"Hei ratu kebo! Mana sarapannya? Apa kau memasak sambil ngorok, kok lama sekali? Dasar pemalas!" teriak bu Siska, ibu mertua Zakia.
"Iya sebentar, Ma. Sarapannya hampir siap," sahut Zakia yang sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk seisi rumah itu.
Zakia bergegas menyelesaikan kegiatan rutinnya itu dengan cepat. Minyak panas yang menyiram tangannya saat menggoreng telor, tidak ia rasakan lagi saking buru-burunya.
Begitulah rutinitas sehari-hari Zakia. Sebelum fajar ia sudah wajib bangun dengan berbagai macam pekerjaan yang sudah menantinya. Zakia harus bangun lebih awal dari ibu mertuanya, karena jika sampai mertuanya yang bangun duluan maka teriakan "ratu kebo" atau "kebo ngorok" pun akan menggema menghiasi pagi yang hening di rumah itu.
Dengan penuh semangat Zakia mengerjakan semua pekerjaan rumah, bukan karena semata takut pada mertuanya, tapi hal itu dilakukan karena ia menyadari kewajibannya sebagai istri harus dilaksanakan yaitu menyiapkan segala keperluan suaminya sebelum berangkat ke kantor.
Setelah 6 porsi nasi goreng sudah siap, lengkap dengan telor dan lalapan, Zakia segera menghidangkannya di meja makan. Zakia menatap puas hasil masakannya hari ini. Ia juga sudah sangat lapar, karena tadi malam ia makan hanya sedikit.
"Hei apa yang ingin kau lakukan?" tanya mertua Zakia saat ia menarikk kursi untuk duduk.
"Aku mau sarapan juga, Ma," jawab Zakia sambil tertunduk takut.
"Dasar rakus! Giliran makan kau nomor satu, tapi kerja malas-malasan. sana panggil Clara dan Ronald dulu di kamar mereka, baru boleh makan!" perintah bu Siska.
Zakia mengangguk patuh, ia tidak berani membantah ucapan mertuanya. Zakia segera beranjak menuju kamar kakak iparnya untuk memanggil mereka sesuai perintah ibu mertuanya. Tapi Bryan, suami Zakia mencegahnya.
"Gak perlu dipanggil segala, Dek. Nanti kalau kak Ronald dan mbak Clara lapar. Mereka akan turun sendiri. Gak usah repot setiap hari manggil mereka," larang Bryan pada istrinya.
"Biarin ajalah Kia memanggil mereka,Bry. Kan cuma memanggil doang, setelah itu dia bisa makan enak. Pekerjaannya juga cuma itu-itu saja. Jangan terlalu memanjakan istrimu, Bryan, nanti harga dirimu bisa diinjak-injak sama dia." Bu Siska berkata tanpa menimbang perasaan Zakia.
Zakia hanya diam menunduk, tidak berani bersuara. Bryan menggenggam tangan istrinya erat.
"Gak mungkin seperti itu Zakia, Ma. Aku mengenalnya dengan baik dan sudah sejak lama. Lagian Zakia sebelum subuh sudah bangun, mengerjakan semua pekerjaan rumah, pasti Kia capek, Ma. Setidaknya biarkan dia sarapan dulu!" Bryan membela istrinya dan menuntun Zakia untuk duduk dengan penuh perhatian.
Tatapan tidak suka dari bu Siska menghujam kearah Zakia. Namun Zakia juga tidak mau membantah suaminya, rasa takut dan rasa lapar juga membuatnya nekat untuk ikut duduk di meja makan. Zakia merasa aman karena ada Bryan disampingnya.
Bryan selalu berusaha membela Zakia dari perkataan pedas ibunya, walaupun ibunya begitu sinis terhadap Zakia, tapi ia selalu ada untuk membela. Karena Bryan sangat mencintai Zakia. Begitu juga Zakia, karena Bryan yang tidak pernah mengabaikannya, menjadi alasan Zakia tetap betah bertahan di rumah neraka itu sampai sekarang.
Disamping itu, alasan ia tetap bertahan karena mereka masih belum cukup modal untuk mandiri. Apalagi saat ini jabatan Bryan di kantor hanya staff biasa, jadi mereka belum bisa membeli rumah ataupun untuk sekedar mengontrak. Tinggal di rumah orang tua Zakia pun sangat tidak mungkin, karena orang tua Zakia hanya punya warung kelontong yang menopang hidup mereka sehari-hari. Ditambah lagi Reza, adik laki-laki Zakia masih kuliah semester 3, jadi orang tuanya masih butuh banyak biaya untuk pendidikan adiknya.
"Aduh sakit, Mas!" Zakia meringis saat Bryan tidak sengaja mnyentuh tangan nya yang terkena minyak panas.
"Tanganmu kenapa ini, Dek, kok sampai merah gini?" tanya Bryan cemas melihat tangan mulus istrinya yang sudah berubah kasar itu memerah.
"Gak apa-apa, Mas. Tadi gak sengaja kecipratan minyak panas saat memasak, nanti aku oleskan salep pasti langsung ilang, Mas." Zakia berusaha menahan perih ditangannya.
Ia tidak mau memperpanjang masalah sepele itu dan membuat mertuanya semakin marah.
"Kalau begitu nanti habis sarapan jangan lupa dioleskan salep, biar gak melepuh. Sekarang ayo kita sarapan dulu! " ajak Bryan.
"Wahh nyonya besar sudah duduk duluan ternyata di meja makan. Gak ada basa-basi buat ngajak sarapan, nih? Untung kita cepat datang, Mas. Kalau tidak mungkin kita gak dapat jatah sarapan hari ini," ucap Clara, istri dari kakak pertama Bryan.
"Biasalah, rakus!" sahut ibu mertua Zakia membuat rasa lapar Zakia lenyap seketika.
Bryan hendak menjawab perkataan mereka, tapi Zakia menatapnya dengan tatapan memohon agar Bryan tidak perlu memperpanjang masalah itu. Bryan terpaksa diam demi istrinya.
Mereka pun mulai sarapan, namun momen bersama keluarga yang seharusnya menjadi kebahagiaan bagi setiap orang, justru terasa begitu hambar bagi Bryan. Tidak ada kehangatan, yang ada hanya tatapan sinis dan ucapan kasar dari ibu dan juga kakak iparnya.
"Aku berangkat dulu, Ma. Hari ini ada meeting membahas pimpinan baru dan pengurangan karyawan di perusahaan, jadi semua karyawan harus hadir," pamit Bryan setelah menyelesaikan sarapannya.
Bryan pamit sambil meraih tangan ibunya, tapi hanya diacuhkan saja oleh ibunya. Memang, semenjak dirinya diturunkan dari jabatan lama sebagai manager keuangan di perusahaan tempat ia bekerja, semua keluarganya mengucilkan dirinya.
Padahal saat dulu ia mempunyai gaji yang lumayan besar, ia selalu dipuja dan dimanja, tapi keadaan itu berbanding terbalik saat ia kini sedang terpuruk dan membutuhkan dukungan keluarga. Bahkan ibu kandungnya sendiri tidak peduli dan malah menjauhinya.
Tidak mau larut dalam kesedihan, Bryan kembali menghapus kristal yang muncul di sudut matanya dengan cepat, agar tidak ada yang tau jika dirinya tengah merasa kesepian di rumahnya sendiri, merasa asing di hadapan mereka yang dulu selalu menyanjungnya ketika ia mempunyai banyak uang.
"Aku berangkat, Dek. Nanti jangan lupa obati tangannya, lalu istirahat! Bryan pamit lalu mengecup lembut kening istrinya. Setelah itu ia berangkat dengan motor kesayangannya.
"Aku juga pamit, Ma. Hari ini di kantor banyak pekerjaan. Maklumlah aku kan manager kesayangan pak CEO, jadi pasti sangat sibuk dan banyak proyek yang harus ditangani. Beda dengan anak mama yang hanya pegawai biasa itu," ucap Ronald dengan angkuh sambil melirik misterius kearah Zakia.
Zakia menjauhkan pandangan dari kakak iparnya itu, meski sudut mata Ronald tetap melirik kearahnya.
"Iya, Nal. Hati-hati dijalan, tidak perlu mengebut membawa mobil. Eh bekal makan siang Ronald sudah disiapkan, Clar? " tanya bu Siska pada menantu kesayangannya yang tengah sibuk menyantap masakan yang disajikan oleh Zakia.
Bersambung.
"Clara!!" tegur bu Siska agak kesal melihat Clara hanya acuh.
"Hah? Eh apa, Ma?" tanya Clara terkejut.
"Ck, dasar kau kalau sudah makan, tidak akan ingat apapun. Mana bekal suamimu?" tanya bu Siska lagi.
Namun nada bicaranya lembut, tidak seperti saat bicara dengan Zakia.
"Hehe maaf, Ma. Aku belum sempat menyiapkan bekal mas Ronald, kan aku belum selesai sarapan, Ma" jawab Clara santai.
"Tapi Ronald sudah mau berangkat," sahut bu Siska.
"Kia, tolong bungkusin bekal mas Ronald, dong. Kau kan sudah selesai sarapan!" titah Clara seenaknya.
"Tapi, Mbak. Aku...."
Belum sempat Zakia menjawab, ibu mertuanya sudah terlebih dahulu menyela.
"Aku apa Zakia? Dasar pemalas! Disuruh hal sepele itu saja masih perhitungan dengan tenaga. Clara kan belum selesai sarapan, sedangkan kau sudah kenyang dari tadi. Dasar tidak tau terima kasih, sudah diizinkan tinggal dan makan gratis di rumah ini l, masih aja banyak tingkah," maki bu Siska.
"Bukan begitu maksud aku, Ma. Tapi..."
"Tidak ada tapi-tapian, Kia. Sekarang cepat siapkan bekal makan siang untuk Ronald, aku tidak mau anakku jadi sakit karena makan yang bukan masakan rumah. Tjdak perlu banyak alasan, seharusnya kau bersyukur sudah diterima di rumah ini. Atau kau mau aku usir dari rumah ini sekarang juga, hah?
Mau kemana kalian setelah aku usir memangnya? Jadi pemulung atau ke rumah orang tuamu yang hidup melarat itu?" tanya bu Siska mengejek sembari menghina.
Zakia hanya diam menahan air mata sebisa mungkin. Lalu Zakia pun segera membungkus bekal untuk Ronald. Hampir setiap hari ia yang menyiapkan bekal untuk Ronald, sedangkan suaminya tidak pernah diperlakukan seperti itu oleh mertuanya. Perlakuan yang berbeda kepada anak yang terlahir dari rahim yang sama.
"Bungkusin buat gue juga dong, Mbak Kia. Gue mau bawain bekal buat Sisi, siswi yang baru pindah kemarin ke sekolah kami. Mau PDKT gue, pilih menu yang terlezat, Mbak!" perintah Doni, anak bungsu di rumah itu yang masih duduk di kelas 2 SMA.
Tapi sikapnya sangat tidak sopan dan bicaranya juga kasar, terutama pada Zakia. Zakia mengangguk dan menyiapkan bekal yang diminta oleh Doni.
"Wihh gebetan baru lagi, Don? Bukannya cewek yang kemarin baru 2 hari jadian?" tanya Ronald dengan bangga.
"Iya dong, Kak. Namanya juga anak muda, gak akan betahlah dengan satu wanita. Apalagi ceweknya bulukan. Sisi ini beda, Kak. Dia saat ini primadona di SMA Sinar Sakti. Pokoknya gue yang harus mendapatkannya!" ucap Doni yakin.
"Bagus, itu baru adik gue! Tapi apa cewek yang kemarin gak bakal ngamuk kalau tau lu deketin tuh cewek baru?" tanya Ronald.
"Ya bodo amat, Kak. Itu urusan mereka nanti, gue hanya melakukan apa yang gue suka. Namanya juga anak muda, Kak. Masih butuh kebebasan, emang kakak yang udah habis masanya untuk bermain api. Kakak kan udah ada pawang, sekali berulah maka akan kena tulah!" jawab Doni terbahak.
"Sialan lu, Don. Tapi kakak orang yang paling beruntung, karena bisa mendapatkan mbak Clara. Belum ada kan cewek lu yang bisa mengalahkan kecantikan mbak Clara?" tanya Ronald, ia berujar bangga dengan kecantikan istrinya.
Clara tersipu mendengar pujian suaminya itu. Sedangkan bu Siska hanya menggeleng melihat tingkah anak-anaknya.
"Banser sih, Kak. Mbak Clara masih menjadi nomor satu yang menjuarai kemolekan para wanita. Tapi gue masih berusaha mencari cewek seperti mbak Clara, yang memiliki tubuh ideal," ucap Doni.
"Pasti lah, Don. Kan mbak full perawatan. Mana sama dengan si burik." Clara ikut bersuara sambil melirik kearah Zakia.
Zakia hanya diam, lagi pula yang dikatakan oleh Clara itu memang benar. Jangankan untuk merawat diri, untuk istirahat saja ia bahkan tidak punya waktu. Setiap hari ia hanya berteman daster lusuh dan tumpukan cucian kotor. Setelah itu ia masih akan mengerjakan tugas lain dari mertua dan juga istri kakak iparnya.
"Ini mas bekalnya sudah siap," ucap Zakia sambil memberi bekal makan siang Ronald, tapi hanya diacuhkan.
Zakia kembali meletakkan makanan itu dimeja makan.
"Kalau begitu aku pamit dulu, Ma, Clar. Lu mau nebeng gak, Don? tanya Ronald pada Doni.
" Ihh ogah, Kak. Apa kata dunia kalau Doni diantar ke sekolah. Harga diri, Men!" ucap Doni.
"Huh sok cool banget lu. Ya udah gue cabut duluan," ucap Ronald.
Kemudian ia mencium punggung tangan ibunya, lalu beralih mencium kening istrinya yang saat itu sudah duduk manis di depan televisi menonton gosip selebriti sambil mengemil. Padahal mereka baru saja selesai sarapan.
"Hati-hati dijalan, Mas. Oh ya mas, aku minta uang dong, Mas. Nanti ada reuni teman lama dan aku perlu perawatan dulu ke salon sebelum pergi. Skincare aku juga udah pada habis, Mas," ucap Clara dengan suara lembut.
"Bukannya baru 4 hari yang lalu aku transfer uang bulanan kamu, Clar? Masa udah habis aja?" tanya Ronald.
"Ya elah, Mas. Cantik itu kan butuh modal. Kebutuhan aku banyak, Mas. Aku dandan cantik kan untuk kamu juga, Mas. Memangnya kamu gak bangga punya istri cantik dan pandai merawat diri?" rayu Clara dengan bergelayut manja di lengan suaminya.
"Ya sudah, Oke! Nanti aku transfer setelah sampai di kantor!" jawab Ronald akhirnya.
"Makasih, Mas. Mas memang suami terbaik di dunia. Makin sayang deh," ucap Clara memuji dengan suara manja.
"Iya dong, Sayang! Aku akan membahagiakanmu dengan berbagai macam kemewahan dan juga menuruti semua yang kau inginkan. Karena aku sangat mencintaimu." Ronald berkata sambil merangkul pundak Clara, tapi sudut matanya masih mencuri pandang ke arah Zakia yang masih sibuk membereskan piring kotor bekas makan mereka tadi.
Zakia tidak acuh, dia fokus membersihkan meja makan dan mengangkat piring kotor ke daput, karena itu sudah jelas akan menjadi tugasnya nanti.
"Kenapa sih mas kok melihat kearah dapur terus? Ada apa disana? " tanya Clara heran.
"Eh itu, Clar. Aku rasa, aku meninggalkan suatu barang yang penting di kamar mandi. Aku cek dulu, deh. Siapa tau itu penting untuk pekerjaan hari ini," jawab Ronald.
"Ck, ada-ada aja sih, Mas. Meletakkan barang kok di kamar mandi. Ya udah, aku aja yang cek. Memangnya barang apa, Mas?" tanya Clara.
"Flashdisk kantor, Clar. Tadi aku lupa pas mandi gak menaroh dulu di kamar. Biar aku aja yang cek, sekalian kebelet," sahut Ronald.
"Oh ya udah kalau gitu, Mas," ucap Clara.
Ia juga sebenarnya malas untuk mencek barang yang dikatakan Ronald, karena gosip selebriti favoritnya sudah mulai.
Ronald tersenyum misterius, lalu berjalan menuju kamar mandi yang letaknya di sebelah dapur.
Bersambung.
Ronald berjalan ke arah kamar mandi dengan senyum misterius diwajahnya. Rencana licik yang tersimpan rapi di otaknya, pagi ini hendak ia lancarkan.
Zakia yang tengah sibuk mencuci piring kotor di dapur tidak menyadari kehadiran kakak iparnya disana, hingga sebuah tangan kekar menyentuh pergelangan tangannya saat ia membilas piring.
Prang...
Piring ditangan Zakia terlepas, ia sangat terkejut melihat Ronald sudah berada dibelakangnya dengan senyuman yang menurutnya sangat mengerikan.
"Ka-k Ronald. Apa yang kakak lakukan disini?" tanya Zakia gagap.
Ia sangat takut melihat wajah kakak iparnya yang menatapnya dengan lekat.
"Tentu saja aku ingin melihatmu, Sayang," jawab Ronald sambil mengedipkan mata sebelah kepada Zakia.
"Ta-tapi kenapa, Kak? Maksud aku..."
Zakia semakin takut melihat Ronald yang mendekatinya.
"Hei apa apa denganmu adik ipar? Tentu saja aku kesini untuk mencuci tangan, apa kau buta?" ucap Ronald membuat Zakia sedikit lega.
"Kalau begitu silahkan cuci tangan, Kak. Aku akan membereskan piring pecah ini nanti saja. Permisi..."
Zakia meletakkan pecahan piring di tangannya di westafel dan bergegas pergi, namun Ronald kembali mencegahnya.
"Yang aku katakan tadi itu benar, Zakia. Apa kau tidak tertarik?" ucap Ronald membuat Zakia heran.
Karena ia tidak merasa pernah berbincang dengan kakak iparnya pagi ini, tapi sekarang Ronald berkata aneh.
"Maksud kakak perkataan yang mana?" tanya Zakia.
"Ck, jangan pura-pura tidak tau, Kia. Aku tau betul kau juga menginginkan hal itu," sahut Ronald semakin membuat Zakia bingung.
"Maaf, Kak. Tapi aku benar-benar tidak mengerti maksud kakak. Aku pamit dulu, kak. Masih banyak pekerjaan yang harus aku lalukan," jawab Zakia.
"Sampai kapan kau akan betah menjadi babu di rumah ini dan menjadi istri dari pegawai biasa itu, Zakia?" tanya Ronald lagi lagi mengurungkan langkah Zakia.
"Sampai suamiku bisa memberikan kehidupan yang layak untuk kami, Kak," jawab Zakia tanpa ragu.
"Oh ya? Apa kau yakin suamimu itu akan memberikan kehidupan yang layak untukmu? Aku sih tidak yakin, lebih baik kau hidup bersamaku dan aku akan menjadikanmu sebagai ratu," ucap Ronald.
"Maaf, aku benar-benar tidak mengerti dengan maksud kakak. Aku ini adalah adik ipar kak Ronald, dan mas Bryan adalah suamiku. Jadi kakak jangan bicara yang aneh-aneh," ucap Zakia.
"Jangan munafik, Kia. Aku tau setiap wanita pasti ingin dimanja, termasuk kau. Jadilah bagian dari hidupku maka aku akan memberikan semua yang kau inginkan," ucap Ronald semakin melantur.
"Jangan konyol, Kak. Aku ini adalah adik ipar mu dan kau sudah punya istri," sahut Zakia berani.
"Itu masalah gampang, Kia. Aku akan...."
"Akan apa, Mas? Apa yang kalian lakukan disni?" tanya Clara mengagetkan mereka.
"Eh, Sayang. Itu, aku..."
"Astaga ya Tuhan. Lihat apa yang terjadi dengan piring kesayangan mama. Pasti si buruk ini yang melakukannya bukan? Awas saja, mama pasti akan memberimu pelajaran. Mamaaaa.....!" teriak Clara memanggil ibu mertuanya.
Sedangkan Zakia sudah terlihat sangat cemas karena yang pecah tadi adalah piring kesayangan ibu mertuanya.
"Ada apa sih, Clar? Kuping mama sampai sakit karena teriakanmu, ini lagi kenapa malah rame-rame disini. Bukannya Ronald ada meeting pagi ini?" tanya bu Siska.
"Lihat itu, Ma. Lihat apa yang terjadi dengan piring kesayangan mama," ucap Clara sambil menujuk kearah westafel.
Mata bu Siska melebar melihat piring mahal yang menjadi favoritnya itu sudah berkeping-keping. Ia menatap tajam kearah Zakia, Zakia sudah pucat karena takut. Ia sudah tau jika sebentar lagi ia akan dimaki karena sudah memecahkan piring mahal itu, meskipun ia tidak sengaja.
"Hei pembawa petaka! Apa yang sudah kau lakukan dengan piring mahalku hah? Dasar tidak becus dalam mengerjakan apapun!" maki bu Siska.
"Maaf, Ma. Aku tidak sengaja, tadi..."
"Tadi Zakia bengong sambil mencuci piring, Ma. Untung aku tegur, jika tidak pasti semua piring dan gelas kesayangan mama akan hancur oleh wanita ini," potong Ronald saat Zakia ingin menjawab.
Wajah bu Siska langsung memerah, ia sangat geram melihat menantunya yang tidak becus dalam bekerja itu.
"Oh jadi kau sengaja melakukan ini, Kia? Apa kau tau berapa saya membeli piring itu? Bahkan kau mungkin tidak pernah memegang uang sebanyak itu, dan sekarang kau malah dengan sengaja membuat piring itu pecah. Dasar tidak berguna!" bu Siska kembali memberikan perkataan pedasnya.
"Maaf, Ma. Aku benar-benar tidak sengaja, Ma!" sahut Zakia yang sudah meneteskan air mata.
Ia juga tidak diizinkan untuk membela diri, Ronald selalu momotong ucapannya saat ia akan membela diri.
"Kau pikir dengan kata maafmu itu, piring mahalku bisa kembali hah? Makanya kalau punya otak itu dipakai, jangan cuma bisanya merugikan orang lain. Sekarang cepat bereskan semuanya, setelah itu bersihkan semua pekarangan rumah, itupun belum bisa menghilangkan rasa kesalku padamu!" bu Siska tidak mau mendengarkan apapun dari mulut menantunya itu.
"Baik, Ma. Aku akan membereskan semuanya," jawab Zakia patuh. Ia tidak bisa melawan perintah mertuanya karena nanti masalahnya pasti akan semakin rumit.
*****
PT Armada Jaya.
Pikiran tidak menentu dan tidak karuan dirasakan oleh para karyawan PT Armada Jaya yang mengikuti meeting pagi ini.
Karena kondisi perusahaan yang merosot parah dan bisa dikatakan sangat buruk disebabkan oleh para petinggi perusahaan yang masih membudayakan praktek korupsi, hingga akhirnya kebusukan tersebut tercium juga oleh pak Ranenda selaku pemilik PT Armada Jaya.
Hari ini di adakan meeting dadakan di kantor, karena omset perusahaan yang sangatjauh dari kata normal, akhirnya pak Ranendra, CEO perusahaan itu datang berkunjung dan meminta untuk mengadakan meeting dengan seluruh karyawan. Karena setelah ditinjau lebih jauh, omset perusahaan menurun drastis karena adanya penyeludupan dana oleh beberapa pihak di perusahaan.
Akibat dari keserakahan mereka, sekarang orang yang tidak ada sangkut pautnya pun terkena imbasnya. Ibarat hanya satu yang makan cempedak, tapi semua orang ikut kena getahnya.
"Baiklah, kami selaku pihak PT Armada Jaya akan mengambil tindakan tegas untuk masalah yang saat ini terjadi di perusahaan. Karena omset yang menurun dan tidak sesuai, maka dengan terpaksa dan sangat menyesal kami akan melakukan pengurangan beberapa karyawan demi menyelamatkan dan menstabilkan kondisi perusahaan kita.
Kepada yang namanya tertera di dalam daftar yang dirumahkan, kami memohon maaf dan terimakasih atas jasa-jasanya selama ini demi kemajuan perusahaan. Dan untuk pesangon kami akan usahakan namun tentunya harus bersabar dulu, pasti secepatnya akan kami proses," ucap pak Ranendra menerangkan.
Dag dig dug.
Dag dig dug..
Semua karyawan menunggu dengan was-was, tidak terkecuali Bryan. Ia sangat cemas jika sampai namanya masuk ke daftar karyawan yang dirumahkan, maka ia pasti akan dalam masalah besar nanti.
"Baiklah berdasarkan hasil keputusan meeting pagi ini, dengan terpaksa kami akan merumahkan beberapa karyawan demi menstabilkan kembali kondisi perusahaan, dan beberapa karyawan itu adalah...."
Dag dig dug....
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!