suamimu karena lelaki itu masih mencintainya."
Bulan menyadari bahwa adiknya memang lebih lihai mengendalikan suaminya dengan mudah bahkan dalam jentikan jari.
"Mama benar." Bulan mengangguk setuju.
"Nah ada satu lagi, sebentar." Laura membuka lemari bajunya, dia nampak mencari sebuah benda.
"Ini pakailah nanti malam di depan suamimu." Bulan nampak melotot melihat lingerie berwarna merah terang menyala yang diperlihatkan mamanya. "Ini masih baru. Mama memang ingin memberimu kado, namun belum sempat membungkusnya. Karena kamu disini sekalian aja kamu bawa."
Bulan tersenyum, mamanya begitu perhatian sekali. Akan tetapi haruskah dia memakai baju itu dihadapan suaminya? Hah, membayangkannya saja membuat Bulan malu sendiri.
...****************...
23.00 PM
Bulan duduk di ruang tamu dengan perasaan gelisah menunggu suaminya datang dari kantor. Malam ini juga dia akan melaksanakan rencana gila yang telah disarankan mamanya.
Suara mobil terdengar dari luar, pasti itu adalah kendaraan Alvaro. Bulan segera membukakan pintu rumah. Dia melihat seorang pria gagah dengan sorot mata tajam menatapnya dengan dingin.
"Ke-kemarikan tasmu." Alvaro memberikan tasnya kepada Bulan. Tanpa membuka suara apapun pria itu melenggang menuju kamar.
Alvaro melepaskan jas kerjanya, dia melonggarkan dasi kemudian menggulung lengan kemaja putihnya sampai siku. Lelaki itu sejenak merebahkan tubuhnya kekasur, namun detik kemudian dia teringat kalau masih ada laporan berkas untuk presentasi rapat besok belum dia selesaikan. Pemuda itu mengganti posisinya untuk bersandar di kepala ranjang, lalu dia membuka laptopnya untuk mulai mengerjakan tugas kantornya.
Sedangkan Bulan berada di dapur tengah mengaduk secangkir minuman untuk suaminya, tidak lupa dia juga telah menaburkan obat yang diberikan mamanya tadi pagi ke dalam minuman Alvaro.
Bulan mengambil nampan, dia meletakkan setoples roti kering dan juga secangkir minuman hangat untuk suaminya. Dia masuk kedalam kamar menyapa suaminya yang tengah asik dengan benda canggihnya.
"Aku buatkan kopi untukmu." Ujar Bulan memberitahu.
Alvaro meliriknya ketika Bulan meletakkannya di atas nakas. Detik kemudian dia mengambilnya lalu meminumnya hingga tandas. Dia memang membutuhkan minuman hangat itu agar kuat begadang.
"Aku ingin ke toilet." Ujar Bulan meminta izin, Alvaro hanya menanggapinya acuh.
Bulan memasuki toilet sembari membawa lingerie merah. Dia melepaskan piyamanya dan menggantinya dengan lingerie. Bulan melihat pantulan tubuhnya di depan cermin, baju transparan yang mempertontonkan lekuk tubuh mulusnya. Entah kenapa dia merasa penampilannya saat ini seperti wanita murahan saja yang memaksa pasangannya untuk bercinta.
Tidak...tidak! Bulan menggeleng, Alvaro adalah suaminya. Bukankah bercinta itu adalah sebuah kewajiban bagi suami istri.
"Baiklah Bulan kamu harus menghadapinya, ayo kita lihat apakah obat itu sudah bekerja dengan baik." Seperti orang tidak waras, bulan berbicara dengan bayangan dirinya sendiri di dalam cermin.
Bersambung...
Jangan lupa untuk like dan komentar ya readers jika kalian suka dengan cerita ini❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Novi Putri
bagus aku suka ceritanya
2023-07-18
0
Ana Novianti
😀😀😀
2023-07-05
1
Daulat Pasaribu
miris banget nasib ibu dan anak...bisa bisanya mama Laura bertahan dgn pria gak punya hati kayak Zafran dan alvaro
2023-04-01
1