Bulan berusaha meyakinkan dirinya sendiri. Menarik nafas dalam kemudian menghembuskannya dengan perlahan. Bulan menarik hendle pintu kamar mandi, membukanya lebar.
Perlahan dia melangkahkan kakinya keluar, dia terkejut melihat Alvaro yang telah menanggalkan bajunya hingga Bulan bisa melihat perut sickpack suaminya terbentuk sempurna karena rajin berolahraga. Alvaro mengibas-kibaskan tangannya, keringat bercucuran di pelipisnya. Berulang kali pria itu mengacak rambutnya frustasi karena menahan sesuatu.
"Bulan, tolong hidupkan ACnya aku merasa panas." Perintah Alvaro menyadarkan lamunan Bulan yang sempat tertegun.
Bulan meneguk ludahnya susah payah, dia mendekati Alvaro duduk disamping lelaki itu. Bulan memberanikan diri menangkup wajah Alvaro membuat lelaki itu menatap wanita cantik di sampingnya. Alvaro menatap Bulan dengan kabut gairah bahkan kini celananya merasa sesak. Mata Alvaro berkeliaran melihat tubuh istrinya yang nampak menggoda memakai pakaian minim merah menyala memperlihatkan tubuh sintal yang indah.
Alvaro tidak tahan lagi, dia membaringkan istrinya di ranjang menindihnya. Bulan menyentuh dadanya yang berdebar tidak karuan karena gugup ditatap demikian intens oleh Alvaro. Sebelumnya Bulan tidak pernah seintim ini dengan suaminya.
Astaga kenapa aku jadi takut, batin Bulan. Belum apa-apa saja Bulan sudah grogi tidak karuan seakan jantungnya mau copot.
Bulan tersentak kaget tatkala bibir tebal Alvaro mendarat di bibir tipisnya. Pria itu menciumnya dengan menuntut tanpa memberi ruang Bulan untuk bernafas. Dadanya terasa sesak, dia mencoba mendorong tubuh Alvaro agar menyudahinya. Bulan bisa mati ditempat kalau seperti ini!
"Al mphhh, ber mmpphhh henti!"
Tangan kanan Alvaro malah mendorong tengkuk Bulan untuk memperdalam lumatannya.
"Mmmpphhh."
Sedangkan tangan yang satunya sibuk menjelajahi tubuh mulus istrinya. Bulan masih berusaha menyadarkan Alvaro, dia memukul-mukul dada Alvaro agar lelaki itu sadar namun apalah daya seorang gadis sepertinya tidak seberapa melawan Alvaro yang kekar.
Mata Alvaro mulai menggelap karena pengaruh obat perangsang itu, segera dia melucuti celananya.
"Aku tarik kata-kataku, aku belum siap." Cicit Bulan, melihat celah dia segera mendorong tubuh suaminya lalu berlari menuju pintu. Namun ketika tangannya ingin menggapai pintu, seseorang memeluk pinggangnya dari belakang.
"Aaaaa, mama tolong Bulan!!" Teriak Bulan ketika tubuhnya digendong Alvaro, lelaki itu membanting tubuh Bulan ke kasur cukup keras hingga membuat kepala gadis itu pusing.
Sungguh Bulan ketakutan saat ini. Dia menyesal menuruti ide gila Mamanya. Alvaro menyeramkan seperti monster yang ingin menerkamnya hidup-hidup, gadis itu ingin pergi dari sini namun sudah terlambat. Lagipula ini semua juga ulahnya, dia yang memulai permainan ini maka terima saja resikonya.
Alvaro merobek lingerie yang dipakai Bulan dan membuangnya asal hingga mereka sama-sama telanjang.
"Al-Alvaro pelan-pelan." Cicit Bulan terisak.
Tidak menggubris ucapan istrinya, Alvaro telah memasukkan miliknya hingga membuat Bulan menjerit dan meneteskan air mata. Tidak ada cinta dan kelembutan disetiap sentuhan, hanya kabut gairah telah menguasai tubuh Alvaro. Dia sudah tidak bisa berfikir jenih saat ini. Di setiap pelepasannya dia terus menyebut nama Bintang membuat perasaan Bulan sakit sampai ke relung hatinya.
...****************...
Alvaro membuka matanya perlahan, dia memegangi kepalanya yang masih terasa pening. Dia ingat semalam bahwa dirinya seperti orang kesetanan bernafsu menyerang istrinya. ****! Bulan.
Alvaro menatap Bulan yang tertidur pulas di dalam dekapannya membuat pria itu menggeram. Api amarah kini bisa terlihat dalam sorot matanya. Alvaro mendorong Bulan untuk menjauh dari tubuhnya, namun wanita itu tidak meresponnya karena masih saja tertidur pulas.
Pria itu meraih celananya bergegas memakainya, dia masih menatap Bulan yang tidak bergeming dari tempat tidurnya. Seketika dengan emosi Alvaro menarik kasar lengannya hingga membuat wanita cantik itu terkejut. Bulan mengerjab-erjabkan matanya, kesadarannya masih belum terkumpul namun remang-remang dia bisa melihat wajah suaminya yang sedang melotot tajam. Dia meringis nyeri di **** *************. Sakit sekali...
Bulan menatap suaminya dengan sendu.
PLAKKK
Tamparan keras mengenai pipi kiri Bulan hingga sudut bibirnya berdarah. Bulan memegangi pipinya yang terasa panas, dia tidak berani mendongak menatap suaminya yang terlihat sangat marah. Bagaimana Alvaro tidak geram ketika dia bangun dari tidurnya dia mendapati dirinya telanjang bulat dengan Bulan.
Mereka semalam telah melakukan hubungan intim yang tidak semestinya, Alvaro tidak pernah mengharapkan ini. Dan dia cukup tahu siapa pelakunya yang membuat dirinya semalam bernafsu hingga diluar kendali. Bulan menelan ludahnya dengan susah payah sembari meremas selimut yang menutupi tubuh polosnya.
PYARRR
Bulan menutup telinganya dengan kedua tangan mendengar pecahan cangkir kopi yang dilempar keras ke dinding oleh Alvaro.
Bulan menyentuh tangan Alvaro agar lelaki itu tenang. "Hiks...hiks...hiks... Al-Alvaro." Lelaki itu menampik tangan istrinya.
Alvaro mencengkram dagu istrinya hingga membuat Bulan yang awalnya hanya bisa menunduk seketika mendongak. "Katakan apa yang telah kamu masukkan ke dalam minumanku semalam ha?!" tanyanya sarkas.
Bulan menggeleng, dia sudah bergetar takut melihat amarah suaminya. "KATAKAN BULAN!!" Kini Alvaro mencengkram bahu Bulan kuat hingga jari-jari kukunya tercetak kemerahan disana.
"Al Lepaskan sakit hiks...hiks." ujar Bulan disela-sela tangisnya.
Alvaro semakin mengeratkan cengkramannya, tidak peduli lagi betapa sakit yang dirasakan Bulan. "CEPAT KATAKAN BULAN!!" Bentakan Alvaro kali ini lebih tinggi lagi.
"A-ah hiks aku me-menaruh obat hikss perangsang hiks, maafkan aku Al." Bulan menangis tergugu menyesali perbuatannya hingga membuat suaminya marah.
"Brengsek!" Umpat Alvaro dia merasa kecolongan. "Keterlaluan kamu Bulan." Hardiknya sembari mengusap wajahnya kasar.
"Aku benar-benar kecewa denganmu Bulan."
Alvaro menatap nanar lingerie merah yang tergeletak di lantai tak jauh darinya berdiri, Alvaro tersenyum sinis. "Tingkahmu ini tidak jauh beda dengan wanita malam di luaran sana, pelacur."
Bulan berderai air mata, ucapan Alvaro sukses menikam hatinya. Dari dulu banyak orang yang mengatainya wanita bodoh dan menghinanya wanita murahan yang rela melakukan apapun demi Alvaro, semuanya akan Bulan perjuangkan demi Alvaro bahkan dia di anggap gila oleh teman-teman di sekolahnya. Akan tetapi dia tidak tersinggung sama sekali, karena Bulan tidak pernah peduli. Lagipula Bulan tidak pernah menganggap mereka teman begitupun sebaliknya.
Biarlah anjing menggonggong, jika sudah lelah maka nanti mulut mereka juga akan diam dengan sendirinya. Namun jika orang yang mencacinya berasal dari mulut suaminya sendiri apalagi sampai kata 'pelacur' terucap bukankah itu sudah sangat keterlaluan? Bagi Bulan itu sangat menyakitkan. Dia nampak mengepalkan kedua tangannya dengan bibir mengerat hingga giginya bergemelatuk.
Beberapa detik kemudian Bulan tersenyum miring. "Pelacur heh?" tanyanya sembari menatap lekat suaminya, entah dia dapat keberanian darimana bisa membuka mulutnya seperti ini.
Dia beranjak berdiri dengan lilitan selimut masih menutupi tubuhnya. Tangannya mengusap lelehan air mata di pipi. Mencoba menarik nafas dalam untuk menetralkan rasa sesak di dadanya.
"Bukankah kata pelacur itu lebih tepat kamu tunjukan pada selingkuhanmu!" Sarkas Bulan sembari menunjuk pada wajah suaminya.
Alvaro menatap tajam ke arah istrinya, dia cukup bisa menebak siapa wanita yang dimaksudkan Bulan.
"Aku diam bukan berarti aku tidak tahu apa-apa! Dimalam pertama pernikahan kita, kamu bahkan menggunakan jasa wanita itu untuk menghangatkan ranjangmu." Mendengar penuturan istrinya Alvaro terbelalak, apakah Bulan menguntitnya?
"Aku istrimu Al, karena itu aku tahu segalanya tentangmu, termasuk kelakuan busukmu dibelakangku." Bulan tertawa remeh melihat ekspresi suaminya yang diam membisu menahan amarah. "Jika kamu menganggapku pelacur yang kotor, lalu apa bedanya dengan Bintang?" Lanjutnya.
"Jika aku manusia kotor berarti Bintang lebih dari kotoran yang sangat menjijikkan." Ujar Bulan dengan menggebu.
Bulan mendongak menatap tajam Alvaro. "Berapa kamu membayar adik perempuanku untuk menikmati tubuhnya? Apakah dia melemparkan tubuhnya secara percuma. Pelacur kecil itu memang cerdik menjebak mangsanya pantas saja ka--."
"BULANNNN." Bentakan keras dari suaminya membuat Bulan seketika menghentikan ucapannya karena terkejut, dia melihat Alvaro bahkan sudah mengangkat tangannya ke atas siap ingin menamparnya kembali.
"Tampar aku Al, tampar!" Tantang Bulan seraya mendekatkan pipinya. "Kenapa berhenti?" tanyanya kemudian.
Dada Alvaro nampak naik turun karena menahan luapan emosi menghadapi istrinya yang keras kepala. Apalagi hinaan yang dilontarkan Bulan terhadap wanita yang dicintainya yaitu 'Bintang' sungguh keterlaluan. Dia tidak bisa menerimanya!
"CUKUP!!" Alvaro menghela nafasnya yang tidak beraturan. "Aku tidak ingin berdebat denganmu. Sifat keras kepalamu membuatku muak." Ujarnya seraya pergi dari kamar meninggalkan Bulan sendirian.
Melihat suaminya sudah menghilang dari balik pintu, Bulan meluruh ke lantai. Dia kembali menangis tersedu-sedu sembari mengamati ranjangnya yang berantakan, dan satu titik fokusnya pada noda darah di kasur putihnya cukup menonjol.
Bulan memejamkan matanya sesaat, tubuhnya terasa remuk. Dia mencoba kuat berhadapan dengan Alvaro, namun sejujurnya dia lemah seolah energinya semakin habis apalagi saat berdebat tadi. Dengan langkah tertatih dia berjalan menuju kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya yang terasa lengket. Lagi-lagi kamar mandi adalah tempat yang tepat untuk meredam suara tangisnya yang kembali pecah.
"Mama, Bulan nggak akan pernah mau melakukannya lagi." Gumamnya dengan berderai air mata menyesali tindakan konyolnya semalam.
Bersambung...
Jangan lupa untuk like dan komentar dicerita ini jika kalian suka❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Daulat Pasaribu
kenapa malah hidup bulan dan mama Laura yg menderita Thor ...sedangkan pelakornya hidup bahagia
2023-04-01
1