Melangkah meninggalkan rooftop, menuju kelas. Megan tidak sengaja berpapasan dengan Lica bersama dua temannya. Menghela nafas lelah, Lica dan gengnya adalah orang kedua yang paling aktif membulynya setelah Mauren.
Berusaha untuk menghindar dari mereka, Megan malah bersitatap dengan Marie pada saat itu dan dengan sengaja Marie berjalan cepat untuk menyenggol lengan gadis itu.
"Ups..., sengaja!" katanya saat Megan sudah bersimpuh di lantai. Gadis itu berusaha berdiri, namun apalah daya saat gadis lain menarik rambutnya kasar.
"Semakin hari, kamu menjelma menjadi gembel. Aku tidak lagi dapat membedakannya. Entah sebesar apa nyalimu hingga berani tetap bersekolah di sini." Panggil saja dia Chelsea. Raut wajahnya yang semula datar kini menyeringai, berjongkok untuk melihat ekspresi ketakutan Megan.
"Tatap mataku, Bedebah!" Megan berusaha mendongak. Jujur dalam lubuk hatinya, dia tidak lagi merasa takut namun tubuhnya membohongi. Mentalnya sudah hancur untuk menghadapi mereka tapi tidak dengan fisiknya.
"Bagus. Temui kami setelah jam istirahat kedua di gudang sekolah." kata Chelsea setengah berbisik dan meludah tepat di depan Megan. Dia pergi dari sana bersama Lica dan Marie.
Megan bangkit, melihat sekeliling. Seperti biasa ini menjadi tontonan yang menarik untuk siswa-siswi. Tidak sedikit dari mereka yang ikut menggunjing Megan tanpa tahu akibat dari perkataannya.
Tidak jauh dari sana, Juza memperhatikan. Dia tidak sengaja melihat adegan itu saat berjalan menuju kelas, dan menarik sekali melihat Megan yang tidak berani bertindak. "Apa yang bisa diharapkan dari sosok lemah yang hanya mengandalkan air mata? Air mata kadang kala juga bisa tidak berguna." Tafsiran kata yang bermakna sosok lemah, pada dasarnya akan lebih mudah untuk diinjak.
"Aku sangat membenci gadis yang lemah. Terasa seperti sangat menjengkelkan." Dia pergi dari sana setelah memberikan pesan singkat untuk kekasih pura-puranya. Mudah saja mendapatkan nomor Megan, dari buku data siswa di ruang administrasi sekolah.
[P]
[Temui aku di kantin nanti, tidak untuk waktu yang lama. Juza.]
***
11.15 PM
Bel istirahat pertama sudah berbunyi dan Megan langsung menuju kantin karena permintaan dari Juza. Dia sudah membaca pesan singkat itu.
Tepat di kantin khusus kelas Xl dia bisa melihat banyak siswa-siswi yang berlalu lalang. Hanya saat di kantin, tidak ada yang begitu memperhatikannya atau sengaja mencari masalah. Seolah mereka semua terlalu sibuk mengurus perut.
"Di mana dia?" gumam Megan mengedarkan padangan dan setelahnya dia melihat Juza sedang bersama dua temannya. Menghampiri dan berdiri di depan meja.
"Oh? Siapa?" Itu suara Celcius salah satu teman Juza. Pria yang friendly terhadap semua orang, pecinta damai dan tampan.
"A-Aku..." Belum sempat untuk menjawab suara dingin itu sudah memerintahnya. "Duduk!" Dan dengan cepat Megan duduk di kursi kosong yang berada di sisi samping berhadapan dengan Celcius.
"Wow..." Kini giliran Varel yang berbicara. Pria pecicilan yang memiliki lidah tajam. "Untuk pertama kali aku melihat kamu bereaksi pada seorang gadis, kecuali Mauren." ucapnya enteng membuat Megan semakin gugup apalagi melihat pintu masuk kantin sudah ada Mauren dengan kekasihnya.
Megan yang diam malah membuat suasana canggung. Sebenarnya mereka tidak keberatan dengan kehadiran Megan, hanya saja gadis itu menyalah pahami situasi dalam benak. "Kurasa mereka sedang mengutarakan ketidak sukaan dalam hati."
Setelah beberapa saat hening, Celcius membuka percakapan. "Kalau tidak salah kamu Megan dari kelas Mipa-1 ya?"
Megan tersenyum, lalu mendongak. "Iya."
"Kenalin aku Celcius, kalau yang di sampingku Varel. Anak Mipa-5 se kelas sama Bos." ungkap Celcius dengan tersenyum memperlihatkan deretan giginya.
"Bos?" ulang Megan.
"Itu lho, Juza." kata Celcius diangguki oleh Megan.
"Kalau boleh tahu, apa yang membawamu ke sini? Disuruh Juza?" celetuk Varel yang sudah menyeruput es tehnya. "By the way, tidak lapar?"
"Em..., enggak."
Oke, kali ini mati topik, walau sebenarnya Celcius dan Varel sedang menanti jawaban mengapa Juza memintanya datang ke sini. Sedangkan Megan tidak akan menjawab dan menutup mulut rapat-rapat.
Tepat setelah beberapa saat hening, terdengar suara yang tidak asing di telinga Megan. Mauren sudah duduk di sampingnya tanpa disadari. Gadis itu terus tersenyum memandangi wajah Megan yang seketika menunduk.
"Yo. Kucari kemana-mana rupanya kamu ada di sini. Megan ada urusan apa dengan mereka bertiga, kamu mengenalnya? Atau hanya sekedar dijadikan babu." katanya tanpa rasa bersalah dan seketika mendapat pelototan dari Varel. "Heh. Kamu pikir kami sepertimu? Kami tidak sejahat itu untuk memperlakukannya layaknya pelayan."
"Diam saja. Aku tidak berbicara kepadamu. Aku sedang bertanya pada gadis pelayan yang sebelumnya."
"Jangan keterla-" kata Varel terhenti saat Celcius menyikut sikunya. Varel melotot tapi tidak protes saat Celcius mengkode untuk melihat Juza yang sedang menatap datar kejadian ini.
"Aku tidak-" Tidak memberikan celah untuk Megan berbicara. Gadis itu sudah mengangkat tangan dan akan menampar wajah yang selama ini membuatnya candu untuk melakukan tindakan kekasaran. Megan menutup mata untuk menerima tamparan itu, sayangnya pipinya tidak memanas. Dia membuka mata dan melihat Juza yang menahan pergelangan tangan Mauren.
"Oh?" Mauren menatap datar wajah Juza. Dia memang terkejut dan lekas mengerti apa yang terjadi. "Tidak kusangka setelah kutolak, seleramu akan menjadi begitu menjijikkan."
"Tidak ada urusannya denganmu, jangan berani menyentuh sesuatu yang tidak seharusnya kausentuh." kata Juza kemudian melepaskan cekalannya. Dia bisa melihat raut kesal dari wajah cantik itu.
"Cih. Siapa kau berhak memerintahku? Aku akan melakukan sesuatu hal yang kurasa dapat memuaskanku." kata Mauren, kini dia berbalik bertepatan saat kekasihnya datang.
"Sayang, kita kembali ke kelas saja. Aku sudah selesai dengan ini semua. Walau tidak terlalu memuaskan." kata Mauren dan diangguki kekasihnya, Xiel. Pria itu sedikit melirik ke arah Megan yang diam dengan tatapan kosong. Tapi dari semua itu, bisa dia lihat guratan di dahi. Megan kesal? Xiel menarik sudut bibir kemudian berlalu dengan sang kekasih.
Wajah Juza sudah gelap ketika melihat pemandangan itu tapi dia cukup puas dengan hasil ini. Dia berbisik di samping Megan. "Ya tidak buruk. Kamu sesuai dengan ekspestasiku, teruslah melakukan sandiwara hingga air matamu terkuras habis." Dan berlalu pergi dari sana.
Untuk sesaat Megan terdiam, dia kemudian berdiri dan meninggalkan senyuman kepada dua pria yang sedari tadi menyimak. "Aku pergi dulu." Hanya itu saja tujuanya datang ke kantin.
"Kau lihat itu? Aku sungguh tidak percaya!" seru Varel dengan heboh.
"Ya aku juga tidak menyangka, ternyata mereka menjalin hubungan. Namun tetap saja aku merasa cemas." kata Celcius menimbulkan tanda tanya dalam benak Varel.
"Aku berpikir ini semua hanya lelucon untuk Juza. Tidakkah kamu melihat, betapa kasihannya gadis bernama Megan itu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments