Andra membuka matanya. Ia menyadari bahwa saat ini dia sedang berada di ruang UKS. Perlahan dia menggerakkan tubuhnya, berusaha bangkit dari tempat tidur.
"Aduh!" ia memegang kepalanya yang agak pening.
"Andra..." panggil dua cewek petugas UKS. Salah seorang langsung mengambilkan segelas air minum.
"Minum dulu, Andra," Ria, salah satu siswa yang bertugas di ruang UKS menyodorkan segelas minuman.
"Nggak! Gue harus pergi!" balasnya. Dia menyadari bahwa pertandingan masih berlangsung.
"Tapi kamu harus minum Andra! Biar seger, "
"Nggak mau!" balasnya sekali lagi dan segera ia pergi meninggalkan kedua cewek itu.
Saat berjalan dia tidak sengaja menjumpai Reno di koridor. "Eh, man!" Kayaknya Reno menang sengaja hendak ke UKS tadinya. Dia terlihat bahagia melihat Andra baik-baik saja. "elo gapapa kan?"
Andra tidak menjawab, malah menanyakan hal yang lain. "Bagaimana pertandingannya?"
"Udah selesai. Kita tetap menang kok. Tapi hanya ungguli dua poin doang. Mereka berhasil ngejar ketertinggalan setelah elo keluar." Reno memberitahu.
Terlihat dengan jelas bahwa Andra tidak senang mendengar berita itu. "Anjirrrrr!" cowok itu menatap Reno kesal.
"Ya, maaf, An! Gue aja berubah jadi goblok gara-gara elo keluar! Gua khawatir sepanjang permainan. Yang lain juga pasti demikian." Reno menatap Andra.
"Udalah! Udah lewat juga!" Andra melanjutkan langkahnya. "Mending temenin gue ke kantin!" merangkul bahu Reno yang ketinggalan selangkah di belakang.
"Gas!" sahutnya disertai senyuman.
Keduanya berjalan menuju kantin luar yang terpisah agak jauh dari lokasi sekolah. Seperti biasa, mereka menjadi pelanggan terakhir di kantin itu. Dan mereka selalu memesan menu yang sama seperti sebelumnya.
"Elo pingsan gara-gara pusing ya, An?" Reno menatap Andra yang duduk menikmati semangkuk bakso. Ia tidak selera makan hingga soto babatnya tidak tersentuh sedikit pun.
"Nggak!" jawab Andra. "Gue tadi liat cewek aneh, eh guenya nggak nyadar kalo bola dioper ke gue. "
"Woah, sejak kapan elo tertarik sama cewek?"
"Ya masa gue tertarik sama cowo!" Andra menjawab tanpa melirik Reno sedikitpun.
"Hahaha. Maksudnya elo biasanya ga peduli. Ko tiba-tiba galfok gitu,"
"Karena dia keliatan menyebalkan!" jawab Andra.
"Hehehe. Btw ceweknya gimana? Cantik, nggak?" serius, Reno merasa senang karena Andra sedikit mau terbuka. Makanya dia harus memancing cowo itu agar terus bicara.
"Nggak tau, tuh! Gue liatnya sekilas. Tapi gue yakin, dia pasti anak kelas sepuluh. Soalnya dia kecil banget, terus ngga pernah keliatan sebelumnya."
Reno tersenyum kecil. Ia sangat bersemangat mendengarkan perkataan Andra. Rasanya baru kali ini Andra ngomong sebanyak itu.
Reno menatap ke sekeliling, tidak ada orang selain mereka dan ibu kantin yang sibuk mencuci piring kotor. Pria itu menghelai nafas. Sekarang dia sibuk memainkan soto babatnya dengan sendok. Tak sedikitpun soto itu tersentuh mulutnya.
"An," memanggil Andra yang sibuk dengan kuah baksonya.
"Hmm?" tanpa menatap Reno.
"Gue yakin, elo pingsan bukan karena kepukul bola doang, kan?" Reno menatap wajah temannya.
"Terus?"
"Pasti berhubungan sama penyakit elo. Iya, kan?"
"Tidak. Pure gara-gara bola." jawab Andra.
"Nggak mungkin, An! Dulu elo manusia yang tahan banting. Gue ingat, elo pernah jatuh dari pohon yang ketinggiannya empat meter, kepala elo berdarah waktu itu tapi elo baik-baik aja kok, malah elo ketawa hari itu. Dan tadi, elo hanya kepukul bola, itupun secara tapi elo tumbang, An!" Reno menatap sohibnya yang tetap asik menikmati baksonya. "Kata Papa, penyakit elo membuat sistem kekebalan tubuh berkurang drastis. Pasti gara-gara itu elo jadi mudah ambruk."
Andra menggeleng kepala. Diteguknya teh yang disediakan bibi Lola, langganan mereka.
"Kalo memang demikian, emangnya kenapa?" Andra mulai menatap Reno.
"Berarti, penyakit elo makin parah, An..."
"Bagus dong!"
"Bagus apanya sih! Elo tega ninggalin gue?" mata Reno mendadak basah. "Sohib gue hanya elo An, kalo elo pergi, terus yang nemani gue siapa?"
"Lebay banget sih!" cibir Andra.
"Gue nggak mau kehilangan elo, An! Terserah elo mau nyebut gue lebay, alay, homoan, gila, gue nggak peduli! Intinya gue ingin elo tetap hidup!" Reno berusaha menahan tangis. "Kenapa sih elo berusaha ngerusak diri lo sendiri?"
Cowo itu membersihkan mulutnya dengan tissue.
"Gue maunya mati, Ren! Gue udah bosan hidup di dunia ini! Makanya sebenarnya gue senang waktu dinyatain mengidap penyakit leukimia oleh Om Seno. Karena saat itu gue nyadar, akhirnya Tuhan ngabulin permintaan gue,"
"Elo bego, An! Hidup elo itu sempurna! Keluarga lengkap, bakat oke. Lu punya segalanya. Terus kenapa elo masih menganggap hidup ini membosankan?"
"Elo nggak ngerti!"
"Elo yang nggak ngerti! Di luar sana ada banyak orang yang pengen punya hidup kayak elo, tapi lihat apa yang elo lakuin, mensia-siakannya! Sadar, An!"
Cowo yang dipanggil Andra itu tersenyum kecil.
"Pada akhirnya elo akan nyadar kalo semua akan mati pada waktunya. Dan gue salah satu orang yang beruntung karena tau kapan ajal gue. Jadi kedepannya gue bisa mempertimbangkan apa saja yang harus gue lakukan... " Andra menatap Reno. "Jika akhirnya gue pergi, ingatlah, gue pergi cuma dari dunia ini, bukan dari hati semua orang."
***
Hari sudah sore, sekolah pun sudah sepi. Andra dan Reno memilih meninggalkan kantin. Mereka sepakat untuk pulang.
"An, elo mau langsung balik apa mampir ke rumah gue dulu?"
"Balik aja,"
"Mau gue anterin ga?"
"Gua masih punya tubuh ko," jawab Andra.
"Iya deh,"
Keduanya kembali melanjutkan langkah sambil Reno mengocehkan hal hal yang tidak perlu. Andra hanya terdiam menatap langkahnya sambil mendengarkan ocehan temannya. Mereka sampai tidak sadar kalo seorang cewek juga berjalan di depan.
"Bruk!" kepala gadis itu membentur dada Andra.
"Aduh!" Dia mengusap keningnya. "Maaf, aku nggak liat," ucap gadis itu lirih.
Andra menatap gadis itu. Dia baru menyadari sesuatu. Wah, dia kan cewek gesrek tadi, pikirnya.
"Mata elo ditaruh dimana sih?" bukan Reno yang ditabrak tapi cowok itu yang sewot.
"Eh," cewek itu ketakutan saat mendengar suara besar milik Reno.
"Elo udah berani nabrak Andra Michael! Elo mau cari mati?"
"Ma-maafkan aku... " suaranya pelan banget. Terlihat jelas dia sedang ketakutan saat ini.
Reno menahan tawanya melihat wajah gadis itu. Sumpah, menurutnya itu lucu banget.
"Minta maaf yang benar!" paksa Reno dengan suara yang hampir tergelak.
Minta maaf yang benar? Maksudnya gimana? Apa aku harus minta maaf sambil traktir mereka makan? Atau aku harus berlutut, jungkir balik, kayang atau gimana? Bening membatin sambil mengusap keningnya.
"Ayo!" desak Reno.
"Maafkan saya, Tuan. Tapi saya tidak punya uang untuk menraktir kalian makan, tapi saya janji, suatu saat nanti saya bakal traktir kalian kalo sudah punya uang... " dengan polosnya Bening menyimpulkan bahwa itulah yang diinginkan Reno.
"Elo kok bodoh banget sih! Kami nggak minta ditraktir! Just apologize properly!" protes Reno.
"Udah, Ren! Elo nggak usah maksa," Andra menepuk bahu cowok yang berdiri sejajar dengannya. "Dia jadi tremor."
"Tapi.. "
Andra berusaha menatap mata Cewek itu. Cewek itu pendek banget, saking pendeknya Andra harus rela setengah jongkok. Belum lagi Bening menunduk, membuat Andra semakin susah mendapatkan objek asli yang dia inginkan.
"Elo kelas berapa?" tanya Andra.
"Hmmm, kelas dua belas." jawabnya bergetar.
"Ha? Benaran? Kok kita nggak pernah liat lo sebelumnya? Apa elo murid pindahan?" Andra menghujani Bening dengan pertanyaan.
"Enggak."
"Andra! Elo ngapain baikin dia? Jelas-jelas dia udah bersalah sama elo,"
"Diam, Ren!" cowok itu mengalihkan pandangannya ke Reno, mengedipkan sebelah matanya.
"Okay," Reno mengacungkan jari jempolnya, artinya ia tau apa yang akan dilakukan Andra pada cewek itu.
"Jadi elo jurusan apa?"
"IPA. XII IPA 9 lebih tepatnya."
"Oh. Pantesan aja kita nggak pernah liat elo, soalnya kelas elo nggak terjangkau lagi ke kelas kita."
Bening mengangkat wajahnya. Ia memang tolol, tapi ia nggak suka dianggap remeh.
"Maksud kamu apa?" ia menatap Andra dengan penuh keberanian.
Andra berhasil memancingnya. Akhirnya ia bisa menatap mata gadis itu.
"Nggak, gue nggak bermaksud apa-apa." balas Andra menegakkan tubuhnya. "Jadi elo ngapain masih di sekolah? Harusnya udah pulang dong,"
"Terserah aku mau ngapain! Kenapa kamu penasaran?" Bening agak ketus gara-gara ia merasa direndahkan tadi.
"Okay, bener, emang bukan urusan dia, tapi elo nggak takut sendirian di tempat sepi bersama dua cowok kaya kita?" Reno membalas ucapan Bening. Sedangkan Andra mendekatkan wajahnya ke wajah Bening sambil tersenyum aneh.
"Nggak." balas Bening tanpa ragu.
"Gimana kalo kita ngapa-ngapain elo? Terus kita nyiksa lo, bunuh elo, masukin mayat elo ke dalam karung, terus kita kubur di tempat pengumpulan sampah di belakang? Apa masih tidak takut?" Reno semakin menakut-nakuti dan Andra mengubah senyumnya menjadi senyuman sinis.
Detak jantung Bening meningkat sepuluh kali lipat. Kalo sampai ia meladeni keduanya lebih lama lagi, ia yakin jantungnya akan meledak. Karena sesungguhnya ia takut dengan ancaman itu.
"Heh! Gini-gini aku nguasain sabuk hitam di karate loh! Jangan macam-macam sama aku!" Bening tetap berdiri tegak walau keringatnya hampir menyembul keluar. Dia terpaksa berbohong agar tidak diapa-apain. Sebetulnya ia tidak tau apa-apa tentang beladiri.
"Oh, benarkah? Berarti kita bisa gelud dong? Soalnya sabuk elo lebih tinggi dari kita berdua. Kami nggak belajar beladiri soalnya!" ucap Reno.
"A-apa?" Bening merasakan jantungnya telah jatuh ke perut. Dia hanya bercanda, sumpah demi apapun.
"Tapi gue takutnya tulang elo remuk sekali di bogem, iya nggak, An?" Reno tertawa aneh.
"Iya,"
Bening menelan ludahnya. Mimpi apa dia semalam hingga ketemu sama dua manusia ganteng yang menakutkan seperti mereka. Dia hanya gadis polos yang ingin menikmati pemandangan sore di sekolah itu, tidak lebih. Apa itu salah? Kenapa dia malah dihadapkan pada masalah sekeji ini?
"Jadi kita gelud dimana, nih?" Reno mengangkat wajah gadis itu dengan jari telunjuknya.
Bening gemetaran. Sekali lagi, ia hanya becanda.
"Sabuk hitam? Kita baku hantam dimana?" kini Andra yang bertanya.
"A... aku... Mmmm... "dia gagap saking takutnya.
Reno dan Andra saling bertatapan. Tiba-tiba kedua cowok itu tertawa kompak. Ternyata seasik ini menggangu cewek polos.
Reno tersadar akan sesuatu. Dia menyaksikan Andra tertawa lepas. What? Seorang Andra? Andra Michael, manusia paling datar bisa tertawa seperti itu? Keajaiban macam apa ini.
Tiba-tiba tawa Reno terhenti. Ia menatap Bening yang masih gemetaran. "Pergilah! Elo bisa pulang sekarang," cowok itu melangkah dua langkah ke kanan agar memberi jalan untuk Bening. "Gue udah memaafkan elo karena elo sudah menghibur Andra hari ini. Itu sudah lebih dari cukup untuk meminta maaf dengan benar."
Mendengar itu, Bening langsung berlari dari sela-sela mereka. Meninggalkan keduanya dengan dada yang masih mengombak. Dia berlari sekencang-kencangnya.
Gadis itu berhenti sejenak untuk mengambil nafas.
"Dasar freak! Masa gara-gara nabrak doang aku mau dibunuh! Lagipula bukan cuman aku yang salah, dia juga nggak pake matanya makanya kami tabrakan! Huh, nyebelin banget! Semoga dua orang itu mati kesendak!" Bening berlari sambil ngedumel. Ia kesal banget dengan kedua manusia itu.
"Dia unik," kata Andra ketika gadis itu menghilang.
"Yaps, I think so."
"Eh, kita lupa nanya namanya. But it's okay, dia masih warga sekolah ini. Mudah aja mencarinya,"
"Iya, elo benar, tapi kalo dia tidak berniat untuk pindah setelah kejadian ini. "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments