Harus Ikhlas

Setelah berhasil membujuk Diana, Anita melangkah masuk ke dalam, dilihatnya jasad yang terbujur kaku itu. Perlahan dia mencoba mendekat, dan menyingkap kain yang menutupi wajah sahabatnya. Air matanya terus mengalir keluar, dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, Anita terus meyakinkan dirinya bahwa ini hanya sebuah mimpi.

"Sudah Diana bilang kan, ibu hanya tidur," ucap Diana di sela-sela tangisannya, padahal dia juga tahu kalau ibunya sudah tiada, tapi dia tetap bersikeras mengatakan ibunya sedang tidur.

Anita tidak mengatakan apa-apa, dia hanya bisa memeluk Diana, bahkan dia juga merasa sangat kehilangan.

"Anita... Kenapa kamu tidak mengatakan padaku tentang penyakit Naumi? tanya seorang lelaki, Anita mendongakkan wajahnya melihat ke arah asal suara tersebut, dan ternyata itu adalah suaminya. Lelaki itu datang bersama Dea, dea langsung memeluk Diana yang masih menangis.

Dea tidak tahu bagaimana cara menenangkan sobatnya. Sedangkan Anita hanya diam, dia tidak menjawab sama sekali pertanyaan suaminya.

Ini bukan saat yang tepat, saat ini dia tidak bisa memberi penjelasan apa-apa.

Proses pemakaman langsung dilakukan hari itu juga, tidak satu pun kerabat Naumi yang datang, padahal Anita sendiri yang sudah menghubungi kakak-kakaknya Naumi, tapi mereka hanya menjawab iya, kalau tidak datang berarti mereka sedang sibuk.

"Sebenci inikah mereka sama kamu, Nau?" batin Anita.

Setelah pemakaman selesai, Diana langsung meminta Anita untuk mengantarkannya pulang ke rumah. Gadis itu terus mengatakan kalau ibunya masih menunggu mereka di rumah. Anita hanya bisa mengikuti kemauan Diana, dia tidak mengatakan apa pun tentang Naumi, dia juga tidak bilang kalau Naumi sebenarnya sudah tiada, ibunya itu sudah pergi untuk selama-lamanya.

Anita dan keluarga kecilnya masih di rumah Diana sampai malam menjelang, mereka akan menunggu orang-orang yang kemungkinan akan datang untuk melayat, tapi sudah berjam-jam ditunggu tak satu pun yg datang, padahal Anita sudah mengatakan pada ketua RT bahwa malam ini akan ada tahlilan, pak RT sendiri juga bilang kalau dirinya juga akan turut membantu. Namun, pada kenyataannya malam ini hanya ada dia dan suaminya.

"Ini aneh, Mas. Sudah jam 21:30, tapi tak seorang pun yang datang, kamu merasa ada yang aneh nggak?" tanya Anita pada sang suami, suaranya masih terdengar parau, matanya juga masih sembab, wanita itu masih belum bisa merelakan sahabatnya."

"Kamu juga berpikir seperti itu kan?" tanya suaminya.

"Iya, sepertinya ada sesuatu hal yang kita tidak tahu," jawab Anita, sebenarnya saat di pemakaman tadi, dia sempat mendengar sekelompok ibu-ibu yang bergosip tentang keluarga Naumi. Dia ingin mengatakannya pada sang suami, tapi rasanya tidak hari ini, dan bukan di sini, jangan sampai Diana mendengarnya.

"Ma, coba mama lihat Diana sebentar! Dea tidak tahu dia kenapa, dari tadi Dea ajak bicara tapi dia sama sekali tidak menanggapinya," ujar Dea memberi tahu.

Tanpa banyak tanya Anita langsung bangun dan menuju tempat Diana berada, gadis itu ternyata duduk di sudut kiri ruang tengah, matanya menatap kosong, Entah apa yang selanjutnya akan terjadi, ini mungkin akan menjadi malam yang panjang.

"Diana... Kamu lapar nggak? Kita makan yuk!" ajak Anita, namun Diana hanya menggeleng, dia tidak mengalihkan pandangannya sama sekali.

"Diana, kamu jangan seperti ini. Tante tau kamu sangat sedih dengan kepergian ibumu kan, tapi kamu juga harus tahu, kalau ibu akan jauh lebih sedih jika melihat Diana yang seperti ini," tutur Anita panjang lebar."

"Tante, tante tahu tidak, kalau saja Diana tahu ibu akan ditinggalkan di sana seorang diri, Diana pasti tidak akan mencari bu RT untuk melihat keadaan ibu. Diana pasti akan menunggu tante datang terlebih dulu, ini semua salah Diana, seharusnya Diana tidak perlu memanggil orang lain. Seharusnya Diana cukup duduk dan menunggu tante datang." Diana kembali menangis, kali ini tangisnya benar-benar pilu, dia masih terlalu kecil untuk menanggung semua penderitaan ini, seharusnya dia bisa menikmati masa-masa kecil yang penuh kebahagiaan seperti teman-temannya yang lain.

"Kamu jangan takut Diana, kamu nggak perlu sedih lagi, sekarang om dan tante akan selalu ada untuk ngejagain kamu, Dea juga ada. Kamu tidak sendirian, kita semua ada di sini, kita semua nggak akan ninggalin kamu, jadi kamu tidak perlu bersedih lagi ya," ucap Doni suaminya Anita, dia kemudian memeluk Diana agar anak itu bisa sedikit tenang.

Doni tahu selama ini Diana tidak pernah mendapatkan kasih sayang yang tulus dari sosok seorang ayah, dan anak itu pasti sangat merindukannya.

----

----

Waktu berlalu begitu cepat, tak terasa sudah sepuluh tahun lebih semenjak Diana ditinggal pergi oleh ibunya. Kini anak itu sudah tumbuh menjadi gadis cantik dengan paras yang cukup menawan, wajahnya juga terlihat manis saat tersenyum, dia juga memiliki hati yang baik, dan penuh kasih sayang. Namun sayangnya dia sudah kehilangan kebahagiaannya, semenjak pertama kali dirinya menginjakkan kaki di rumah mewah kediaman keluarga Indra Alexander, adik ayahnya. Padahal, saat tinggal bersama dengan keluarga Dea dia sangat bahagia, keluarga itu memperlakukan dirinya dengan sangat baik, bahkan mereka tidak pernah membeda-bedakan antara dirinya dengan Dea.

"Diana, kenapa kamu masih di sini? Bukannya di dapur bantuin bi Murni buatin makanan buat nanti siang, cepat ke dapur!" ucap bu Sofi saat Diana sedang duduk santai di bangku taman belakang rumah, sambil merenungi nasib hidupnya yang tidak kunjung bahagia.

"Diana lelah, Tante. Diana istirahat sebentar boleh ya?" pinta Diana setengah berharap.

"Kamu pikir kamu bisa hidup dan bernafas sampai sekarang itu karena kebaikan siapa? Karena kebaikan ayah kamu? Atau kebaikan Anita? Itu semua karena kebaikan mas Indra suami saya, jadi jangan banyak mengeluh. Kerjakan apa yang saya suruh, pergi sana!"

Mendengar penuturan bu Sofi, membuat Diana merasa marah, dia tidak senang tiap kali mendengar wanita itu berbicara mengenai kebaikan dirinya, padahal itu semua dilakukan tanpa Diana minta.

"Tante Sofi yang baik hati, Tante lupa ya, kalau aku nggak pernah sekali pun minta untuk bisa tinggal di sini sama om dan Tante. Bukankah kalian yang memaksa aku buat ikut kalian dengan alasan kalau tante Anita sudah tidak ingin merawat aku lagi," ujar Diana, gadis itu memperjelas alasan kenapa dirinya bisa tinggal di rumah itu. Sesuatu yang memang tidak pernah diinginkannya.

"Kamu tidak usah berpura-pura bodoh, hari itu Anita sengaja ninggalin kamu di cafe sendirian, karena dia memang tidak ingin merawat kamu lagi. Dia ingin menyingkirkan kamu, kamu itu cuma bisa jadi beban dalam kehidupannya," ucap Sofia, wanita itu tersenyum sinis. Dia merasa cukup puas karena dia pikir Diana akan marah setelah mendengar ucapannya, padahal kenyataannya Diana hanya melihatnya dengan pandangan datar, tanpa mengatakan apa-apa, dan pergi meninggalkan wanita itu yang hanya bisa bengong sendiri.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!