Sandiwara Cinta
SMA Bintang
Toilet Wanita
Plak!
"Pelacu*r sialan! Kenapa kamu tidak mati saja? Kehadiranmu hanya membuatku muak? Lihat saja, dengan tampang murahanmu kamu berani menabrakku?" kata gadis itu. Dia kini beralih mencengkeram kerah baju gadis lain yang terduduk dengan wajah suram.
"Jangan diam saja, Bajinga*n! Kamu pikir dengan diam, kami akan mengampunimu?"
Gadis lain menimpali dengan senyuman remeh. "Jangan beri ampun pada kutu tidak tahu diri. Ca, kamu harus menunjukkan status derajatnya, hanya seorang sampah!" Kaki gadis dengan nametag Marie tidak tinggal diam. Menendang tubuh gadis yang menjadi korban.
Lica menyeringai. Kini dia mengambil saus yang dibawa dari kantin. "Aku akan membuat karya seni di rambutmu, sebagai balasan rasa kesalku."
Lica mulai melumuri rambut gadis itu dengan saus.
"Haha! Sangat menjijikkan. Cocok sekali untukmu!" kata Lica yang terus saja tertawa.
Marie ikut tertawa dan mengibas angin dengan kasar secara berulang. "Kamu mencium bau busuk itu, Lica? Sangat tidak sedap memasuki penciumanku."
"Kau benar. Itu pasti bau busuk dari badan gembel ini. Iuh, daripada lama-lama di sini dan ketularan bau, kita pergi saja." Sebagai penutup Lica menendang perut Megan hingga tersungkur dan berlalu setelahnya, karena bel masuk telah berbunyi. Bel ini dia yang ditunggu Megan sedaritadi.
Megan berdiri dan menepuk bajunya yang berdebu.
Menghela nafas, "Aku kenapa tidak bisa melawan? Ah, iya tidak mungkin, karena kelas sosialku berada di kasta terendah." ucap Megan tersenyum pahit, memandang tubuhnya di cermin besar yang berada di toilet. Berantakan.
"Hei kamu, apakah kamu masih sanggup?" monolog Megan. "tentu saja. Jika aku tidak sanggup, aku sudah mati sejak lama."
Megan membasuh wajahnya. Kemudian mencuci rambutnya yang lengket oleh saus. Setidaknya bekasnya menghilang. Setelahnya, gadis itu memeras rambutnya dan membiarkan rambut basah itu menyampir di pundak.
" Tapi...," Megan luruh di lantai, untung saja tidak ada anak kelas lain yang sedang mengunjungi kamar mandi, sehingga Megan dapat puas untuk menangis. "Hidupku sedih sekali. Padahal aku masuk ke sini dengan adil dan jujur. Aku hanya anak beasiswa yang miskin, tapi kenapa mereka memperlakukan aku seperti ini?"
Ini bukan kali pertama. Tapi untuk Megan, semua perlakuan ini membuatnya frustasi. Jika dia berhenti untuk sekolah, nenek yang mengasuhnya selama ini akan bersedih. Tapi jika terus melanjut, semuanya menjadi lebih buruk.
Dengan cepat Megan menyeka air matanya, dia menyentuh rambutnya yang tidak lagi meneteskan air. Megan kemudian berlalu dari sana.
Megan berakhir di taman belakang sekolah, dia memilih untuk bolos. Tidak mungkin masuk ke dalam kelas jika melihat penampilannya. Duduk dengan beralaskan rumput dan menutup mata, menikmati semilir angin. Damai.
"Satu tahun lagi. Bertahanlah Megan! Kamu sudah sejauh ini untuk melanjutkan study."
Benar. Megan Angelica usia 17 tahun, kelas Xl MIPA-1 semester kedua.
***
"Megan pulang, Nek." ujar Megan ketika pertama menginjakkan kaki ke dalam rumah. Namun, yang didapat adalah sepi dan tidak berpenghuni. "di mana Nenek?"
Megan menghela nafas. Meletakkan tasnya di salah satu kursi plastik, kemudian Megan menuju ke kamar Neneknya.
"Nenek!" seru Megan, namun tidak ada sahutan. Megan mencoba menenangkan diri dengan berkata, "Jangan panik Megan. Mungkin Nenek sedang berada di rumah tetangga."
Melangkah meninggalkan kamar, ketika Megan mendengar ketukan pintu dari luar. Dia membuka pintu dan melihat salah satu tetangganya berdiri di sana.
"Bu Sari?"
Megan tidak sempat melontarkan pertanyaan lagi saat Bu Sari dengan panik berkata, "Lho Nak Megan, kenapa masih di rumah? Tidak menjenguk Nenekmu di rumah sakit?"
"Nenek sakit?"
"Kamu belum tahu? Pagi tadi, Nenek terpeleset di kamar mandi dan sekarang dalam keadaan kritis." kata Bu Sari dengan raut cemas.
Sesaat Megan terdiam, berusaha memahami situasi. "N-Nenek terpeleset, kenapa bisa?"
Tidak menunggu jawaban, Mega hendak pergi, untung saja Bu Sari menghentikannya. "Nak Megan, sama Ibu saja. Ibu juga mau kesana." Saking cemasnya Megan hanya bisa mengangguk.
"Ayo. Ibu bawa motor." ujar Bu Sari kemudian menuntun Megan yang sudah mengunci rumah. Mereka bergegas menuju ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Megan langsung menuju ruang inap no. 126 sesuai petunjuk Bu Sari. Dia melihat salah satu dokter yang dia kenal baru keluar dari ruangan tersebut. "Bu Dokter." kata Megan yang kini berdiri di depan Dokter Belinda.
"Megan." kata Dokter Belinda lirih, raut wajahnya sendu. Dia turut prihatin dengan keadaan Nenek Megan yang kini dirawat.
"Kamu sudah dengar pasti."
"Bagaimana dengan Nenek, Dok?" Megan tidak membiarkan Dokter Belinda melanjutkan perkataannya tadi. Kini dia sudah mengguncang bahu Dokter Belinda yang berusia 23 tahun.
"Sayang sekali aku tidak bisa berkata banyak. Nenekmu dalam keadaan kritis, itu masa yang sulit." tukas Dokter Belinda saat Megan sudah tidak mengguncang bahunya.
"Selamatkan Nenekku, Dok! Aku akan mencari biayanya ke mana pun." ujar Megan dan Dokter Belinda hanya bisa menghela nafas.
"Tentu saja, itu sudah tugasku. Mengenai adminitrasi jumlahnya tidak sedikit. 10 juta." kata Dokter Belinda hati-hati.
"Aku tidak peduli, lakukan saja yang terbaik. Kumohon Dok, Nenek adalah satu-satunya yang aku miliki."
"Baiklah. Jeda operasinya selama dua hari. Apakah kamu memang bisa untuk mendapatkan uang sebanyak itu?" kata Dokter Belinda, dia sebenarnya juga ingin membantu Megan yang sudah seperti adik perempuannya. Masalahnya, keuangannya juga sedang kritis. "maaf, aku tidak bisa membantu."
"Aku akan berusaha. Pokoknya, Dokter hanya perlu melakukan tugas dengan baik."
Dokter Belinda akhirnya tersenyum, "Megan, kamu memang selalu seperti ini.Tidak ada pilihan lain selain percaya. Tapi dari itu semua, keadaan pasti akan berbalik untuk mendukungmu."
Pembicaraan itu ditutup dengan Dokter Belinda yang pamit untuk mengurus beberapa hal penting, sedangkan Megan kini duduk termenung menatap sang Nenek yang sedang terbaring.
"Aku benar-benar tidak berguna." kata Megan kemudian menelungkupkan wajahnya di antara lengan. "Sekarang, bagaimana caranya mencari uang yang tidak sedikit itu.
Bahkan untuk makan sudah lebih dari cukup. Aku pusing. Bagaimana ini, Nek?"
Megan kembali mendongak, memperhatikan wajah neneknya yang sudah menua. Megan kemudian menggali ingatannya di tujuh tahun silam. Berharap ada secuil harapan yang tersisa.
Sekali lagi untuk sesi perkenalan dengan Megan Angelica. Gadis yatim piatu yang hanya memiliki Neneknya dalam hidup, Nenek yang tidak memiliki ikatan darah dengannya dan paruh baya yang telah merawatnya hingga berusia 17 tahun.
Sebelumnya Megan tinggal di panti asuhan, ketika berusia tujuh tahun. Kemudian setelah itu, dia bertemu dengan Nenek baik hati yang mau merawatnya seperti cucu sendiri. Itu salah satu karunia terindah yang Megan rasakan.
Nenek pernah berkata kepada Megan, "Terus melangkah maju dengan sebuah senyuman. Niscaya kamu akan menempuh jarak ribuan mil sekejap, jika mengabaikan sekitarmu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments