"Makanya, jadi istri tuh, mesti pandai merawat diri! Dandan dan pakai pakaian yang bagus, jangan pakai pakaian yang kumal seperti itu!"
Aulia yang hendak masuk ke dalam rumah, menghentikan langkah dan memutar leher menoleh ke arah sumber suara. Dia melihat sang ibu mertua sudah berdiri di pintu gerbang rumah yang belum tertutup, dengan menatap sinis pada dirinya.
Ya, Aulia saat ini memang hanya mengenakan daster rumahan. Daster yang dia beli ketika hamil Ammar hampir tiga tahun lalu. Daster yang sudah robek di bagian punggung, tetapi tidak terlihat karena tertutup hijab lebar yang dia kenakan.
Dada Aulia sakit rasanya mendengar perkataan sang ibu mertua, tetapi wanita muda itu menahan diri agar tidak menjawab cemoohan ibunya Handoyo karena bagaimanapun, beliau adalah orang tua dari sang suami yang harus dia hormati layaknya ibu kandung sendiri.
Aulia tersenyum pada wanita berusia senja yang masih berdiri dengan congkak tersebut. "Silahkan masuk, Bu," tawarnya dengan sopan.
"Tidak perlu, aku hanya ingin memastikan bahwa putraku pagi ini, penampilannya tidak memalukan karena dia sudah menjadi Kabag sekarang!" ujar wanita yang memakai perhiasan mencolok tersebut, dengan ketus.
Wanita muda tersebut menekan rasa sakit di dada karena merasa diperlakukan seperti seorang pembantu, di rumahnya sendiri. Semua keperluan sang suami harus dia yang menyiapkan dan harus 𝘱𝘦𝘳𝘧𝘦𝘤𝘵, dimata suami dan juga ibu mertua yang rumahnya hanya berjarak beberapa meter saja.
Ibu mertua yang selalu turut campur dan memata-matai kehidupan rumah tangganya, sejak awal mereka menikah. Ibu mertua yang nyinyir, yang memiliki lidah lebih tajam dari lidahnya netizen di dunia maya.
"Mari, Bu. Lia mau lanjut beres-beres rumah," pamit Aulia yang segera melanjutkan langkah masuk ke dalam rumah dan tak ingin berlama-lama mendengar celotehan yang tidak penting dari sang ibu mertua, celotehan yang dapat membuat hatinya semakin terasa sakit.
Wanita muda itu segera mendudukkan sang putra di kasur, di dalam kamar Ammar yang tanpa ranjang, agar bocah kecil tersebut aman. Dia kemudian mengambilkan mainan untuk sang putra supaya Ammar anteng bermain sendiri, sehingga Aulia bisa meneruskan mengerjakan pekerjaan rumah yang masih menumpuk.
Setelah memastikan sang putra asyik memainkan mainan kesukaannya, Aulia segera melanjutkan membereskan rumah yang cukup besar untuk ukuran mereka bertiga, setelah terlebih dahulu wanita muda itu melepaskan hijabnya dan menyimpan di gantungan handuk.
Rumah yang terdiri dari dua lantai, meski di lantai atas hanya terdapat satu ruangan yang cukup luas. Ruangan yang digunakan sang suami untuk menyimpan alat-alat 𝘧𝘪𝘵𝘯𝘦𝘴𝘴-nya.
'Sebaiknya, aku bersihkan lantai atas dulu, mumpung Ammar masih asyik bermain.' Wanita muda itu memastikan menutup serta mengunci pintu rumah, menutup pintu kamar mandi, dan menjauhkan barang-barang yang sekiranya berbahaya dari jangkauan sang putra, sebelum dirinya naik ke lantai atas.
Sigap, Aulia membersihkan ruangan yang digunakan oleh sang suami untuk berolahraga membentuk tubuh, hingga tak butuh waktu lama semuanya sudah terlihat mengkilap.
Aulia bergegas turun, melongok sang putra di kamar untuk memastikan putra kecilnya tersebut masih aman di sana, sebelum dia melanjutkan mengerjakan yang lain.
"Eh, Ammar mau apa, Nak?" tanya Aulia yang baru saja masuk ke dalam kamar dan melihat sang putra tengah membuka almari pakaian.
"Mau mandi, Nda," balas Ammar dengan suaranya yang masih terdengar cadel. "Ammal mau baju lobot," pintanya sambil menunjuk stelan kaos kesayangan yang berada di tumpukan teratas, kaos yang warnanya sudah mulai memudar.
Kaos bekas pakai pemberian dari adiknya Handoyo karena sudah tidak muat lagi dipakai oleh putranya, yang sudah masuk sekolah TK.
Aulia mendekap sang putra dan menangis dalam diam. Dia sangat miris dengan kehidupannya sendiri saat ini. Kehidupan yang di mata orang lain terlihat sangat enak, nyatanya yang dia rasakan tidak seperti yang dilihat oleh kebanyakan orang.
Dia merana dan nelangsa, hidup dalam rumah yang cukup besar dan mewah tersebut. "Maafkan Bunda ya, Nak. Bunda belum bisa membelikan kamu baju," ucap Aulia, terbata.
Ya, Handoyo sangat pelit pada istri dan juga anaknya sendiri. Setiap bulan, Aulia hanya diberi uang belanja sebesar satu juta rupiah dan itu harus cukup untuk menutupi semua kebutuhan keluarga. Dari mulai makan sehari-hari, keperluan Ammar, sampai biaya sosial yang cukup tinggi di komplek tempat mereka tinggal.
Untuk perihal makan, Handoyo selalu cerewet dan banyak maunya. Laki-laki itu tak bisa makan jika tidak ada lauk, minimal telor harus ada, dan itupun dia tidak mau jika setiap hari dimasakin telor.
Aulia harus pandai-pandai memutar otak, bagaimana caranya agar uang satu juta tersebut cukup untuk menutup kebutuhan sehari-hari hingga satu bulan ke depan.
Tak jarang, wanita itu hanya makan dua kali, pagi dan malam, itupun sisa makanan sang suami karena bagi Aulia yang penting suami dan anaknya makan dan dia tidak kena semprot Handoyo.
'Aku harus mulai mencari pekerjaan, tetapi kerja apa?' Aulia berpikir keras karena suaminya tidak mengijinkan dia bekerja di luar rumah, jika hanya pekerjaan yang memalukan yang dilakoni Aulia.
💖💖💖 bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
sherly
batu krikil tu aja dicabein kasi makan lakimu yg pelit tu...
2023-11-17
2
Ita rahmawati
males amat pusing..y secukupny uang aj klo abis y udh diem aj,,gk ush masak dn ngapa²in atau yg penting buat ank dulu,, kelaperan y biarin palingan pingsan biar tuh suami luck nut tau dn malu klo kyk gtu kn pasti org² pd tau 🤭🤭
2023-06-12
1
Mita Rosita Hestiana
cerita mirip dengan yg aku alami....hanya bedanya aku bekerja jd gak harus minta uang suami
2023-05-25
1