Jakarta-Tokyo Love Story
✈✈✈
H -1 sebelum keberangkatan pacarnya ke Tokyo, Kalula tampak duduk melamun di ruang tunggu.
Ya, di ruang tunggu inilah beberapa bulan yang lalu ia mengadukan nasibnya. Serangkaian prosedural tes wawancara final untuk beasiswa yang ia impikan ia jalani.
Mana ia menyangka, sekarang ia kembali duduk di sini, tapi bukan sebagai penerima beasiswa. Ia hanya mengantar Edo-pacarnya yang sebenarnya tidak berniat untuk mengikuti program ini.
"Udah, Do. Kamu ikut aja. Tempat tesnya kan jauh. Daripada kamu cuma nganter aku doang dan lama nunggu aku di luar. Mendingan kamu ikut masuk ke dalam ikut tes. Siapa tahu keterima," ucap Kalula waktu itu meyakinkan.
Waktu itu Edo hanya tertawa saja. Ia bilang ia tidak sepintar Kalula dalam hal akademis. Pasti ia tidak lolos.
Kalula bilang tidak apa-apa. Nanti mereka mendaftar berurutan agar nomor tesnya berurutan juga dan tempat duduk mereka waktu tes bisa bersebelahan atau semacamnya, jadi Edo bisa mencontek jawaban Kalula.
Akhirnya ide konyol itu membuat mereka tertawa-tawa begitu mengetahui hasilnya. Mereka sama-sama lolos tes tahap pertama.
Serangkaian tes mereka hadapi. Lagi-lagi Edo lolos dengan bantuan Kalula. Hingga akhirnya di tahap final, dari ribuan peserta itu Edo dan Kalula menjadi bagian dari 20 besar kandidat yang nanti akan dipilih 5 orang saja.
Edo sudah yakin ia tidak akan lolos wawancara final. Bahasa Jepangnya sih lumayan oke karena dulu lagi-lagi Kalula memaksanya untuk ikut kursus bersamanya. Tapi siapa sangka pengumuman beberapa bulan berikutnya nama Edo lah yang muncul. Lalu Kalula? Ya, ia dinyatakan tidak lolos.
Kalula ingin menangis dan Edo hanya tertawa melihat kekonyolan ini. Ia tahu ini mimpi besar Kalula, jadi ia tidak ingin merebut mimpi Kalula. Apalagi ia bisa sampai ke titik ini karena bantuan Kalula juga. Ia memutuskan untuk mundur dari beasiswa tapi Kalula melarangnya.
"Aku bisa coba tahun depan, Do. Ini kesempatan kamu. Aku janji nanti akan nyusul. Jangan sia-siakan kesempatan. Jangan bodoh! Lagian di sini kamu belum dapat pekerjaan tetap juga. Apa salahnya mencoba."
Lagi-lagi Edo yang selalu penurut di depan Kalula itu mengikuti saran pacarnya. Dan di tempat inilah ia berakhir, menunggu kelengkapan berkasnya untuk berangkat besok.
"Kal, ayo pulang," ucap Edo yang keluar dari ruangan itu sambil memanggil Kalula.
Lamunan Kalula langsung buyar seketika. Ia berusaha tersenyum walau hatinya sedih dan menyambut gandengan tangan Edo.
Mereka keluar berjalan kaki menyusuri jalanan seperti yang biasa mereka lakukan.
"Makan di sini aja, yuk. Nanti pasti aku akan kangen makan bareng kamu," ucap Edo sambil menunjuk warung pinggir jalan tempat mereka biasa makan.
"Oke." Kalula hanya menjawab dengan tidak bersemangat.
Jujur, sudah ia kuat-kuatkan hatinya, tapi melihat Edo akan berangkat ke Jepang besok membuatnya merasa Edo merebut mimpinya.
Entahlah, kadang takdir memang selucu itu.
Edo berusaha bersikap konyol dan menghibur Kalula dengan kelucuannya seperti biasa, tapi Kalula tetap saja murung.
Ya, Edo ini semacam badut untuk Kalula. Ia rela melakukan apa saja agar pacarnya tertawa. Kalula adalah cinta pertamanya. Begitu pula di mata Kalula, Edo juga cinta pertamanya.
Mereka sama-sama jatuh cinta saat SMA. Kalula adalah adik kelas Edo. Mereka sama-sama berasal dari bawah, bukan dari kalangan keluarga berkecukupan.
Edo yatim piatu dan keluarga Kalula menyambutnya dengan hangat, apalagi dulu waktu ayah Kalula masih ada. Edo merasa punya keluarga. Maka dari itulah hubungan mereka bukan sekedar seperti orang pacaran biasa, tapi lebih dari itu.
Edo sebenarnya ingin melamar Kalula, tapi ia tahu usianya masih cukup muda. Ia juga belum punya pekerjaan mapan. Maka dari itu dia bekerja keras agar segera bisa meminang kekasih yang ia cintai itu.
Ketika mereka sedang bercanda dalam perjalanan pulang sambil berjalan kaki, ponsel Edo bergetar. Sebuah pesan masuk muncul di kotak notifikasi.
Kalula yang sedang mengamit lengan Edo melirik ke arah handphone itu dengan tatapan ingin tahu. Edo juga menyadari galagat itu. Ia hanya tertawa saja sambil memasukkan handphone itu kembali ke saku celananya.
"Siapa, Do? Kok nggak dibuka?" Kalula menghentikan langkahnya dan menatap Edo dengan curiga.
"Ini Erina. Yang kemarin lolos wawancara sama kita. Dia kan juga kepilih dan besok berangkat. Dia cuma nanya apa berkasku udah lengkap, Kal. Itu aja, kok. Nggak penting. Nggak usah dibales. Nanti aja," ucap Edo menenangkan.
Tatapan mata Kalula langsung berubah. Ia cemburu dan mulai curiga.
Ya, di sepanjang perjalanan kisah cinta monyet yang berubah menjadi serius itu Edo pernah sekali berselingkuh darinya. Pria itu menyesal dan minta maaf.
Berminggu-minggu Edo memohon, sampai akhirnya Kalula memaafkannya dan mereka kembali berpacaran. Maka ketika ada gelagat semacam ini dari Kalula, Edo mulai panik.
Edo mengerti perasaan Kalula. Kalula trauma ia bohongi dan ia selingkuhi.
"Kalau nggak ada apa-apa bales aja sekarang. Erina yang rambutnya panjang itu, kan? Cantik juga dia. Berarti tempat tinggal kalian nanti akan dekat, dong? Dan kalian ketemu tiap hari," ucap Kalula dengan sinis. Rasa cemburunya tidak bisa ia tutup-tutupi.
"Kal, mulai lagi, deh. Nggak, Kal. Kan nggak cuma sama Erina doang. Ada Aldo, Beni, sama Ajeng juga. Toh nanti kalau pendidikan bahasa udah lulus, kita juga beda fakultas dan nggak akan sering ketemu lagi.
Ayolah, jangan cemburuan begini, dong. Aku nanti jadi nggak tenang loh perginya," ucap Edo merayu.
Ia tahu suasana hati Kalula sedang tidak bagus. Makanya ia mengalah saja walaupun dicurigai terus-menerus itu rasanya tidak enak.
"Oke, oke. Ya udah aku pulang langsung aja. Maaf ya besok nggak bisa antar kamu ke bandara. Aku ada wawancara kerja di cafe dekat tempat kursus kita dulu.
Siapa tahu lolos dan aku dapat kerja. Ibu bilang sewa kontrakan bulan ini belum dibayar. Nggak tahu lagi mau ngomong apa nanti sama pemiliknya. Semoga tawaran gajinya bagus." Kalula kembali melanjutkan perjalanan.
Edo tersenyum. Ia merangkul pundaknya.
"Good luck, Kal. Nanti kalau uang bulanan beasiswaku sisa, aku kirim ke kamu, ya," ucap Edo.
"Nggak, Do. Aku akan marah kalau kamu kayak gitu. Aku bisa kerja, kok. Nanti aku akan daftar lagi beasiswanya, siapa tahu tahun depan aku nyusul kamu," ucap Kalula menolak.
Edo mengacak-acak rambut pacarnya itu dengan gemas. Ya, malam itu pertemuan terakhir mereka sebelum esoknya Edo terbang ke Tokyo. Sebuah kisah LDR dimulai.
***
Bugh!
"Aduh!" Kalula mengaduh. Ia buru-buru datang ke Cafe karena bangun kesiangan. Semalam ia menangisi Edo yang hendak meninggalkannya pergi.
"Sorry, sorry. Kamu nggak papa?" Pria bermata cokelat yang menabraknya itu memegangi pundak Kalula.
Kalula menggeleng sambil tersenyum. Ia bilang ia tak apa-apa.
Pria itu bernama Edward, pemilik tempat ini. Pria yang hatinya susah disentuh itu merasa jatuh cinta pada pandangan pertama.
Kalula mengalihkan dunianya.
Bersambung...
✈✈✈
Halo, tolong support LIKE, KOMENTAR, dan FAVORIT ya untuk karya ini. Secuil dukungan pun akan sangat berarti untuk Author.
Terima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments