Tidak Masalah Semua Pasti Berlalu

Pagi ini Megan tidak sekolah. Karena memang kebetulan sedang hari libur. Dia tidak ke rumah sakit untuk memantau keadaan sang Nenek. Megan menyambar jaketnya dan keluar dari rumah setelah mengunci pintu. Hari libur adalah waktu yang tepat untuk menghabiskan hari di tempat kerja.

Megan kerja part time setiap pulang sekolah dan karena hari ini libur, dia akan bekerja seharian di kafe D tempatnya bekerja.

Jarak antara kafe dan rumah Megan tidak terlalu jauh, jadi dia berjalan kaki menuju ke sana.

"Apa yang harus kulakukan? Bagimana mengumpulkan puluhan juta dalam waktu singkat. Itu mustahil untukku yang hanya seorang pelajar-kerja part time." gumam Megan sendu, hanya saja dia tidak ingin menyerah. Setidaknya dia harus memberikan yang terbaik.

"Semoga saja ada orang baik yang memberikanku pinjaman atau aku mendadak kaya raya dengan setumpuk uang entah dari mana." Diakhir kata Megan tertawa pelan, tidak percaya perkataan itu akan terlontar begitu saja.

"Tentu saja, itu mustahil. Pemikiran yang konyol."

Megan semakin mempercepat jalan, saat merasa dia akan terlambat.

Sesampainya di kafe, Megan masuk dan menyapa para pelayan yang juga sedang bekerja. Beruntungnya, di tempat sederhana ini Megan dihormati dan tidak diperlakukan berbeda. Dia menuju kamar mandi untuk mengganti seragam kerja yang sudah ia bawa sejak awal.

"Oh, Megan? Kamu sudah datang ternyata. Ayo lekaslah bekerja! Kafe sedang dalam keadaan ramai." kata seorang wanita saat Megan berjalan.

"Aku akan segera bekerja."

Megan kemudian berjalan untuk melakukan pekerjaannya. Mencatat pesanan dan mengantarkan pesanan.

"Oke. Hanya itu saja, Nona?" Saat melihat pelanggan mengangguk Megan tersenyum. "Kalau begitu mohon ditunggu. Pesanan Anda akan datang sesaat lagi." Megan berlalu dari sana.

"Ini pesanan, dari tamu yang duduk di meja no. 12. Aku akan datang sesaat lagi."

"Emm..., oh ya, kamu tolong catat pesanan untuk mereka yang di sana."

"Oke."

Megan berjalan ke arah meja yang ditunjuk dan lekas menyapa mereka. "Halo Tuan-Tuan, ada yang mau dipesan?"

Mereka menoleh dan sekilas Megan terkejut, dia memilin roknya. Kebiasaan menunduk untuk menghadapi seseorang kembali muncul.

"Sebentar. Mau pesan apa?" kata salah satu Pria.

"Samakan saja dengan apa yang kamu mau."

"Oke kalau begitu, sphagetti dan caffucino." katanya dengan mantap dan langsung saja Megan mencatat pesanan tersebut.

"Pesanan Anda sekalian akan diantar sesaat lagi." kata Megan hendak pergi dari sana, namun diurungkan saat mendengar suara seseorang.

"Tunggu."

"Iya." Megan sedikit mendongak, dan benar saja. Gadis itu adalah salah satu orang yang dia takuti di sekolah. Mauren, pembuly nomor satunya.

"Seperti yang kuduga. Kamu Megan 'kan? Tidak kusangka bekerja di sini."

Dia berdiri dan menghampiri Megan, mengusap pundak Megan untuk sesaat lalu mencengkeramnya kuat. Megan tidak bersuara, ia menahan sakit dalam hati.

"Jangan lupa antarkan dengan cepat, ya Pelayan!" tukas Mauren lalu kembali duduk. Seolah tidak melakukan apa pun, dia berbincang ria dengan kekasihnya.

Megan segera pergi dari sana dan memberikan catatan itu kepada Angga. Biasanya pria itu yang bertugas untuk memasak menu, dengan dibantu Laura dan Vivian. "Ada apa Megan? Wajahmu tampak pucat." tanya Angga ketika melihat Megan yang terengah-engah untuk duduk. Megan sangat gugup, takut saja Mauren tadi melakukan kekerasan padanya.

"Tidak apa-apa, aku baik-baik saja. Sebentar untuk istirahat."

"Oke. Setelah itu, jangan lupa pesanan yang baru kamu catat, pesanan yang tadi sudah diantar oleh Berly."

"Hm."

Megan menghela nafas, kini pandangannya teralihkan ke arah Mauren dengan teman-temannya. Tampak bahagia dengan kemewahan yang tersaji dalam kehidupannya. "Kalau tidak salah, Mauren anak pemilik saham ke tiga di sekolah. Tidak mungkin sebanding dengan aku yang bahkan anak beasiswa. Keputusan awalku untuk diam ketika dirundung mungkin adalah yang terbaik." kata Megan dalam hati kemudian tersenyum.

Setelah beberapa saat, dia berdiri dan mengantar pesanan dari Mauren yang kebetulan juga telah selesai dimasak. Walau berat, Megan tetap melakukannya.

"Ini Nona, pesanannya." Megan meletakkan piring-piring ke meja. Dia mengambil semua makanan itu menggunakan sebuah troli.

Kemudian dia berbalik untuk pergi, untung saja Mauren tidak mencegah atau melakukam hal yang tidak menyenangkan.

***

"Maaf sekali Megan. Tapi aku tidak bisa meminjamkan uang sebanyak itu. Jika hanya sebatas, memberi gaji lebih cepat itu tidak masalah atau kamu meminjam dengan nominal uang yang dikurangi, masih dapat dipertimbangkan." kata Felicia pemilik kafe ini. Dia juga merasa kasihan dengan cerita Megan, tapi apa yang bisa ia perbuat? Dia masih memiliki keluarga untuk dibutuhi. Perlu diketahui, Felicia seorang ibu tunggal.

Megan menghela nafas, merasa perlu menjernihkan pikiran.

"Tidak apa, jangan minta maaf. Kamu sudah cukup dengan hanya menerimaku sebagai pelayan di sini." kata Megan dan kemudian tersenyum. Baginya, kafe ini adalah rumah kedua setelah rumah Nenek. Karena di sini, orang-orang menerimanya dengan lapang dada.

"Jadi, apa yang akan kamu lakukan? Jika mendengar ceritamu, sedikit tidak mungkin mengumpulkan puluhan juta dalam jangka waktu pendek." jeda sejenak. "aku punya teman rentenir. Bagaimana jika kamu meminjam ke dia saja?"

Dengan cepat Megan menggeleng. Dia tidak percaya dengan rentenir, karena Megan juga pernah meminjam uang dari rentenir dan bunganya berkali-kali lipat dan cara penagihan mereka cukup kejam. Hampir saja hari itu, Neneknya dipukul jika Megan tidak menahan rentenir.

"Pengalamanku untuk itu sudah cukup. Tapi, kalau memang tidak ada tempat untuk meminjam lagi, apa aku punya pilihan lain?" Untuk sebentar Megan menutup mata. Dia lelah.

"Baiklah terserah kamu. Tapi, jika sudah mendapatkam keputusan, kamu harus percaya diri. Aku tahu semua akan berlalu dengan keteguhanmu." kata Felicia menyemangati. Dia tidak berbohong, walau sorot mata itu sendu-semangat Megan untuk tetap bertahan hidup bagai api yang menyala-nyala. Dia kagum dengan sosok Megan.

"Aku juga berpikir begitu, terlalu bersemangat hingga aku ragu apa masih bisa bertahan untuk kedepannya?"

Diantara perkataan itu, Megan teringat perlakuan kasar para pembuly kepadanya dan Megan hanya bisa merintih kesakitan.

"Benar-benar dunia yang kejam ya, padahal kamu begitu baik dan tangguh, namun itu saja belum cukup." kata Felicia terkekeh dan kemudian hening. "Tapi pada dasarnya, tidak ada yang bisa membantumu dalam keadaan sulit selain ketangguhanmu. Contohnya saat-saat ini."

Megan berdiri bersiap untuk pergi, dia tersenyum kearah Felicia. "Hari sudah larut malam, aku akan pulang dan semuanya akan berlalu. Semoga saja saat aku bangun, dipenuhi dengan karunia dan mendapat uang banyak."

"Ya, semoga."

Pintu ditutup bersamaan dengan keadaan kafe yang sudah sepi. Hanya tertinggal beberapa pekerja kafe yang juga akan pulang. Megan mengambil ponselnya, melihat sebuah foto.

[Foto] Dokter Belinda

[Keadaan Nenekmu sudah lumayan stabil. Tapi jika tidak dilakukan operasi segera, bengkak di kepala bisa semakin parah. Megan jangan menyerah, kamu pasti bisa. Aku akan melakukan yang terbaik dari sini.]

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!