Catatan Andra

Catatan Andra

Andra

Sore hari di SMA Mentari

Seorang cowok berbalut seragam sekolah sedang menyandarkan tubuhnya ke tembok di ujung koridor. Dia terlihat sangat rapih mengenakan tas kulit berwarna hitam yang dipadukan dengan sepatu Converse berwarna hitam juga. Kedua tangannya terlipat di depan dada. Matanya menatap lurus ke depan. Ekspresinya sangat datar.

Padahal, bel pulang sekolah sudah lama berbunyi. Kurang lebih tiga atau empat jam yang lalu. Sekolah sudah sepi. Tidak ada kebisingan seperti tadi siang. Tidak ada pasangan-pasangan yang sedang dimabuk asmara. Yang ada hanya Andra, cowok berotak encer yang menyandar menunggu seseorang.

Lima menit berlalu, cowok itu kini mengeluarkan rokok dari kantongnya. Ia dengan ekspresi datarnya menyulut benda itu. Menghisapnya, lalu mengepulkan asapnya ke udara. Matanya kini menatap ke langit. Tersenyum sinis pada langit yang indah di sore itu.

"Oi!" seorang cowok berseragam sama setengah berteriak menyapa Andra. Dia berjalan menuju pria yang sedang merokok itu.

"Lelet banget!" sambut Andra dengan sedikit kekesalan.

"Yaelah, man! Maklum dikit kek, jangan sensitif gitu," cowok itu mengedipkan sebelah matanya sambil tangannya main menarik rokok dari mulut Andra. Segera ia menghisap bekas cowo itu.

Andra hanya terdiam. Dia sudah biasa menghadapi Reno, temannya sejak kecil.

"Idih, gitu doang marah!" Reno sengaja memancing Andra bicara.

"Uda ah! Males gue debat sama elo!" Andra berjalan meninggalkan temannya.

"Andra! Man! Kok gitu sih sama ayangnya!" cowok yang ditinggalkan itu segera membuang sisa rokoknya lalu berlari menyamai langkah Andra.

"Kon tol!" ujarnya menanggapi.

"Kok gitu sih, gue cium baru tau rasa!"

"Anjing! Elo makin hari makin ngelunjak! Males gue ngeladenin!"

"Andra ganteng kok gitu! Gue becanda, man!" Cowok itu langsung merangkul sohibnya.

"Taik kuda!" hampir tiap hari keduanya seperti itu. Mereka terkenal sebagai dua sahabat yang sangat lengket. Di mana ada Andra di situ ada Reno. Meskipun pada kenyataannya kedua manusia itu memiliki sifat yang sangat bertolak belakang. Tapi persahabatan mereka sudah terjalin sejak kecil.

Keduanya berjalan menuju parkiran. Ada dua mobil bermerek yang terparkir di sana. Mobil itu milik Andra Michael, si cowo yang mendekati sempurna. Dan satu lagi milik Reno Hardiansyah, si beda tipis sama Andra. Mereka berdua adalah anak muda yang berasal dari keluarga konglomerat.

"Kebut-kebutan, yuk!" ajak Reno.

"Ngga mau!" balas Andra.

"Dihhh, jangan nolak, cobain dulu beb!"

Andra menatap Reno dengan ekspresi datarnya. "Dibilangin ngga mau!"

Reno sudah biasa mendapatkan tatapan seperti itu. Dia juga hapal banget sama sifat Andra. Sekalinya dia bilang tidak dengan ekspresi datar itu artinya TIDAK.

"Dih, dah menjelang delapan belas tahun nggak pernah rasain gimana enaknya jadi berandal! Hidup elo putih banget!" Reno tersenyum kecut karena tolakan dari sahabatnya.

"Cape anjir!" balas Andra membuka pintu mobilnya. "Lagian, gue ngga tertarik dengan dunia kalian!"

Reno tersenyum tipis. "Gini amat punya teman yang perfect." gumamnya meluncur masuk ke dalam mobil.

Tiga puluh menit berkendara, akhirnya Andra sampai di bangunan tinggi dengan gerbang yang terbuka. Ia menembus gerbang, diikuti oleh Reno dari belakang. Mereka menuju garasi yang luas.

Andra keluar dari mobil. Menyempatkan diri untuk merapikan dasi dan jas sekolahnya. Kemudian disusul oleh Reno yang sama sekali tidak peduli dengan penampilannya. Rambut berantakan, dasi kusut, plus ikat pinggang yang terbuka. Ia berbeda seratus delapan puluh derajat dengan Andra.

"Masuk, Man! Papa di dalam!"

Andra mengangguk. Tapi ia berpura-pura mengikat tali sepatunya yang sebenarnya tidak terlepas. Hanya sebagai kode agar Reno masuk duluan.

Melihat sohibnya sibuk, Reno masuk mendahului. Ia emang anak yang kurang sabaran.

"Sore, Dad," Reno menyapa papanya yang sedang menikmati segelas kopi di sofa ruang utama.

"Hmmm," sahut pria setengah baya itu dengan penuh senyuman.

"Sore, Om Seno... " Andra ikut menyapa setelah berselang satu menit. Ia ikut bergabung di sofa, layaknya yang Reno lakukan.

"Dari mana kalian? Kenapa baru pulang?" tanya pria itu lembut.

"Biasa Pa, habis main basket di sekolah." Reno menjawab papanya.

"Main basket?" Seno memincingkan matanya. "Andra ikut?"

"Ikut. Kami one by one." jawab Reno.

Seketika pandangan pria itu terlempar pada Andra yang duduk di depannya. "Andra, Om sudah memperingatkanmu untuk jangan berkegiatan berat! Tolonglah nak! Kalo kamu terus begini, Om bakal memberitahu semuanya pada Papa kamu!" ancam pria itu.

Mendengar ancaman itu, Andra langsung ciut. "Jangan Om, Andra janji nggak bakalan main basket lagi," katanya menatap Reno. Ia ingin mencekik pria itu karena sudah bermulut ember. Padahal tadi ia sudah memperingatkan dengan penuh permohonan. Ah, tapi dasar Reno si pelupa!

Reno menunduk, tidak berani menerima tatapan tajam dari Andra. Ia juga baru menyadarinya.

Dasar mulut sialan! Batinnya. Andra pasti bakal ngambek.

Seno menghelai nafas panjang. Sebenarnya dia memaklumi kelakuan Andra. Anak muda itu memang seharusnya menikmati masa SMA nya. Tapi di lain sisi dia juga tidak bisa membiarkannya karena Andra sedang berada dalam proses pengobatan.

"Yaudah, kamu datang ingin melakukan pemeriksaan, kan?" tanya pria itu dengan penuh kelembutan.

"Iya, Om." jawab Andra singkat.

"Ikuti saya, kita cek up di ruangan yang baru!" Seno---Papa Reno, beranjak dari duduknya. Berjalan menuju ruangan di dekat tangga.

Andra tak langsung mengikuti. Sempat-sempatnya menoyor kepala cowok ganteng di dekatnya.

"Babi memang! Elo ember banget!"

"Maaf, Andra sayang, gue lupa kalo elo dilarang... " dia mengatupkan kedua tangannya di depan dada demi meminta pengampunan.

"Elle! Bilang aja elo sengaja!" memukul kepala Reno sekali lagi sebelum akhirnya masuk ke ruangan yang dimasuki oleh Om Seno.

***

"Bagaimana ini bisa terjadi?" Seno menatap laporan di tangannya. "Kenapa bertambah parah?" dia cukup terkejut dengan hasil laporan kesehatan Andra.

Seno, dokter spesialis onkologi yang merelakan diri untuk mengurus Andra secara diam-diam permintaan Reno, anak semata wayangnya.

"Ini mustahil!" gumamnya tidak percaya. Ia sudah melakukan usaha semampunya dan hasilnya sangat mengecewakan. Penyakit Andra naik ke stadium dua.

"Sudahlah, Om, mungkin saya tidak ditakdirkan berumur panjang." ujar Andra meninggalkan ruangan dengan santainya.

"Tapi Om merasa gagal kalo begini!"

"Ya memang Anda gagal!" sahut Andra dari balik pintu. "Aku pamit, Om...." serunya setengah berteriak sambil berjalan menuju ruang utama.

"Oi, gue cabut yeh!" Andra terus berjalan sambil menatap Reno yang rebahan santai di atas sofa dengan hape di depan wajahnya.

Reno menoleh. Dia langsung melemparkan hapenya ke atas meja. "Dah selesai? Gimana hasilnya?" tanyanya antusias.

"Memuaskan. Gue senang!" jawab Andra terhenti.

"Wihhh! Keren banget, beb... pasti udah menuju penyembuhan, ya?" terlihat jelas bahwa Reno sangat menginginkan kesembuhan untuk Andra.

"Tambah parah bego! Udahlah! Gue mau cabut!" Andra kembali melanjutkan langkahnya tanpa peduli dengan wajah Reno yang berubah pias.

***

"Kok pulang malam lagi? Ada acara apa, sayang?" Leoni, Mama Andra menyambut kedatangan putra sulungnya.

"Nggak ada acara. Andra singgah di rumah Reno, Ma!"

"Oh." Mama tersenyum. Dia sangat cantik. Terlihat masih muda. Anak sulungnya sudah kelas tiga SMA tapi tak sedikit pun keriput menghiasi wajahnya.

"Btw, tadi ada yang menghubungi Mama, katanya mau nawarin iklan sama pemotretan. Kamu mau nggak?" wanita berambut panjang itu tersenyum penuh arti pada anaknya.

"Ngga!" balas Andra malas.

"Sayang banget! Cobain dulu sayang. Engga cape kok,"

Andra terus berjalan tanpa mempedulikan wanita cantik yang menempelinya.

"Ini udah kesekian kalinya kamu lewatin kesempatan emas. Jarang banget loh ada tawaran menggiurkan seperti ini, biasanya orang lain memohon mohon agar dipilih, harusnya kamu sadari itu, sayang. " Leoni terus bicara sambil mengikuti langkah putranya dari belakang.

"Mama maksa?" Andra berhenti, membalik badan demi menatap wanita yang hanya sebahunya.

"Enggak, sayang... cuman, dear wasted aja gitu.. "

"Kalo gitu Mama aja yang pemotretan. Andra nggak mau!" ucapnya meninggalkan mamanya.

"Andra sayang... kamu marah? Mama minta maaf, Mama hanya mencoba membuka pemikiran kamu tentang dunia hiburan... " Leoni mengikuti langkah Andra dengan sorot matanya. Menyaksikan cowok itu menaiki anak tangga.

"Males!" sahut Andra tanpa menoleh.

Leoni hanya bisa menggelengkan kepala karena sikap anaknya yang cuek tingkat dewa.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!