'Tumben dia telepon. Ada hal penting apa, ya?' Wanita muda itu segera menggeser tombol telepon berwarna hijau untuk menerima panggilan dari sang suami.
"Kamu masakin ibu balado telor, sama rendang setengah kilo. Belanja pakai uang kamu dulu, nanti aku ganti!" titah suara di seberang sana, tanpa ingin tahu kerepotan sang istri di rumah.
Baru saja Aulia membuka mulut hendak berbicara, Handoyo kembali memerintah.
"Jam sebelas harus sudah matang dan antarkan ke rumah ibu!" Laki-laki yang merupakan ayah kandung dari putranya itu langsung menutup telepon, tanpa menunggu persetujuan Aulia.
Ibu muda satu anak tersebut hanya dapat menatap nanar ponsel lawas miliknya, yang layarnya sudah retak hingga membuat Aulia sedikit kesulitan jika membaca pesan masuk.
Wanita muda itu menghela napas panjang. 'Mendadak sekali permintaan Ibu. Bagaimana jika daging di tukang sayur keliling sudah habis? Di mana aku harus membelinya?'
"Nda, mau maem." Suara kecil Ammar, menyadarkan Aulia bahwa dirinya harus segera melayani sang putra yang ingin sarapan.
"Tunggu sebentar ya, Sayang." Aulia menggeletakkan ponsel begitu saja di atas meja makan dan kemudian segera mengambilkan sarapan untuk Ammar.
Sedikit nasi hangat dengan lauk telor dadar yang sudah dia siapkan tadi, sewaktu membuatkan nasi goreng untuk sang suami yang tidak di sentuh sama sekali oleh Handoyo.
"Mau sama kecap manis, Sayang?" tawar Aulia seraya menyimpan piring melamin bergambar kartun kesukaan Ammar, di hadapan bocah kecil tersebut.
"Mau-mau," balas Ammar, antusias.
Aulia menambahkan sedikit kecap manis di atas telor yang sudah diiris kecil-kecil, untuk memudahkan sang putra memakan nasi dan lauknya secara bersamaan.
"Berdo'a dulu ya, Sayang," titah Aulia. Bundanya Ammar tersebut kemudian menuntun sang putra, untuk membaca do'a sebelum makan.
Usai berdo'a dan Ammar sudah mulai menikmati makanannya, Aulia pun ikut menikmati nasi goreng dingin yang tidak disentuh oleh suaminya tadi.
Aulia makan dengan sangat cepat, sambil netranya terus melihat ke arah jarum jam yang menempel di salah satu sisi dinding ruang makan. Wanita muda itu sama sekali tak dapat menikmati makanan yang dia buat dengan sepenuh hati untuk sang suami karena terburu-buru.
"Sayang, makannya cepat sedikit, ya. Nanti ikut bunda ke tukang sayur." Aulia yang sudah menyelesaikan sarapannya, menatap sang putra sambil mengusap puncak kepala putra kecilnya.
Ammar mengangguk, mengerti. "Ammal, boleh jajan?" pintanya dengan mulut yang masih penuh makanan.
Aulia beruntung, sang putra termasuk anak yang tidak rewel perihal makan. Bocah kecil tersebut juga bisa mengerti, jika sang ibu melarangnya untuk membeli jajanan.
Wanita berwajah imut itu mengangguk, mengiyakan permintaan sang putra. "Tapi nanti nurut sama bunda, ya," pinta Aulia memberikan syarat.
Ammar mengangguk seraya tersenyum lebar. "Macih, Nda," ucapnya seraya menatap sang bunda dengan netra berbinar.
"Iya. Sama-sama, Sayang," balas Aulia. "Ayo, habiskan dulu makanannya. Bunda mau siap-siap dulu."
Aulia bergegas ke kamarnya. Sementara bocah laki-laki itu, segera meneruskan sarapan.
"Pakai ini saja, enggak apa-apa, deh. Yang bolong 'kan, nanti tertutup hijab," gumam wanita muda itu, seraya mematut dirinya di depan cermin.
Ya, Aulia memutuskan untuk tidak berganti pakaian karena daster panjang yang dia kenakan sekarang, baru dia pakai menjelang shubuh tadi usai dirinya mandi besar.
Wanita muda itu memang sudah terbiasa bangun jauh sebelum shubuh karena dia harus mandi besar terlebih dahulu, sebelum menunaikan kewajiban melaksanakan sholat dua raka'at.
"Ish, Mas Han selalu saja meninggalkan jejak ini di leherku." Aulia mengerucutkan bibir, kala mendapati lehernya yang penuh tanda merah dari sang suami.
Wanita muda itu buru-buru mengenakan hijab lebar, untuk menutup aurat, sekaligus menutupi dasternya yang sobek di bagian punggung.
'Mas Han kenapa libi*donya besar sekali, ya?' batin Aulia bertanya, seraya menatap drinya dari pantulan cermin besar di hadapan
Ya, hampir tiap malam suami dewasanya itu selalu meminta jatah dan egoisnya, Handoyo tak pernah memikirkan bagaimana perasaan sang istri.
Laki-laki matang itu tak mau tahu, jika sang istri mengeluh lelah atau anaknya sedang rewel. Handoyo yang tak mau dinomorduakan, oleh pekerjaan rumah ataupun dengan sang putra, tetap memaksa Aulia untuk melayaninya.
Suami Aulia itu juga tak perduli, ketika sang istri belum mendapatkan kenikmatan dari pergumulan mereka, tetapi dirinya sudah klima*s berkali-kali, maka Handoyo dengan santainya akan mengakhiri penyatuan.
"Nda, udah." Suara Ammar yang memanggil dirinya, mengurai lamunan Aulia.
Aulia segera mengusap kasar air mata yang tiba-tiba menyeruak dan mengalir, membasahi kedua pipinya yang mulus tanpa noda.
Wanita muda itu menghela napas panjang seraya menggeleng-gelengkan kepala. Dia tidak mau lagi memikirkan ketidakadilan yang dia terima, baik sebagai istri ataupun sebagai nyonya di rumah ini yang seharusnya diratukan dan bukan malah diperlakukan layaknya seorang budak belian.
Aulia sudah lelah, protes pun tak pernah di dengar oleh Handoyo. Ibu satu anak itu hanya bisa pasrah, apalagi orang tuanya berkali-kali memperingatkan agar Aulia tetap bertahan demi persahabatan para orang tua tersebut. Tepatnya, persahabatan sang papa mertua dengan mamanya.
"Nda, Ammal mau mimik!" pinta Ammar sedikit berseru karena bundanya tak kunjung datang.
Aulia langsung menyambar dompet lusuh dari atas nakas karena hendak segera menghampiri sang putra. Namun, dia urungkan langkahnya kala netra Aulia menangkap selembar struk belanjaan yang meluncur bebas dari atas nakas karena gerakannya yang cepat tadi.
"Struk belanjaan pakaian dalam wanita di butik?" Dahi Aulia berkerut dalam.
💖💖💖 bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
WaTea Sp
ugh....gile bener tuh si han mo enak sendiri
2024-12-05
0
WaTea Sp
wah ada pelakor
2024-12-05
0
sherly
anak dah kurus kering, dah kayak pembantu, msh aja disuruh bertahan demi persahabatan para ortu, jd curiga kamu anak kandung apa anak tiri
2023-11-17
1