Kasih Yang Hilang
Malam semakin larut,saat Diana masih sibuk membersihkan noda darah yang tercecer di lantai kamar ibunya."
Bu,apa tidak sebaiknya kita cari ayah saja,untuk membawa ibu kerumah sakit,ayah pasti punya uangnya," ucap Diana,dia melihat penuh kasih kepada ibunya. "Ibu cuma batuk biasa kok sayang,lagian kita kan juga masih punya uang buat berobat,uang simpanan ibu juga pasti cukup,jadi untuk apa mencari ayah? Ayah juga sibuk kerja di luar kota." Jawab bu Naumi,berusaha meyakinkan anaknya.
"Ibu,benarkah ayah bekerja di luar kota? Ayah bahkan tidak pernah sekalipun memberi kabar buat kita,dan ayah juga pergi tanpa bilang apapun pada kita,mungkin saja ayah meninggalkan aku dan ibu." Diana duduk di atas kasur,tepat di samping ibunya,wanita itu mengusap lembut tangan mungil anaknya.
"Sayang,ayah tidak meninggalkan kita,ayah hanya pergi sebentar untuk mencari uang,untuk biaya sekolah Diana,kamu jangan berpikir macam-macam."
Mendengar perkataan ibunya,Diana heran,dia bingung,apanya yang bukan meninggalkan,ayahnya sudah pergi selama tiga bulan tidak ada kabar. Ayah sudah pasti tidak berniat kembali,terakhir kali dia melihat ayahnya saat pertama masuk sekolah di SD Bunga Bangsa,saat itu pertama kalinya juga dia diantar oleh ayahnya sampai ke gerbang sekolah,meski ingin sekali menggenggam tangan sang ayah tapi Diana mengurungkan niatnya,sudah mau diantar saja di hari pertamanya masuk sekolah dia sudah sangat senang.
Awalnya gadis kecil itu berpikir mungkin ayahnya sudah bisa menerima dirinya dan ibunya, tapi kenyataannya tidak begitu,saat pulang sekolah Diana mendapati ibunya yang menangis seorang diri di kamar,dan keadaan rumah yang berantakan.
Diana kecil tahu,kalau ibu dan ayahnya pasti sedang bertengkar hebat,jadi dia tidak bertanya apa pun tentang hal itu,dia hanya berusaha menenangkan ibunya,dengan mengatakan semuanya akan baik-baik saja,padahal dia sendiri tidak tahu apa yang sedang terjadi,dan setelah hari itu ayah tidak pernah pulang sampai sekarang.
"Nak,kenapa kamu melamun? Apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya bu Naumi saat melihat putrinya hanya diam melamun,seolah tengah memikirkan sesuatu." Oh... itu bu,Diana kepikiran soal tugas di sekolah tadi siang,entah sudah selesai Diana kerjakan atau belum,Diana takut di marahin sama ibu guru besok," jawab Diana sengaja berbohong agar tidak membuat ibunya khawatir.
"Sayang ... Maafkan ibu ya nak,karena ibu sakit, jadinya kamu harus bantuin ngurus ibu,kamu pasti capek kan,pulang sekolah harus bantuin ibu jualan,bantuin ibu nyuci pakaian,kadang harus berjaga semalaman kalau ibu sakit." Ucap wanita itu masih berusaha menahan air matanya yang hampir jatuh.
"Bu,ibu tidak perlu mengatakan hal itu pada Diana,ini semua sudah menjadi tugas Diana, sebagai anak ibu untuk membantu ibu,kita hanya berdua,Diana hanya punya ibu,dan ibu juga cuma punya Diana,jadi kita harus bisa saling menjaga. Diana tidak mau kehilangan ibu,Diana takut sendirian"
Tak terasa air matanya jatuh,dia memeluk erat ibunya,seperti tidak ingin melepaskannya,Diana takut kalau suatu ketika ibunya pergi,tapi bukan pergi seperti ayahnya,melainkan pergi untuk selamanya.
Hari ini seperti biasanya Diana Putri,gadis kecil cantik yang membuat setiap orang yang melihatnya selalu ingin mencubit gemas pipinya,dia masih terus asyik membantu sang ibu menyiapkan bekal makan siang,untuk di bawa pergi ke sekolah.
Diana tersenyum dengan penuh bahagia saat melihat ibu memasukkan bekal ke dalam tasnya.
"Semoga saja ibu bisa seperti ini terus sampai aku besar nanti,pasti aku akan menjadi sangat bahagia" ujar Diana penuh harap,bu Naumi hanya tersenyum mendengar penuturan anaknya.
"Bu,bagaimana kalau nanti setelah Diana pulang dari sekolah kita ke rumah om Indra,ibu mau kan?" tanya Diana,berharap kalau ibunya kali ini mau bertamu ke rumah om Indra adik ayahnya, agar mereka tahu keberadaan ayahnya itu.
"Diana,hari ini ibu tidak bisa,soalnya ibu harus ke rumah sakit," wanita itu menjawab cepat,dia dapat melihat dengan jelas kekecewaan di wajah putrinya.
"Ibu tidak bisa atau tidak mau?" bu Naumi tidak menyangka pertanyaan itu bisa keluar dari mulut gadis sekecil Diana. "Bagaimana kalau besok?" ibunya mulai memberi harapan,meski dirinya sendiri tidak yakin kalau besok dia masih bisa memenuhi keinginan sang anak.
"Benarkah? Diana mau,kalau begitu kita akan berangkat besok,lagian besok juga hari libur." Dia melompat kegirangan tidak di sangka kali ini ibunya mau menerima ajakannya,mungkin ibu sudah lelah mendengar permintaannya yang itu-itu aja setiap mau berangkat ke sekolah.
"Sudah jam 07. 00 Diana harus segera berangkat nanti terlambat lagi,Diana pamit dulu bu." Gadis itu mencium penuh takzim tangan ibunya.
"Hati-hati ya nak! Ingat,jangan nakal,dan belajar yang rajin!" pesan ibunya saat mengantarkan Diana sampai pintu depan
"Iya bu,Diana pergi dulu ya.!" Sebelum mengayuh sepedanya Diana masih sempat melihat ibunya yang berdiri menatap kepergiannya dengan senyum merekah di bibir,senyuman yang setiap saat dia rindukan,senyuman yang mampu menenangkan jiwanya.
Saat jam pelajaran tengah berlangsung Dea Amanda,yang akrab di sapa Dea,teman sebangku sekaligus sahabat Diana terus saja mengusiknya, ini jelas saja membuat Diana kesal.
"Kamu ini sangat senang membuat aku kesal" cicit Diana
"Habisnya kamu dari tadi aku lihat melamun terus sih," ujar Dea "Ada masalah ya?" tanya anak itu penuh perhatian.
"Itu tuh,aku kepikiran ibu di rumah." Jawabnya jujur.
"Bukan lagi mikirin mang Udin yang jualan bakso di depan sekolah kita kan?" goda Dea tersenyum geli.
"Dea...!" Diana melotot kearahnya,Dea memang tidak pernah serius saat bicara,tapi jujur saja candaannya itu selalu bisa membuat hati Diana yang sedang gelisah kembali tenang.
"Haha..." Dea tertawa lepas,tanpa sadar kalau saat ini dia telah sukses membuat semua mata tertuju ke arahnya termasuk bu Amara yang sedang mencatat mata pelajaran yang diberikan hari itu.
"Dea Amanda,jangan berisik! Atau kamu mau belajar di luar?" suara bu Amara membuatnya terdiam seketika. "Eh... eum,Dea minta maaf bu," ucap Dea masih tersenyum,Diana hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah temannya itu.
Saat bel tanda jam sekolah sudah usai di bunyikan,Diana buru-buru keluar dia bahkan tidak sempat menjawab saat deya terus memanggilnya,semenjak jam pelajaran pertama tadi,pikirannya benar-benar tidak fokus,dia selalu teringat ibunya. Apalagi saat melihat wajah pucat sang ibu tadi pagi,dia sudah yakin bahwa ibu sedang sakit,namun sebisa mungkin tidak mengatakannya,agar dia tidak khawatir.
Berselang 10 menit kemudian,dia sudah sampai di rumah nya,Diana membuka pintu perlahan,di lihatnya rumah sepi,mungkin ibunya masih belum pulang dari rumah sakit.
Diana kemudian memastikannya dengan membuka pintu kamar ibunya,gadis itu sedikit terkejut melihat wanita yang terbaring lemah di atas ranjang,wanita yang tak lain adalah ibunya.
"Lho,ibu di sini rupanya,ibu bilang mau ke rumah sakit apakah ibu mau Diana temanin?" tanya Diana.
"Ibu sudah pulang sayang,cuma rasanya badan ibu sangat lemas jadi ibu istirahat sebentar." Jawab bu Naumi berbohong,dia tidak ingin membuat Diana khawatir.
"Ibu tidak sedang berbohong kan?" Diana tidak percaya ucapan ibunya.
"Tidak,ibu serius. Oh iya,nanti setelah selesai makan kamu mau kan bantuin ibu anterin cuciannya bu Indri,sudah ibu letakkan di atas sofa ruang tengah,bisa?" pinta ibunya.
"Tanpa ibu minta pun Diana juga bakal bantuin kok,ini kan sudah jadi tugasnya aku, jadi dengan senang hati aku akan membantu ibu" ujar Diana.
Bu naumi menarik Diana ke dalam pelukannya, betapa bahagia hatinya mendapatkan seorang anak sebaik Diana,wanita itu sangat bersyukur karena kehadiran buah hatinya yang mampu menjadi obat penenang jiwanya,saat hubungannya dengan suaminya sedang di ujung kehancuran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments