NovelToon NovelToon

Kasih Yang Hilang

Merawat Ibu

Malam semakin larut,saat Diana masih sibuk membersihkan noda darah yang tercecer di lantai kamar ibunya."

Bu,apa tidak sebaiknya kita cari ayah saja,untuk membawa ibu kerumah sakit,ayah pasti punya uangnya," ucap Diana,dia melihat penuh kasih kepada ibunya. "Ibu cuma batuk biasa kok sayang,lagian kita kan juga masih punya uang buat berobat,uang simpanan ibu juga pasti cukup,jadi untuk apa mencari ayah? Ayah juga sibuk kerja di luar kota." Jawab bu Naumi,berusaha meyakinkan anaknya.

"Ibu,benarkah ayah bekerja di luar kota? Ayah bahkan tidak pernah sekalipun memberi kabar buat kita,dan ayah juga pergi tanpa bilang apapun pada kita,mungkin saja ayah meninggalkan aku dan ibu." Diana duduk di atas kasur,tepat di samping ibunya,wanita itu mengusap lembut tangan mungil anaknya.

"Sayang,ayah tidak meninggalkan kita,ayah hanya pergi sebentar untuk mencari uang,untuk biaya sekolah Diana,kamu jangan berpikir macam-macam."

Mendengar perkataan ibunya,Diana heran,dia bingung,apanya yang bukan meninggalkan,ayahnya sudah pergi selama tiga bulan tidak ada kabar. Ayah sudah pasti tidak berniat kembali,terakhir kali dia melihat ayahnya saat pertama masuk sekolah di SD Bunga Bangsa,saat itu pertama kalinya juga dia diantar oleh ayahnya sampai ke gerbang sekolah,meski ingin sekali menggenggam tangan sang ayah tapi Diana mengurungkan niatnya,sudah mau diantar saja di hari pertamanya masuk sekolah dia sudah sangat senang.

Awalnya gadis kecil itu berpikir mungkin ayahnya sudah bisa menerima dirinya dan ibunya, tapi kenyataannya tidak begitu,saat pulang sekolah Diana mendapati ibunya yang menangis seorang diri di kamar,dan keadaan rumah yang berantakan.

Diana kecil tahu,kalau ibu dan ayahnya pasti sedang bertengkar hebat,jadi dia tidak bertanya apa pun tentang hal itu,dia hanya berusaha menenangkan ibunya,dengan mengatakan semuanya akan baik-baik saja,padahal dia sendiri tidak tahu apa yang sedang terjadi,dan setelah hari itu ayah tidak pernah pulang sampai sekarang.

"Nak,kenapa kamu melamun? Apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya bu Naumi saat melihat putrinya hanya diam melamun,seolah tengah memikirkan sesuatu." Oh... itu bu,Diana kepikiran soal tugas di sekolah tadi siang,entah sudah selesai Diana kerjakan atau belum,Diana takut di marahin sama ibu guru besok," jawab Diana sengaja berbohong agar tidak membuat ibunya khawatir.

"Sayang ... Maafkan ibu ya nak,karena ibu sakit, jadinya kamu harus bantuin ngurus ibu,kamu pasti capek kan,pulang sekolah harus bantuin ibu jualan,bantuin ibu nyuci pakaian,kadang harus berjaga semalaman kalau ibu sakit." Ucap wanita itu masih berusaha menahan air matanya yang hampir jatuh.

"Bu,ibu tidak perlu mengatakan hal itu pada Diana,ini semua sudah menjadi tugas Diana, sebagai anak ibu untuk membantu ibu,kita hanya berdua,Diana hanya punya ibu,dan ibu juga cuma punya Diana,jadi kita harus bisa saling menjaga. Diana tidak mau kehilangan ibu,Diana takut sendirian"

Tak terasa air matanya jatuh,dia memeluk erat ibunya,seperti tidak ingin melepaskannya,Diana takut kalau suatu ketika ibunya pergi,tapi bukan pergi seperti ayahnya,melainkan pergi untuk selamanya.

Hari ini seperti biasanya Diana Putri,gadis kecil cantik yang membuat setiap orang yang melihatnya selalu ingin mencubit gemas pipinya,dia masih terus asyik membantu sang ibu menyiapkan bekal makan siang,untuk di bawa pergi ke sekolah.

Diana tersenyum dengan penuh bahagia saat melihat ibu memasukkan bekal ke dalam tasnya.

"Semoga saja ibu bisa seperti ini terus sampai aku besar nanti,pasti aku akan menjadi sangat bahagia" ujar Diana penuh harap,bu Naumi hanya tersenyum mendengar penuturan anaknya.

"Bu,bagaimana kalau nanti setelah Diana pulang dari sekolah kita ke rumah om Indra,ibu mau kan?" tanya Diana,berharap kalau ibunya kali ini mau bertamu ke rumah om Indra adik ayahnya, agar mereka tahu keberadaan ayahnya itu.

"Diana,hari ini ibu tidak bisa,soalnya ibu harus ke rumah sakit," wanita itu menjawab cepat,dia dapat melihat dengan jelas kekecewaan di wajah putrinya.

"Ibu tidak bisa atau tidak mau?" bu Naumi tidak menyangka pertanyaan itu bisa keluar dari mulut gadis sekecil Diana. "Bagaimana kalau besok?" ibunya mulai memberi harapan,meski dirinya sendiri tidak yakin kalau besok dia masih bisa memenuhi keinginan sang anak.

"Benarkah? Diana mau,kalau begitu kita akan berangkat besok,lagian besok juga hari libur." Dia melompat kegirangan tidak di sangka kali ini ibunya mau menerima ajakannya,mungkin ibu sudah lelah mendengar permintaannya yang itu-itu aja setiap mau berangkat ke sekolah.

"Sudah jam 07. 00 Diana harus segera berangkat nanti terlambat lagi,Diana pamit dulu bu." Gadis itu mencium penuh takzim tangan ibunya.

"Hati-hati ya nak! Ingat,jangan nakal,dan belajar yang rajin!" pesan ibunya saat mengantarkan Diana sampai pintu depan

"Iya bu,Diana pergi dulu ya.!" Sebelum mengayuh sepedanya Diana masih sempat melihat ibunya yang berdiri menatap kepergiannya dengan senyum merekah di bibir,senyuman yang setiap saat dia rindukan,senyuman yang mampu menenangkan jiwanya.

Saat jam pelajaran tengah berlangsung Dea Amanda,yang akrab di sapa Dea,teman sebangku sekaligus sahabat Diana terus saja mengusiknya, ini jelas saja membuat Diana kesal.

"Kamu ini sangat senang membuat aku kesal" cicit Diana

"Habisnya kamu dari tadi aku lihat melamun terus sih," ujar Dea "Ada masalah ya?" tanya anak itu penuh perhatian.

"Itu tuh,aku kepikiran ibu di rumah." Jawabnya jujur.

"Bukan lagi mikirin mang Udin yang jualan bakso di depan sekolah kita kan?" goda Dea tersenyum geli.

"Dea...!" Diana melotot kearahnya,Dea memang tidak pernah serius saat bicara,tapi jujur saja candaannya itu selalu bisa membuat hati Diana yang sedang gelisah kembali tenang.

"Haha..." Dea tertawa lepas,tanpa sadar kalau saat ini dia telah sukses membuat semua mata tertuju ke arahnya termasuk bu Amara yang sedang mencatat mata pelajaran yang diberikan hari itu.

"Dea Amanda,jangan berisik! Atau kamu mau belajar di luar?" suara bu Amara membuatnya terdiam seketika. "Eh... eum,Dea minta maaf bu," ucap Dea masih tersenyum,Diana hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah temannya itu.

Saat bel tanda jam sekolah sudah usai di bunyikan,Diana buru-buru keluar dia bahkan tidak sempat menjawab saat deya terus memanggilnya,semenjak jam pelajaran pertama tadi,pikirannya benar-benar tidak fokus,dia selalu teringat ibunya. Apalagi saat melihat wajah pucat sang ibu tadi pagi,dia sudah yakin bahwa ibu sedang sakit,namun sebisa mungkin tidak mengatakannya,agar dia tidak khawatir.

Berselang 10 menit kemudian,dia sudah sampai di rumah nya,Diana membuka pintu perlahan,di lihatnya rumah sepi,mungkin ibunya masih belum pulang dari rumah sakit.

Diana kemudian memastikannya dengan membuka pintu kamar ibunya,gadis itu sedikit terkejut melihat wanita yang terbaring lemah di atas ranjang,wanita yang tak lain adalah ibunya.

"Lho,ibu di sini rupanya,ibu bilang mau ke rumah sakit apakah ibu mau Diana temanin?" tanya Diana.

"Ibu sudah pulang sayang,cuma rasanya badan ibu sangat lemas jadi ibu istirahat sebentar." Jawab bu Naumi berbohong,dia tidak ingin membuat Diana khawatir.

"Ibu tidak sedang berbohong kan?" Diana tidak percaya ucapan ibunya.

"Tidak,ibu serius. Oh iya,nanti setelah selesai makan kamu mau kan bantuin ibu anterin cuciannya bu Indri,sudah ibu letakkan di atas sofa ruang tengah,bisa?" pinta ibunya.

"Tanpa ibu minta pun Diana juga bakal bantuin kok,ini kan sudah jadi tugasnya aku, jadi dengan senang hati aku akan membantu ibu" ujar Diana.

Bu naumi menarik Diana ke dalam pelukannya, betapa bahagia hatinya mendapatkan seorang anak sebaik Diana,wanita itu sangat bersyukur karena kehadiran buah hatinya yang mampu menjadi obat penenang jiwanya,saat hubungannya dengan suaminya sedang di ujung kehancuran.

Rumah Baru Untuk Ibu

Malam semakin larut,yang terdengar hanya suara jangkrik yang memecah kesunyian,waktu terus bergulir,Diana masih sibuk memijit kaki ibunya dia sangat menghawatirkan keadaan sang ibu saat itu,Diana tahu ibu sedang berjuang dengan penyakitnya,meski ibu tidak pernah memberitahukan tentang penyakitnya,tapi dia bisa melihat dengan jelas itu bukan penyakit biasa.

"Bu,bagaimana kalau kita ke rumah sakit aja,Diana bisa kok jagain ibu di sana" ujar Diana, raut wajahnya masih terlihat khawatir.

"Ibu sudah tidak apa-apa,sekarang sudah agak mendingan,setelah minum obat ibu juga bakal sehat lagi kok" Jawab bu Naumi berusaha menghilangkan ke khawatiran anaknya.

"Tapi badan ibu masih panas," tambah gadis itu lagi sambil menempelkan tangan kecilnya di kening ibunya. Diana selalu takut,saat penyakit ibu kambuh,dia tidak tahan melihat ibunya yang terkulai lemah seperti itu.

"Sebaiknya kamu langsung tidur aja,ibu beneran sudah agak mendingan,lagian kan besok kamu harus bangun pagi-pagi untuk berangkat ke sekolah" bu Naumi mengingatkan

"Ya sudah,Diana tidur dulu ya. Nanti kalau ibu butuh sesuatu bangunin aja Diana" pesan gadis itu sebelum matanya terpejam,dia memang sudah sangat mengantuk dari tadi.

Diana langsung tertidur pulas,tanpa perlu menunggu waktu lama. Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 02:45 dini hari,tapi bu Naumi masih belum juga bisa tidur,bukan karena menahan sakit melainkan karena dirinya terus memikirkan nasib putri satu-satunya itu,bagaimana keadaan Diana nanti kalau dirinya harus pergi lebih cepat.

"Maafkan ibu ya nak,seharusnya sebagai orang tua ibu bisa memberikan kamu kebahagiaan,bukan malah membuat hidup kamu susah seperti ini,maafkan ibu karena harus membuat kamu ikut menanggung semua beban ini." Batin Naumi,wanita itu berusaha menahan tangisnya agar tidak mengeluarkan suara,yang dapat mengusik Diana yang sudah lelap dalam tidurnya.

Dalam keheningan malam,Naumi yang belum tidur kembali teringat akan obrolannya bersama Anita tadi sore.

"Kamu kenapa diam saja seperti ini Naumi? Kamu kan masih punya keluarga,mereka juga tidak akan tinggal diam melihat penyakit kamu yang sudah separah ini." Ucap wanita yang duduk di sampingnya,wanita itu adalah Anita,teman dekatnya sekaligus mamanya Dea.

"Aku tidak ingin menyusahkan orang lain lagi Nit,apalagi kamu tahu sendiri kan,bagaimana hubungan aku dengan mama dan papa,semenjak aku memutuskan untuk menolak lamarannya mas Johan,lelaki yang sengaja papa jodohkan dengan aku." Jelas Naumi panjang lebar

"Itu cerita lama,itu cuma masa lalu dan sekarang kamu juga sudah punya Diana,mereka pasti sudah memaafkan kamu." Tambah Anita kemudian

"Nita,kita bukan lagi anak SMA seperti beberapa tahun yang lalu,kita sudah sama-sama menikah dan punya kehidupan masing-masing,aku tidak ingin melibatkan kedua orang tuaku dalam urusan rumah tanggaku sendiri,aku yang memilih untuk menerima mas Antonio,sekarang dia pergi ninggalin aku sama Diana,aku sangat malu untuk bertemu mereka" ujar Naumi.

"Kamu pernah nggak sekali aja kepikiran untuk pulang dan bertemu mereka,mereka juga pasti sangat merindukan kamu Naumi,lupakan apa yang pernah terjadi dulu,semua sudah berlalu"

"Nita,mana ada anak yang tidak merindukan orang tuanya,selama 9 tahun terakhir ini,aku tidak pernah sekalipun tidak merindukan kedua orang tua aku" ungkapnya jujur. "Aku hanya tidak ingin mereka melihat keadaan aku yang seperti sekarang" tambah Naumi,wanita itu menarik nafasnya yang terasa sesak,ingin sekali dia menangis,tapi di tahannya.

"Naumi,aku bisa membantu biaya pengobatan kamu,kamu tidak perlu sungkan sama aku,kalau memang kamu benar-benar memikirkan nasib Diana kedepannya,kamu harus nerima ajakan aku" Anita sangat berharap Naumi mau menerima ajakannya,sudah berkali-kali dia meminta Naumi agar mau berobat ke luar negeri,tapi selalu di tolaknya. Namun kali ini Naumi tampaknya mulai luluh,mungkin dia tidak ingin melihat Diana yang ikut kesusahan setiap kali penyakitnya kambuh.

"Aku mau Nit,ini semua demi Diana. Tapi aku tidak yakin masih bisa melihat hari esok,jika memang terjadi sesuatu denganku,tolong jaga Diana baik-baik ya itu permintaan aku. Kamu masih ingat kan dulu kamu pernah berjanji,jika suatu saat kamu bisa hidup senang dengan orang yang kamu cintai kamu bakal memenuhi apapun keinginan aku." Naumi mengingatkan.

Anita mengangguk,dia tidak pernah lupa akan janji yang pernah dia ucapkan.

\*\*\*\*

Tidak ada yang bisa menolak takdir,semua yang terjadi sudah tertulis di lauh mahfudz. Dia termenung,kalut dengan pikirannya sendiri,berusaha meyakinkan diri kalau wanita yang sekarang berada di sampingnya memang benar-benar masih tidur.

"Ibu,ibu..." Panggil Diana,dengan sedikit menggoyang-goyangkan bahu ibunya.

"Ibu,sudah pagi bu" tambahnya lagi,tapi tidak ada jawaban,tangan ibunya sangat dingin. Diana mulai takut,tanpa menunggu lagi gadis kecil itu langsung menghubungi tante Anita.

Anita melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh,dia sangat khawatir setelah mendapat telfon dari Diana yang mengatakan bahwa ibunya tidak bangun-bangun meski sudah beberapa kali di bangunin.

"Semoga saja kamu tidak kenapa-kenapa Naumi" lirih Anita cemas.

Dia tidak bisa membayangkan jika apa yang di katakan Naumi kemarin sore benar-benar terjadi, padahal sahabatnya itu sudah mau menerima ajakannya untuk berobat ke luar negeri,Anita juga sudah berjanji untuk membiayai semua biaya pengobatannya.

Anita semakin resah. "Aku bahkan tidak yakin bisa melihat hari esok Nit,jika sesuatu terjadi padaku tolong jaga Diana,ya!" Perkataan Naumi terus terngiang-ngiang ditelinganya.

"Ini tidak benar,dia pasti akan baik-baik saja" Anita menggeleng-gelengkan kepalanya berusaha menepis pikiran buruk itu.

Jalanan masih tampak sepi saat itu,Anita kemudian memutar setir mobilnya memasuki gang tempat Naumi tinggal,saat Anita sampai di rumahnya Naumi jam baru menunjukkan pukul 07:00,dan dia langsung memarkirkan mobilnya begitu sampai di depan rumah temannya.

Namun dia sangat terkejut saat melihat pemandangan di depannya,banyak orang di depan rumah Naumi,Anita melihat kesedihan di wajah orang-orang yang datang.

mungkinkah apa yang di katakan Naumi benar-benar terjadi?

Perhatiannya kemudian kembali teralihkan ke arah seorang anak perempuan yang menangis di depan pintu masuk,tangisnya bahkan tidak mengeluarkan suara sedikit pun,dan tampak beberapa ibu-ibu yang tengah membujuknya, Anita mulai melangkahkan kakinya perlahan mendekati sosok anak itu.

"Mbak keluarganya?" tanya seorang wanita paruh baya,saat menyadari keberadaan Anita di tengah-tengah mereka.

"Ya,saya teman ibunya."

"Tante." Diana langsung bangun dan memeluk Anita,gadis itu menangis sesenggukan.

"Tante ada di sini sayang,Diana yang sabar ya,kita masuk ke dalam kita lihat bunda,Diana mau kan? Anita berusaha membujuk gadis itu.

"Tante aja yang masuk,Diana mau di sini aja,ibu tidak kenapa-kenapa kok,ibu hanya tidur ibu pasti sangat lelah" ucap Diana polos,yang membuat semua orang yang mendengarnya tak kuasa membendung air mata mereka,Anita semakin mengeratkan pelukannya,dia tahu Diana sangat sedih,hal ini adalah sesuatu yang sangat ditakutkannya terjadi. Ditinggalkan oleh seorang ibu,tidak ada lagi tempat berkeluh kesah,ayahnya juga tidak mau menerima mereka,sekarang apa yang bisa dia perbuat?

"Diana,kamu harus masuk ke dalam lihat ibu untuk terakhir kalinya,kamu harus kuat." Bu Rt ikut membujuk.

"Ibu tidak akan pergi kemana-mana,ibu akan tetap disini,apanya yang harus melihat ibu untuk terakhir kalinya?" air matanya semakin deras mengalir,tapi dia berusaha sekuat mungkin untuk tidak bersuara,ini sangat menyakitkan dia sebenarnya ingin sekali menjerit.

"Diana,kalau kamu seperti ini ibu juga akan sedih,kamu harus ikhlas,kita sama-sama lihat ibu ya? Anita masih membujuknya.

Harus Ikhlas

Setelah berhasil membujuk Diana, Anita melangkah masuk ke dalam, dilihatnya jasad yang terbujur kaku itu. Perlahan dia mencoba mendekat, dan menyingkap kain yang menutupi wajah sahabatnya. Air matanya terus mengalir keluar, dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, Anita terus meyakinkan dirinya bahwa ini hanya sebuah mimpi.

"Sudah Diana bilang kan, ibu hanya tidur," ucap Diana di sela-sela tangisannya, padahal dia juga tahu kalau ibunya sudah tiada, tapi dia tetap bersikeras mengatakan ibunya sedang tidur.

Anita tidak mengatakan apa-apa, dia hanya bisa memeluk Diana, bahkan dia juga merasa sangat kehilangan.

"Anita... Kenapa kamu tidak mengatakan padaku tentang penyakit Naumi? tanya seorang lelaki, Anita mendongakkan wajahnya melihat ke arah asal suara tersebut, dan ternyata itu adalah suaminya. Lelaki itu datang bersama Dea, dea langsung memeluk Diana yang masih menangis.

Dea tidak tahu bagaimana cara menenangkan sobatnya. Sedangkan Anita hanya diam, dia tidak menjawab sama sekali pertanyaan suaminya.

Ini bukan saat yang tepat, saat ini dia tidak bisa memberi penjelasan apa-apa.

Proses pemakaman langsung dilakukan hari itu juga, tidak satu pun kerabat Naumi yang datang, padahal Anita sendiri yang sudah menghubungi kakak-kakaknya Naumi, tapi mereka hanya menjawab iya, kalau tidak datang berarti mereka sedang sibuk.

"Sebenci inikah mereka sama kamu, Nau?" batin Anita.

Setelah pemakaman selesai, Diana langsung meminta Anita untuk mengantarkannya pulang ke rumah. Gadis itu terus mengatakan kalau ibunya masih menunggu mereka di rumah. Anita hanya bisa mengikuti kemauan Diana, dia tidak mengatakan apa pun tentang Naumi, dia juga tidak bilang kalau Naumi sebenarnya sudah tiada, ibunya itu sudah pergi untuk selama-lamanya.

Anita dan keluarga kecilnya masih di rumah Diana sampai malam menjelang, mereka akan menunggu orang-orang yang kemungkinan akan datang untuk melayat, tapi sudah berjam-jam ditunggu tak satu pun yg datang, padahal Anita sudah mengatakan pada ketua RT bahwa malam ini akan ada tahlilan, pak RT sendiri juga bilang kalau dirinya juga akan turut membantu. Namun, pada kenyataannya malam ini hanya ada dia dan suaminya.

"Ini aneh, Mas. Sudah jam 21:30, tapi tak seorang pun yang datang, kamu merasa ada yang aneh nggak?" tanya Anita pada sang suami, suaranya masih terdengar parau, matanya juga masih sembab, wanita itu masih belum bisa merelakan sahabatnya."

"Kamu juga berpikir seperti itu kan?" tanya suaminya.

"Iya, sepertinya ada sesuatu hal yang kita tidak tahu," jawab Anita, sebenarnya saat di pemakaman tadi, dia sempat mendengar sekelompok ibu-ibu yang bergosip tentang keluarga Naumi. Dia ingin mengatakannya pada sang suami, tapi rasanya tidak hari ini, dan bukan di sini, jangan sampai Diana mendengarnya.

"Ma, coba mama lihat Diana sebentar! Dea tidak tahu dia kenapa, dari tadi Dea ajak bicara tapi dia sama sekali tidak menanggapinya," ujar Dea memberi tahu.

Tanpa banyak tanya Anita langsung bangun dan menuju tempat Diana berada, gadis itu ternyata duduk di sudut kiri ruang tengah, matanya menatap kosong, Entah apa yang selanjutnya akan terjadi, ini mungkin akan menjadi malam yang panjang.

"Diana... Kamu lapar nggak? Kita makan yuk!" ajak Anita, namun Diana hanya menggeleng, dia tidak mengalihkan pandangannya sama sekali.

"Diana, kamu jangan seperti ini. Tante tau kamu sangat sedih dengan kepergian ibumu kan, tapi kamu juga harus tahu, kalau ibu akan jauh lebih sedih jika melihat Diana yang seperti ini," tutur Anita panjang lebar."

"Tante, tante tahu tidak, kalau saja Diana tahu ibu akan ditinggalkan di sana seorang diri, Diana pasti tidak akan mencari bu RT untuk melihat keadaan ibu. Diana pasti akan menunggu tante datang terlebih dulu, ini semua salah Diana, seharusnya Diana tidak perlu memanggil orang lain. Seharusnya Diana cukup duduk dan menunggu tante datang." Diana kembali menangis, kali ini tangisnya benar-benar pilu, dia masih terlalu kecil untuk menanggung semua penderitaan ini, seharusnya dia bisa menikmati masa-masa kecil yang penuh kebahagiaan seperti teman-temannya yang lain.

"Kamu jangan takut Diana, kamu nggak perlu sedih lagi, sekarang om dan tante akan selalu ada untuk ngejagain kamu, Dea juga ada. Kamu tidak sendirian, kita semua ada di sini, kita semua nggak akan ninggalin kamu, jadi kamu tidak perlu bersedih lagi ya," ucap Doni suaminya Anita, dia kemudian memeluk Diana agar anak itu bisa sedikit tenang.

Doni tahu selama ini Diana tidak pernah mendapatkan kasih sayang yang tulus dari sosok seorang ayah, dan anak itu pasti sangat merindukannya.

----

----

Waktu berlalu begitu cepat, tak terasa sudah sepuluh tahun lebih semenjak Diana ditinggal pergi oleh ibunya. Kini anak itu sudah tumbuh menjadi gadis cantik dengan paras yang cukup menawan, wajahnya juga terlihat manis saat tersenyum, dia juga memiliki hati yang baik, dan penuh kasih sayang. Namun sayangnya dia sudah kehilangan kebahagiaannya, semenjak pertama kali dirinya menginjakkan kaki di rumah mewah kediaman keluarga Indra Alexander, adik ayahnya. Padahal, saat tinggal bersama dengan keluarga Dea dia sangat bahagia, keluarga itu memperlakukan dirinya dengan sangat baik, bahkan mereka tidak pernah membeda-bedakan antara dirinya dengan Dea.

"Diana, kenapa kamu masih di sini? Bukannya di dapur bantuin bi Murni buatin makanan buat nanti siang, cepat ke dapur!" ucap bu Sofi saat Diana sedang duduk santai di bangku taman belakang rumah, sambil merenungi nasib hidupnya yang tidak kunjung bahagia.

"Diana lelah, Tante. Diana istirahat sebentar boleh ya?" pinta Diana setengah berharap.

"Kamu pikir kamu bisa hidup dan bernafas sampai sekarang itu karena kebaikan siapa? Karena kebaikan ayah kamu? Atau kebaikan Anita? Itu semua karena kebaikan mas Indra suami saya, jadi jangan banyak mengeluh. Kerjakan apa yang saya suruh, pergi sana!"

Mendengar penuturan bu Sofi, membuat Diana merasa marah, dia tidak senang tiap kali mendengar wanita itu berbicara mengenai kebaikan dirinya, padahal itu semua dilakukan tanpa Diana minta.

"Tante Sofi yang baik hati, Tante lupa ya, kalau aku nggak pernah sekali pun minta untuk bisa tinggal di sini sama om dan Tante. Bukankah kalian yang memaksa aku buat ikut kalian dengan alasan kalau tante Anita sudah tidak ingin merawat aku lagi," ujar Diana, gadis itu memperjelas alasan kenapa dirinya bisa tinggal di rumah itu. Sesuatu yang memang tidak pernah diinginkannya.

"Kamu tidak usah berpura-pura bodoh, hari itu Anita sengaja ninggalin kamu di cafe sendirian, karena dia memang tidak ingin merawat kamu lagi. Dia ingin menyingkirkan kamu, kamu itu cuma bisa jadi beban dalam kehidupannya," ucap Sofia, wanita itu tersenyum sinis. Dia merasa cukup puas karena dia pikir Diana akan marah setelah mendengar ucapannya, padahal kenyataannya Diana hanya melihatnya dengan pandangan datar, tanpa mengatakan apa-apa, dan pergi meninggalkan wanita itu yang hanya bisa bengong sendiri.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!