Pesona Rumput Tetangga
"Sarapan dulu, Mas," pinta Aulia pada suami dewasanya yang hendak berangkat ke kantor. Laki-laki matang tersebut sudah berpakaian rapi, harum dan rambutnya tersisir klimis, sempurna.
Begitulah keseharian Handoyo, jika hendak pergi ke kantor. Pakaiannya selalu terlihat licin dan rapi, harum dengan aroma pewangi pakaian berkelas yang senantiasa disiapkan oleh sang istri di setiap pagi sebelum laki-laki itu bangun dari tidurnya.
Semua yang dikenakan oleh Handoyo, menambah nilai plus laki-laki yang memiliki postur tubuh tinggi proporsional, dengan warna kulit kuning bersih tersebut. Tampan, satu kata itulah yang pantas untuk menggambarkan sosok suami dari Aulia Rizka.
"Kenapa menunya setiap hari, ini-ini saja, Lia! Membosankan!" ketus Handoyo, melirik tak berselera pada sarapan yang telah disiapkan oleh Aulia dengan susah payah, sambil momong buah hati mereka berdua yang sedang aktif-aktifnya.
Sepiring nasi goreng babat petai lengkap dengan telor dadar dengan irisan daun bawang dan seledri kesukaan sang suami, kerupuk udang kecil-kecil, serta lalapan timun, dibiarkan begitu saja tergeletak di atas meja. Handoyo enggan menyentuh sarapan paginya.
"Maaf, Mas. Semua serba mahal sekarang, jadi Lia harus sedikit berhemat," balas Aulia, sendu.
"Alasan!" hardik Handoyo yang langsung beranjak.
Aulia yang memangku putra kecilnya, ikut beranjak. "Mas, Mas Han enggak sarapan dulu? Nanti maag-nya kambuh lho, Mas. Sarapan ya, Mas. Sedikit saja," bujuk Aulia, sambil memegang lengan sang suami.
Handoyo menepis tangan sang istri sambil melirik Aulia dengan tajam. "Enggak usah sok perduli, kamu!" sentak Handoyo.
Mendengar suara keras sang ayah, membuat putra kecil mereka menangis. Bocah kecil berusia dua setengah tahun tersebut terlihat sangat takut pada sang ayah, dia menangis sambil bersembunyi di bahu sang ibu.
"Diam! Berisik!" bentak Handoyo, semakin menjadi. Laki-laki itu merasa 𝘮𝘰𝘰𝘥-nya benar-benar buruk pagi ini.
Sarapan yang itu-itu saja dan tidak sesuai selera, suara tangis Ammar yang memekakkan telinga, semakin menambah buruk suasana hati laki-laki matang tersebut.
"Cup-cup, Sayang. Diem ya, Nak. Ayah enggak marah, kok, sama Ammar," bisik Aulia di telinga sang putra. Netra wanita muda yang memiliki bulu mata lentik tersebut, berkaca-kaca.
Ini memang bukan pagi pertama bagi dirinya, menerima perlakuan semacam itu dari sang suami semenjak anak pertama mereka lahir. Bentakan, umpatan, hinaan dan kata-kata kasar lain, sudah menjadi makanan sehari-hari bagi istri kecil Handoyo tersebut.
"Kamu bisa menjadi ibu enggak, sih! Diemin anak saja, enggak becus!" hardik Handoyo, pada sang istri yang sedang mencoba menenangkan putranya.
Aulia menelan saliva, getir. Pernikahan yang dulunya dia bayangkan akan sangat indah, ternyata sama sekali tidak sesuai harapan.
Pernikahan tersebut hanya indah di tahun pertamanya saja karena setelah itu, sang suami mulai menunjukkan sifat aslinya yang arogan dan sama sekali tidak perduli dengan kesulitan sang istri dalam mengasuh anak dan mengurus rumah.
Aulia yang saat itu baru saja semester dua, harus memupus cita-citanya dan rela dijodohkan dengan seorang laki-laki dewasa yang sudah mapan. Perjodohan yang telah direncanakan oleh kedua orang tua mereka di masa lalu, ketika para orang tua tersebut masih sama-sama kuliah.
Handoyo yang sudah mapan secara finansial, ternyata begitu pelit sama istri dan juga perhitungan. Selain itu, laki-laki matang tersebut juga banyak maunya dan suka menuntut pada istri kecilnya.
Aulia menghela napas panjang. "Ammar takut mendengar suara Mas yang meninggi," ucap Aulia pelan, sambil mengusap-usap punggung sang putra yang masih berguncang karena isakan.
Handoyo mendengus, kesal. "Jadi, kamu menyalahkan aku!" Suami Aulia itu menatap istrinya dengan tatapan mengintimidasi.
Aulia menggeleng lemah. "Tidak, Mas. Lia han ...."
Laki-laki berseragam ASN itu mengisyaratkan dengan tangan, memotong perkataan Aulia. Dia kemudian segera berlalu, meninggalkan ruang makan hendak berangkat ke kantor.
Aulia yang belum salim, mengejar sang suami hingga sampai ke teras rumah karena langkah Handoyo yang panjang.
"Mas, salim." Aulia mengulurkan tangan, tetapi Handoyo hanya meliriknya tanpa ingin menyambut uluran tangan sang istri.
Laki-laki berwajah tegas itu kemudian masuk ke dalam mobil tanpa sepatah kata pun, membuat hati Aulia semakin teriris, pedih.
'Jika bukan karena permintaan ibu yang sudah mewanti-wanti agar kami jangan sampai berpisah, rasanya aku sudah tidak sanggup lagi hidup bersama mas Han,' bisik Aulia dalam hati.
Wanita muda itu menuntun sang putra yang sudah sedikit lebih tenang, untuk melambaikan tangan pada sang ayah. Namun, lambaian tangan Aulia dan buah hati mereka, disambut dengan tatapan dingin oleh Handoyo.
Mobil yang dikendarai oleh ayah satu anak tersebut, berlalu begitu saja tanpa membunyikan klakson sebagai tanda pamitan.
"Sabar ya, Nak. Kita do'akan sama-sama, semoga ayah segera dibukakan pintu hatinya agar sayang sama kita," ucap Aulia seraya mengusap puncak kepala sang putra yang berada dalam gendongan, setelah mobil sang suami meninggalkan pekarangan rumah mereka yang cukup luas.
"Makanya, jadi istri tuh, mesti pandai merawat diri! Dandan dan pakai pakaian yang bagus, jangan pakai pakaian yang kumal seperti itu!"
💖💖💖 bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
sherly
hmm sepertinya bakalan buat darting nih
2023-11-17
1
Ita rahmawati
suka agak gmna gtu bc klo yg ceritany perselingkuhan..bin es moni 😁 tp penasaran makany ikutan,,klo gk kuat bolehkan berhnti di pinggir jalan 🤭🤭
2023-06-12
1
🤎YOLANDAgͨaͦdͫiͤsᷝMD🇲🇨
mulai baca mom
2023-04-28
1