Bening Again

  Bening melangkah ngontai menuju sekolah. Ingatan tentang kejadian kemarin masih menghantuinya. Ia takut kedua manusia itu mencarinya lagi hari ini. Merealisasikan omongan mereka yang kemarin.

Sepanjang perjalanan ia tak henti-hentinya memanjatkan doa agar Andra Michael dan sahabatnya, Reno Hardiansyah melupakannya. Agar dia bisa hidup tenang kembali.

Kamu sih yang  bodoh! Ngapain pake ngaku-ngaku kalo kamu bisa karate! Sok banget! Dia mengomeli dirinya sepanjang jalan.

Aduh, gimana kalo mereka membuliku di sekolah? Aaaaa, kenapa sih nasibku sial banget! Bening terus bersungut-sungut sambil memukul kepalanya sendiri. Ia sampai tidak sadar kalo ia baru saja melewati gerbang masuk sekolah.

"Tugas Neng Bening pasti numpuk nih, sampai-sampai tidak sadar menggetok kepala sendiri, udah gitu wajahnya cemberut, jadi nggak asik," Pak Dino berkata ketika cewek itu baru saja menembus gerbang.

"Eh, Pak Dino. Ia nih Pak, Bening lagi banyak pikiran," gadis itu berhenti, menatap penjaga sekolah itu sayu.

"Pasti karena tugas Matematika, kan?" tanya Pak Dino sok tau.

Gadis itu Menggereyotkan bibirnya. "Bukan, Pak. Masalah cowok,"

Pria setengah baya itu tersenyum simpul. "Wah, Neng Bening udah mulai rupanya..."

"Huaaa, bukan begitu, Pak... tapi aku hampir dibunuh oleh dua cowok menakutkan kemarin. Mereka mengancamku,"

Pria itu tersenyum karena keluguan Bening.

"Mereka pasti sedang bercanda, jangan sedih, Neng... "

"Mereka serius, Pak... " Bening menatap pria itu. "Kalo begitu, Bening pergi ya, Pak... " meninggalkan seulas senyum kecut.

Lima menit sebelum bel, dua cowok berseragam SMA Mentari melewati gerbang dengan angkuhnya. Mereka sama sekali tidak menghormati Pak Dino hingga masuk tanpa berniat menyapa.

"Kalian berdua kebiasaan datang lebih akhir, pasti males disuruh K3, ya?" pak Dino menyapa dengan kecurigaan.

Keduanya berhenti, menatap pria itu tajam. "Kalo iya, masalahnya buat elo apa?" Reno yang lebih dulu membalasnya.

"Ya nggak ada sih, tapi kan... "

"Tapi apa, Dinosaurus?" kini Andra yang gantian membalas.

"Denger, ya, suka-suka kami mau datang kapan saja! Elo nggak usah banyak bacot!" Reno memberikan tatapan membunuh.

"Kalian kan sudah dewasa,  seharusnya cara berpikirnya juga harus demikian," Pak Dino masih berani menasehati.

"Wahhh, hebat sekali!" Reno tepuk tangan. "Elo bilang aja elo mau berubah jadi apa? Mau jadi Sop spinosaurus? rendang dilophosaurus? Triceratops? Atau malah gulai brontosaurus?"

Pria itu mengigit ujung bibirnya.

"Heh! Denger ya, kalo elo mau aman, jangan coba-coba ngatur hidup kami! Kami tuh nggak suka dinasehati apalagi diatur-atur!" Reno mengangkat salah satu sudut bibirnya. Andra hanya terdiam dengan kedua tangan masuk ke dalam saku.

Pak Dino mengangguk ketakutan.

"Jadilah Dinosaurus yang bisa diteladani!" kata Andra sambil mereka berdua melangkah meninggalkan pria itu.

***

Les ke empat berlalu. Bening lega karena ternyata dia tidak diincar seperti ketakutannya.  Sepertinya kedua manusia itu memang sudah melupakan kejadian semalam. Atau malah sudah lupa padanya.

"Bening Armalia!" Bu Aida yang mengajar pelajaran sejarah memanggil Bening yang hampir terjatuh dalam mimpi. Ia memang tidak suka dengan mata pelajaran itu hingga selalu memilih tidur ketika sudah mulai pembelajaran.

"Eh, iya, Bu?" Jawabnya gelagapan. Ia takut jangan-jangan wanita itu akan menyuruhnya maju ke depan untuk menjelaskan masa orde Baru. Dia mah nggak ngerti apa-apa. Jangankan masa orde Baru, presiden pertama aja dia tidak tau siapa!

"Antarkan absensi ini ke ruang Bp!" perintah Bu Aida.

"Baik, Bu." gadis itu mengangguk, bangkit dari duduk, berjalan menuju meja guru. "Permisi, Bu... "

Cewek itu meninggal kelas, berjalan di sepanjang koridor demi mengantarkan absensi itu. Agak kesal sebenarnya karena jarak kelas yang jauh dari kantor guru. Memang kelas Bening terletak paling ujung dari semua kelas. Membuat siapapun malas kemana-mana, kecuali ke kantin.

Setelah mengantarkan absensi itu, Bening berfikir untuk kembali ke kelas. Tapi sayangnya dia ditahan kepala sekolah.

"Kamu tolong buangin sampah ini ke tempat sampah yang ada di belakang!" perintah Pak kepsek pada Bening.

"Baik, Pak." Bening terpaksa menerima tempat sampah yang hampir penuh didominasi oleh sampah kertas itu. Segera ia berjalan menuju tempat yang dimaksud.

Tempat sampah yang dimaksud oleh Pak Kepsek agak jauh. Berada di belakang gudang yang terpisah dari semua ruangan. Tempat itu sepi, dan menjadi gosip banyak siswa. Katanya, setiap malam ada yang menagis di dekat gudang itu. Ihhhh, seremmm. Tapi Bening bukan cewek penakut, ia hampir tak percaya dengan adanya makhluk halus.

Sampai di sana, Bening tidak langsung mengeluarkan sampah itu. Ia memilah terlebih dahulu. Mengumpulkan yang sejenis sesuai dengan tempatnya. Tidak sampai sepuluh menit ia sudah menyelesaikan tugasnya.

Bening berbalik, ia hendak kembali ke kantor guru. Namun dia mengurungkan niat karena melihat seorang cowok sedang berjongkok di belakang gudang sambil menikmati sebatang rokok. Cowok itu menunduk, tapi rasanya tidak asing. Ia merasa mengenali pria itu.

Awalnya Bening tidak terlalu tertarik menyapa cowok itu, tapi setelah melihat kondisinya batuk-batuk, jiwa bawelnya langsung muncul.

"Kalo batukan nggak usah merokok, bahaya buat paru-paru. Entar berubah jadi kanker loh," dia mendekati cowok yang menunduk itu, berdiri agak jauh darinya. "Lagian, apa gunanya merokok? Tambahin ilmu, nggak! Ngabisin uang, iya! Apalagi kita masih SMA, belum bisa nyari duit sendiri. Kasian orang tua kita capek-capek kerja kita malah bakar hasil keringatnya." ucap Bening sambil terus menatap kepala murid laki-laki itu.

"Bawel!" balas cowok itu mengangkat wajahnya. Ia kembali menghisap rokoknya, mengepulkan asap di udara dan sisanya keluar melalui hidungnya.

Bening terkejut mengetahui siapa cowok itu. Mampus! Itu Andra! Aduh... Aduh, bisa jadi sate benaran dia mah.

"Si sabuk hitam ternyata!" dia tersenyum sinis, menghisap rokoknya sekali lagi sebelum akhirnya membuangnya setelah menjadi putung.

"Eh, A-Andra..." dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kalau saja ia tau kalo cowok itu adalah Andra, Bening juga nggak bakalan berani menceramahinya. Tapi ia memang selalu bodoh! Selalu bertindak sebelum berfikir. Ah, kesialan apa lagi yang akan menimpanya!

Andra berjalan ke arahnya. Bening menutup mata, takut kalau-kalau pria itu melakukan sesuatu padanya. Ternyata tidak, cowok itu melewatinya begitu saja tanpa berfikir menjitak atau menuding kepalanya. Bahkan ia tak komentar atas kebawelan Bening. Dia aneh! Kemarin sangat menakutkan, sekarang jadi cuek. Sumpah, Andra itu aneh banget.

Perlahan Bening mengikuti jejak Andra. Ia menatap lurus ke depan, cowok itu telah hilang entah kemana. Jangan-jangan yang dia lihat tadi hantu? Soalnya Andra nggak mungkin hilang secepat itu bahkan jika ia berlari sekalipun. Kecuali kalau dia memiliki kekuatan teleportasi. Itu mah lain ceritanya.

"Udalah! Yang penting nggak diapa-apain," gadis itu meneruskan jalannya.

Bening kembali ke kantor guru untuk mengembalikan keranjang sampah. Ia permisi untuk kembali ke kelas. Masih setengah jalan, ia terkejut dengan Andra yang terkapar di dekat selokan. Jadi cowok itu tidak hilang, melainkan pingsan di tempat yang lebih rendah sehingga Bening tidak menyadarinya tadi. Gadis itu panik, lalu berteriak,     

"TOLONGGGG!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!