Ternyata Semuanya Palsu

Diana bantuin ya, Bi." Diana langsung mengambil wortel untuk dipotong.

"Nggak usah, Non. Lagian nyonya Sofi juga tidak ada di rumah, nyonya lagi pergi ke luar, mending non Diana istirahat aja dulu di kamar," suruh bi Murni.

"Tante Sofia sudah pulang dari tadi, Bi," ungkap Diana memberi tahu setengah berbisik, bi Murni menutup mulutnya dengan kedua tangannya, wanita itu tidak tahu kalau ternyata majikannya itu sudah pulang.

"Oh, benar kah? Bibi kok nggak tahu ya?" bi Murni heran sendiri, biasanya jam segini majikannya itu tidak pernah ada di rumah, eh hari ini malah tiba-tiba aja pulang cepat.

"Bibi nggak tahu kan, untung aja tante nggak dengar omongan Bibi. Kalau tidak, entah apa yang bakalan terjadi," ujar Diana, dia sendiri sebenarnya juga takut jika memikirkan sifat jahatnya tante Sofia yang suka bertindak kejam kalau lagi marah, tapi semua itu nyatanya cuma berlaku pada Diana, tidak pada orang lain.

"Diana, kamu ngapain di sini? Temenin aku jalan-jalan yuk!" ajak Ariska, saat Diana masih sibuk di dapur bersama bi Murni.

"Eh Ariska, maaf aku nggak bisa. Soalnya tante nyuruh aku masak hari ini, nanti aja ya," tolak Diana, dia tahu Ariska sengaja mengajak dirinya, agar nanti dia kena dimarahi lagi sama tante Sofia.

"Alah, kalau soal itu biar aku yang bilang ke mama, mama pasti tidak bakal marahin kamu, kamu tenang aja," ucap Ariska, gadis itu masih membujuknya, berharap Diana mau, tapi gadis itu bukan lagi anak kecil seperti sepuluh tahun yang lalu. Dia sudah bisa membedakan mana yang benar-benar tulus menyayanginya dan mana yang hanya berpura-pura.

"Nggak ah, kamu sendiri aja. Kamu juga tahu kan hukuman apa yang bakalan aku terima setiap kali aku melanggar perintah mama kamu, atau pun melakukan kesalahan yang lain." Diana mengingatkan.

"Ya sudah aku pergi sendiri aja." Ariska langsung pergi dengan wajah kesal, karena tidak berhasil membujuk Diana.

"Non harus lebih berhati-hati dengan Ariska, sepertinya dia juga sama seperti nyonya Sofi," ujar bi Murni mengingatkan, wanita itu tidak ingin Diana jatuh dalam jebakannya Ariska lagi, seperti beberapa waktu lalu.

------

------

"Kamu ternyata masih suka duduk di sini ya," ucap seorang gadis yang berdiri di sampingnya, sambil menatap ke bawah bukit tempat mereka berada. Diana terpaku sesaat, dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini.

"Kamu Dea kan, aku tidak salah lihat, kamu benar-benar dea?" Diana sangat senang, sudah sepuluh tahun lebih Diana merindukan sahabatnya itu.

"Iya, aku Dea. Akhirnya kita bisa bertemu lagi." Dea memeluk Diana cukup erat, melepaskan semua rindunya, mereka sudah berpisah sejak kecil, dan sekarang bertemu tanpa disengaja. Mereka kembali dipertemukan di bukit yang dulunya menjadi tempat yang paling sering mereka kunjungi saat kecil.

"Selama ini kamu hidup dengan bahagia kan?" tanya Dea, dia ingin memastikan kalau temannya itu hidup dengan baik, meski tidak bersama mereka.

"Aku kehilangan semuanya, Dea. Aku..." Diana tidak bisa lagi melanjutkan ucapannya, dia mulai terisak.

"Kenapa Diana? Apa yang terjadi sama kamu?"

"Semenjak tinggal bersama om Indra, aku sudah kehilangan semuanya, aku bahkan lupa bagaimana rasanya bahagia, tersenyum pun rasanya sangat sulit," ungkap gadis itu.

"Maafin aku Diana, maafin juga mama yang tidak bisa menjaga kamu dengan baik," pinta Dea tulus, wajahnya terlihat murung, dia merasa bersalah atas kejadian sepuluh tahun yang lalu.

"Aku tidak pernah marah sama tante, sama kalian semua, tapi kenapa tante meninggalkan aku? Aku sendirian di sana, aku sudah menunggu seharian. Hingga akhirnya aku terpaksa harus ikut om Indra pulang ke rumahnya. Kamu tahu, bahkan sampai sekarang aku masih menunggu kalian untuk menjemput aku kembali."

"Diana hari itu mama..."

"Non... Non Diana!" bi Murni tiba-tiba datang dan membuat Diana terbangun dari tidurnya.

"Aish... Ternyata hanya mimpi, Bi Murni sih gangguin Diana tidur, kan mimpinya jadi bersambung deh, nggak seru," cicit gadis itu sambil mengucek-ngucek matanya, agar penglihatannya lebih jelas.

"Ternyata hanya mimpi, tapi kenapa rasanya begitu nyata?" batin Diana

"Non Diana kenapa tidur di sini?" tanya bi Murni penasaran.

"Ketiduran, Bi. Soalnya di sini rasanya sangat nyaman," jawab Diana jujur.

"Oh iya, tante sama om Indra sudah pulang belum?" tanya Diana kemudian.

"Nyonya sama tuan sudah pulang sejak tadi, bibi sudah ngantuk banget ini. Bibi ke kamar dulu ya, sebaiknya non Diana juga langsung ke kamar deh, jangan masuk ke dalam lagi. Soalnya tuan sama nyonya sedang ribut di dalam," ungkap bi Murni, setelah mengatakan hal itu, bi Murni langsung pergi meninggalkan Diana seorang diri.

Diana langsung bangkit dari bangku itu dan melangkah masuk ke dalam melalui pintu belakang, tanpa mempedulikan ucapan terakhir bi Murni, yang mengatakan padanya supaya tidak masuk ke dalam rumah itu lagi, sebab kedua suami istri itu sedang ribut.

Diana penasaran apa yang sedang diributkan oleh pasangan itu, padahal selama ini mereka sangat harmonis, rumah tangganya baik-baik saja.

"Keterlaluan sekali Doni, bagaimana bisa dia berbuat hal serendah ini. Aku tidak terima perlakuan mereka, aku harus memberi dia pelajaran," ucap Indra,lelaki itu tampak sangat marah, kedua tangannya terkepal kuat.

"Sudah lah, Mas. Jangan terlalu dipikirkan, mungkin dia belum tahu kamu siapa, nggak perlu dikasih pelajaran, kamu cukup buat janji untuk bertemu dan bicara secara baik-baik," ujar istrinya memberi saran.

"Jangan terlalu dipikirkan kamu bilang? Kamu tahu tidak berapa kerugian yang aku terima karena perbuatan mereka yang memutuskan kontrak kerja seperti ini."

Prang!

Gelas itu dilempar ke lantai hingga pecah berkeping-keping.

Diana yang berada di belakang pintu masuk menuju dapur, terkejut melihatnya. Dia tidak pernah melihat om Indra semarah ini, dan ternyata inilah sifat asli lelaki itu.

"Mas Doni, kita tidak punya urusan dengan dia, lagian kalau nanti kamu berbuat macam-macam, yang ada mereka malah menaruh curiga dan akan mencari tahu siapa sebenarnya kamu, dan pada akhirnya dia juga akan tahu kalau Diana ada bersama kita. Kamu tidak mau kan Diana keluar dari rumah ini?"

Deg...

Diana hampir tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan, yang mereka bicarakan adalah om Doni, suaminya tante Anita. Mereka adalah orang-orang yang selama ini selalu dirindukannya.

Suami istri itu terus berbicara, tidak sadar bahwa ada seseorang yang sedari tadi menguping pembicaraan mereka.

"Om Doni, akhirnya aku memiliki harapan itu lagi," batin Diana, sorot matanya terlihat berbinar. Dia mulai memiliki sedikit harapan, kali ini entah rencana apa yang akan dilakukannya.

___

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!