'Aku harus mulai mencari pekerjaan, tetapi kerja apa?' Aulia berpikir keras karena suaminya tidak mengijinkan dia bekerja di luar rumah, jika hanya pekerjaan yang memalukan yang dilakoni Aulia.
Wanita muda tersebut sudah pernah meminta ijin untuk berjualan kue sesuai dengan keahlian yang dia miliki, tetapi sang suami melarang dengan alasan malu sama rekan-rekan kerjanya.
"Jangan! Itu memalukan! Masak istri Kabag jualan kue!" larang Handoyo kala itu. "Kamu boleh bekerja, kalau itu di kantoran!"
Aulia hanya bisa pasrah karena tak mungkin dengan ijazah SMA yang dimiliki, dirinya bisa mendapatkan pekerjaan di kantoran seperti yang dimaui oleh sang suami.
"Tidak usah bekerja, jika hanya pekerjaan yang rendahan! Aku ini Kabag, apa kata orang kalau istriku hanya penjual kue!" tegas Handoyo kembali. Laki-laki matang tersebut menatap tidak suka pada istri kecil yang dia nikahi karena perjodohan.
"Nda ... ayo, mandi!" Seruan Ammar membuyarkan lamunan Aulia.
Aulia menghela napas panjang, untuk mengurai rasa sesak di dada.
'Nanti aku coba telepon Luna, deh, barangkali dia punya info pekerjaan buat aku,' gumam Aulia. Wanita bertubuh kurus itu kemudian mengangkat tubuh sang putra dan membawanya ke kamar mandi.
Ya, tubuh seksi Aulia menghilang dan berganti menjadi tubuh yang kurus kering, setelah wanita muda itu melahirkan putra pertamanya dan harus mengurus semuanya seorang diri, tanpa dibantu sedikitpun oleh sang suami.
Kulitnya yang dulu cerah dan
bersinar, kini menjadi kusam dan kering karena bertahun-tahun tidak tersentuh oleh alat-alat kecantikan.
Meskipun Aulia rajin mengaplikasikan bahan-bahan alami untuk merawat wajah, seperti tomat ataupun mentimun yang dia dapatkan di dapur, tetap saja semua itu kurang efektif karena tidak didukung dengan gizi seimbang yang masuk ke dalam tubuhnya.
Baru saja wanita muda itu selesai memandikan sang putra, ponsel bututnya yang sudah retak di sana sini, berdering di atas meja makan. Aulia segera membungkus tubuh sang putra dengan handuk dan kemudian menggendong Ammar untuk mengambil ponselnya.
'Luna? Panjang umur, dia.' Wanita berwajah imut itu tersenyum lebar, menampakkan deretan giginya yang kecil-kecil dan rapi, serta putih bersih.
"Assalamu'alaikum, Lun," sapa Aulia begitu gambar telepon berwarna hijau dia geser ke atas.
"Wa'alaikumsalam, Lia Sayang. Apa kabar?" tanya suara di seberang sana, terdengar riang.
"Alhamdulillah, kabar baik Aunty Luna," balas Aulia sambil terkekeh pelan. Sejenak, wanita muda itu melupakan kepenatan hidup yang menderanya selama ini.
Ingatan Aulia kembali ke masa silam, masa empat tahun lalu, ketika dirinya baru masuk bangku Perguruan Tinggi dan bertemu dengan para sahabat yang sangat menyenangkan.
"Eh, Lia. Suami kamu sudah berangkat kerja, kan?" tanya Luna kemudian, yang terdengar khawatir.
Ya, Luna dan juga sahabat Aulia yang lain tahu persis bahwa Handoyo tidak pernah mengijinkan sang istri menerima telepon dari teman-temannya. Sebab itulah, hubungan Aulia dengan para sahabat semakin jauh dan seolah terputus.
Kalaupun pagi hari Handoyo pergi ke kantor dan Aulia bisa bebas menerima telepon, tentu sahabat-sahabatnya juga sedang sibuk dengan pekerjaan mereka di kantoran, sehingga mereka tak memiliki kesempatan untuk bisa menjalin komunikasi dengan intens.
"Sudah, kok, Lun. Santai saja," balas Aulia. "Ada angin segar apa, Lun? Tumben kamu telepon jam segini? Memangnya, kamu enggak kerja?" cecarnya kemudian.
Aulia tahu persis kesibukan Luna yang bekerja di sebuah bank swasta terbesar di kota tersebut, hingga sahabatnya itu tidak memiliki waktu untuk sekadar berbasa-basi.
"Sabtu pagi, ada acara reuni angkatan kita, Lia. Datang, ya? Ajak pasangan," ucap Luna memberitahukan. "Habis ini aku kirim undangannya di nomor kamu," lanjutnya.
"Sabtu lusa, Lun? Kok dadakan, sih?" protes Aulia.
"Bukan dadakan, Lia Sayang ... ini, tuh udah di 𝘴𝘩𝘢𝘳𝘦 lama di group. Nah, aku 'kan lupa kalau kamu enggak masuk group. Untung Ria ngingetin dan minta sama aku agar ngabarin kamu," balas Luna, panjang lebar.
"Oh ... gitu, ya." Aulia mengangguk-angguk, seolah sang sahabat dapat melihatnya.
"Pokoknya harus datang ya, Lia. Kapan lagi coba, kita bisa ngumpul," harap Luna. "Sudah dulu ya, Lia. Si bos manggil," pungkas Luna yang langsung menutup telepon tanpa mengucap salam.
Aulia tersenyum, sedetik kemudian wanita muda tersebut menghela napas panjang. 'Apa Mas Han mau ya, aku ajak reuni? Kalau dia tidak mau, apa iya dia mengijinkan aku untuk pergi sendiri?'
Tanpa sadar netra bulatnya berkaca-kaca. Ya, hidup Aulia bagai terpenjara dalam sangkar emas. Namun, tanpa makanan enak seperti layaknya burung yang dipelihara oleh tuannya dengan penuh kasih sayang.
"Bunda, Ammal mau maem," pinta Ammar, mengurai lamunan Aulia.
"Iya, Sayang. Ammar pakai baju dulu ya, Nak," balasnya. Aulia yang masih menggendong putra kecilnya, bergegas menuju kamar sang putra.
Tak berapa lama, Ammar sudah tampil cakep dan harum. Bocah kecil itu kemudian di dudukkan sang ibu di kursi khusus untuk makan.
Baru saja Aulia hendak mengambilkan sang putra makan, ponselnya kembali berdering.
'Mas Han?' Dahi Aulia berkerut dalam. 'Tumben dia telepon. Ada hal penting apa, ya?' Wanita muda itu segera menerima telepon dari sang suami.
"Kamu masakin ibu balado telor, sama rendang setengah kilo. Belanja pakai uang kamu dulu, nanti aku ganti!"
💖💖💖 bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
WaTea Sp
lah enak banget kasoh uang aja pas pasan
2024-12-05
0
sherly
dih dah pelit banyak maunya lagi, nasibmulah lia mana punya mertua juga kayak gitu paket komplit buat sakit hati
2023-11-17
2
Ita rahmawati
astaga..istri tp kyk pembantu..masih mending juga pembantu kali..digaji trus gk mikirin uang belanja pula lah in 🤦♀️🤦♀️🤦♀️😔😔😔
2023-06-12
1