Pagi hari....
Seorang cewek bertubuh pendek, berwajah kecil, bermata bening, tersenyum sepanjang jalan menuju sekolah. Gadis itu berambut pendek, berponi persis kayak Dora. Terus cara jalannya juga lucu, kayak anak-anak gitu. Ia terlihat sangat ceria hingga lupa menyapa pak Dino, penjaga sekolah.
"Pagi, Neng Bening... " nah loh, jadi si Bapak yang menyapa.
"Eh, pagi juga, Pakkk!!" gadis itu mundur tiga langkah, menatap Pak Dino, tersenyum lalu setengah membungkuk.
"Neng Bening kalo lagi senyum bisa nambah umur deh, manis bener,"
"Hahahaha, Pak Dino mau goda aku ya?"
"Hahahha, iya, Neng, " Pria setengah abad itu ikutan tertawa.
"Awas jatuh cinta Pak!"
"Hahahha,"
"Kalo gitu Bening pergi ya, Pak, Bening masih ada tugas nih,"
"Wokke, Neng. Semangat!"
Bening tak lagi menyahut, ia hanya meninggalkan seulas senyuman pertanda akhir percakapan mereka hari ini.
Sampai di kelas...
"Pagi Shana," Bening tersenyum pada seorang gadis glamor yang sedang joget-joget di depan hape. Yang di sapa tersenyum aneh.
"Pagi Aca, "
"Pagi David.... "
"Pagi semuaaaa, calon dokter numpang lewat dong!"
Begitulah cerianya seorang Bening Armalia, siswi kelas XII ipa-9 yang bercita-cita menjadi seorang dokter sejak dia masih kecil.
"Heh! Elo bisa diam nggan sih! Gue tuh lagi pusing!" Rara, cewek yang agak-agak eksentrik menatap Bening tajam. Kayaknya dia lagi badmood hingga mendengar suara sedikit saja langsung naik pitam.
Bening menatap gadis yang duduk tepat di sampingnya. Kebetulan kursi mereka bersebelahan.
"Kamu sakit, Ra?" tanya Bening antusias.
Rara tidak menjawab. Malah merebahkan kepalanya di atas meja sambil memejamkan mata.
"Ra? Kamu mabuk-mabukan lagi, ya?"
"Duh! Udah dibilangin diam masih aja ribut! Elo mau mati!" Rara tiba-tiba membuka matanya, tatapannya persis kayak nenek lampir. Serem banget. Soalnya dia satu-satunya cewek yang berani make eye shadow hitam tebal ke sekolah.
"Eh, i-iya, maaf, Ra," Bening langsung memalingkan wajahnya. Takut banget kalo Rara udah bilang gitu, soalnya dia manusia yang berani mewujudkan perkataannya jika jiwa setannya terganggu. HAM tidak berlaku bagi seorang Rara Anethia.
"Eh, Richard, kamu kok pake baju basket? Ada pertandingan apa?" kini Bening memilih bicara pada Ricard yang baru saja datang.
"Pertandingan loncat gedung," jawab Richard, manusia yang agak-agak cakep tapi nggak cakep-cakep amat.
"Woah, pertandingan apaan tuh? Baru dengar,"
Richard tersenyum aneh. Ia menghela nafas sambil menundukkan pantatnya di atas kursi. "Emang benar ya, otak lo ternyata ada di dengkul!"
"Hah? Maksudnya?" Bening tidak mengerti.
"Elo itu bodoh! Itu intinya!"
"Wahh! Kamu ngejek ternyata! Heh! Kamu pikir kamu udah pintar? Nilai matematikamu aja kursi terbalik!" Bening balas mengejek.
"Kursi terbalik masih mending daripada make helm di dengkul!" Richard tidak mau kalah.
"Kalian berdua bisa diam nggak sih!" Rara menegakkan tubuhnya, matanya menatap Bening dan Richard bersamaan. "Otak kalian itu sebelas duabelas! Sama-sama o'on!" dia pusing mendengar perbincangan keduanya sedari tadi.
Richard yang berada di belakang Bening menyeringai. Ini baru adil, ada penengah. Dia langsung aja memanfaatkan keadaan ini untuk promosi. "Eh, hari ini gua ikut pertandingan basket melawan XII IPA 1, gua satu-satunya cowok yang ikut dari kelas ini. Gua disuruh bergabung sama anak kelas sebelah. Dukung gua ya," Ricard menatap Bening dan Rara bergantian.
"Ogah! Tadi kamu udah bilang aku bodoh! Jadi aku nggak mau!" Bening tersenyum puas. Akhirnya ada juga cara buat ngebalas si Richard.
"Tadi gua becanda, Cayang... Elo pintar kok, pintar banget malah. Saking pinternya sampe bisa ngelewatin IQ-nya Albert Einstein." Richard mengerjap ngerjapkan matanya, berharap Bening berubah pikiran jadi mau membantunya. "Plisss Bening cantik, gue tuh butuh banget suara elo, soalnya suara elo kalo berteriak persis kayak singa kejepit pintu, mantap banget,"
Bening yang merasa dipuji langsung tersenyum ceria. "Oke, aku bakal neriakin nama kamu, tapi katakan dulu Bening si cantik, calon dokter terbaik!"
"BENING SI CANTIK, CALON DOKTER TERBAIK!" tanpa ragu ia berteriak hingga seisi kelas menoleh padanya. Hanya sesaat, setelah itu mereka kembali sibuk dengan kegiatan masing-masing.
"Oke, deal! Nanti aku bakal duduk di barisan paling depan." Semudah itu menaklukkan Bening.
Richard tersenyum. Kalo bukan karena suara Bening melengking, dia juga nggak bakal mau teriak kayak tadi.
"Elo juga Ra!" menatap Rara yang menguap.
"Nggak mau!" sahutnya.
"Yah, suara lo juga bagus. Serak serak basah tapi power nya bagus. Terus elo juga ditakuti di sekolah ini, entar kalo elo dukung gue, pemain yang lain juga bakal takut sama gua! Bantuin gua, ya! Pliss!" Richard mengatupkan kedua tangannya di depan dada demi meminta dukungan.
"Kalo elo mau gue ngedukung, bayar!" Rara tersenyum aneh.
"Berapa?"
"Lima teguk!"
"Okay! Kalo gue berhasil ngalahin Andra dkk, gue bakal traktir elo minum sepuasnya! Sebanyak yang elo bisa!"
"Oke. Kita sepakat." cewe eksentrik itu tertarik dengan tawaran Richard. "Gue bakal neriakin: RICHARD, KETEK ELO BAU!"
"Hahahahha," Bening tertawa renyah. Ternyata Rara hanya bercanda sedari tadi.
"Anjing! Mending nggak usah! Bisa-bisa fans cewek gua pada kabur! Elo yang serius dong!"
"Hmmm, kalah atau menang, sepuluh sloki! Gimana?"
Richard mempertimbangkan sejenak. "Oke. Gua setuju!"
Bening yang melihat keduanya hanya bisa geleng-geleng kepala. Gimana bisa cewek se-eksentrik Rara ditaklukkan dengan sogokan miras. Benar-benar aneh.
Hampir dia menanyakan sesuatu, tapi tidak jadi karena bel sudah berbunyi. Mau tidak mau mereka harus berbaris dari pada di kejar-kejar Bapak Ibu guru yang piket hari ini.
***
"Bening, nonton basket, yuk... seleb XII IPA 1 tanding ngelawan Jason dkk. Lumayan liat wajah Andra dkk," Nia, sahabat plus teman sekelas
Bening mengajaknya menonton bareng.
"Hmmm, ayo! Aku juga pengen liatin, udah janji juga sama Richard," Bening tersenyum, berdiri dari duduknya.
"Wih, tumben banget kamu mau, biasanya paling males nontonin pertandingan! Ada angin apa nih?" Nia memandang Bening tidak percaya. Biasanya tuh kalo ngajakin gadis berambut pendek itu meski sujud tiga hari tiga malam, soalnya ngajak dia itu susah.
Sebenarnya bukan karena apa-apa Bening demikian, ia hanya tidak suka keramaian dan keributan.
"Gara-gara Richard sebenarnya!" ujarnya jujur. "Lagian sebenarnya aku penasaran juga,"
"Yaudah, ayuk! Pertandingannya sudah mulai sedari tadi!" sepertinya Nia nggak sabar lagi. Ia sampai mendesak Bening yang sibuk membereskan buku-buku yang berserak di atas mejanya.
Sampai di lapangan basket, mereka bingung mau duduk dimana. Soalnya pertandingan kali ini ramai banget, sampai-sampai anak sekolah sebelah ikut menyaksikan pertandingan. Belum lagi para guru-guru yang mungkin bosan bersarang di kantor. Sebagian dari mereka malah ikut bersorak-sorak seperti halnya yang dilakukan para siswa.
"Duh, kamu sih!" Nia mulai mengomel. "Masa kita harus berdiri seperti ini!"
Bening tidak peduli dengan omelan Nia. Dia malah sibuk menatap para siswa yang duduk menyaksikan pertandingan. Lima puluh persen dari mereka menyemangati nama Andra, tiga puluh persen Reno, selebihnya pemain lain. Bening sampai ingin ikut bersorak gara-gara ketularan dari yang lain.
"Duh, capek juga berdiri seperti ini! Mana aku laper banget lagi!" Nia bersungut-sungut di antara menggelegarnya suara teriakan.
Tiba-tiba Bening melihat Rara duduk di barisan paling depan. Sepertinya gadis itu sengaja menyisakan dua tempat duduk. Buktinya samping kanan dan kirinya kosong. Atau jangan-jangan orang lain takut duduk di sampingnya? Soalnya diakan cewek nyentrik.
"Ikuti aku!" Bening menarik tangan Nia yang bersungut-sungut dari tadi. Segera ia mendekati Rara.
"Ra? Kami boleh duduk di sini, nggak?"
Gadis gotik itu menganggukkan kepalanya. "Aku sengaja nyisain untuk elo, soalnya elo udah janji bakal duduk di barisan paling depan!" Rara menatap bening tajam. Dia menunjukkan wajah kesalnya.
"Oh, tanks Rara cantip. Lopyu,"
"Hmmm,"
Mereka mulai fokus pada pertandingan.
Bening menatap para pemain yang berlari memperebutkan bola. Mereka semua terlihat keren ketika berkeringat. Ternyata seru juga nontonin pertandingan basket, pikirnya. Kenapa nggak dari dulu ia hobi? Ternyata keributan menghilang bersamaan dengan masuknya bola ke dalam ring.
"Yeeeee!!!! Andra!! Aku padamu!!"
"Andraaa! Lopyu!!"
"Andra!!"
"ANDRAAAAA"
Semakin banyak orang yang meneriaki nama itu setelah dia mendapatkan tree poin dengan mudahnya.
Kening milik Bening berkerut. "Andra yang mana sih?" tanyanya pada Nia yang duduk di samping Rara.
Rara menatap Bening. Ia menggantikan Nia menjawab. "Elo serius nggak tau Andra? Perasaan dia sudah terkenal sejak bocil . Masa iya elo nggak tau dia!"
"Aku tau. Aku juga pernah melihatnya beberapa kali. Tapi... kalo udah main gini, aku susah bedainnya. Soalnya mereka semua terlihat mirip," kata Bening santuy.
"Mirip? Mata kamu rusak kali! Jelas jelas si Cecep beda jauh sama si Alvin! Tuh, keritingnya si Ucup beda jauh sama rambut berantakannya si Reno! Apalagi si Farel yang pendek jauh banget dengan Andra yang tinggi. Gimana bisa kamu bilang mereka sama?" agaknya Nia kesal pada Bening yang mengatakan mereka mirip.
Bening tersenyum kecil. "Hehehhe, ternyata kalo semakin diperhatikan memang beda sih! Jadi Andra yang mana nih?"
"Tuh, yang pake handband putih!" Rara menujuk cowok yang menguasai bola. "Cool!"
Bening memperhatikannya dengan seksama. Dia harus mengakui bahwa cowok itu memang keren. Gaya rambutnya, bentuk tubuhnya, sampai proporsi wajahnya benar-benar idaman banget. Belum lagi cara cowok itu pivot plus menembak bola, wuihhh, semua mata bakal meleleh.
"Keren juga," komentarnya singkat.
"What? Keren juga? Kamu pasti udah gila!" Nia frustasi menanggapi perkataan sohibnya.
"Kenapa?" Bening mengerutkan keningnya.
"Kamu santai banget bilang dia keren! Seolah-olah hanya sebatas keren! Harusnya kamu histeris mengucapkannya!" mata Nia mengkilat saking kesalnya menanggapi Bening.
"Ngapain ributin itu! Mending kita semangati Richard seperti janji kita tadi!" Bening mengangguk setuju. Mereka kembali fokus ke pertandingan.
Andra mengoper bola pada Gio. Kemudian Gio mengoper pada Rival. Lalu berlanjut lagi pada Reno, dan Andra berlari kedekat ring, memberikan kode agar bola dioper ke dia. Dan rencananya berhasil. Dia mampu memberikan tiga poin secara halus pada tim-nya.
Seketika sorakan kembali membahana.
Pertandingan berlanjut lagi. Tim XII IPA 1 ungguli delapan poin. Dengan penguasanya masih Andra dan Reno. Mereka sohib yang kompak hingga menciptakan suasana permainan yang baik. Harus diakui mereka memang pemain yang berbakat.
Tiba-tiba saat di lapangan, perhatian Andra teralih pada cewek berambut pendek yang menurutnya gesrek. Tanpa diberitahu pun, dia tau gadis itu bodoh. Tapi dia menggemaskan juga, wajahnya imut gitu tambah imut saat berteriak-teriak menyemangati seseorang diantara mereka.
"Andra! Elo kenapa! Bolanya direbut tuh!" Reno berteriak dari tempatnya berdiri.
"Eh, iya, gue galfok!" sahutnya. Ia kembali serius bermain. Tapi ia kembali galfok saat melihat cewek itu menggulung kertas dan menjadikannya toa simpel. Suaranya nyaring meneriaki Richard.
"Tuh cewek ngeselin banget!" pekik Andra dalam hati. Dia terus memperhatikan gadis itu hingga dia tidak sadar bola melayang ke arahnya.
"Plokk!"
Seketika penglihatannya kabur. Dia pingsan.
"ANDRA!!!! "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments