Sebuah Tawaran

Megan keluar dari angkutan umum saat sudah berada di depan gerbang sekolah. Angkutan yang ia naiki pergi lebih lama dari biasanya, alhasil sekolah sudah ramai dengan suara siswa-siswi yang melakukan kegiatan di pagi hari.

Berjalan melewati koridor lantai satu menuju lantai dua tempat kelasnya berada. Namun, saat dia akan melangkah menaiki tangga, dari arah barat sosok Mauren berbicara.

"Hei kamu yang di sana! Oh rupanya, Megan?" katanya sesaat membuat Megan terhenti, namun dihiraukan dan akan menaiki tangga.

"Pelayan. Kenapa kamu menghiraukan perkataan majikanmu?" Itu perkataan dengan mengandung ejekan. Terpaksa Megan menutup hati dan pikirannya, membiarkan Mauren yang secara terang-terangan merusak nama baiknya.

"Bahkan anjing akan berpikir dua kali untuk menggigit tuannya. Kurasa semalam,  kamu memperlakukanku dengan sangat baik persis seperti pelayan." tukas Mauren membuat Megan harus menghentikan langkah untuk dua anak tangga lagi menuju  lantai dua.

Mauren hanya tersenyum melihat Megan yang tampak frustasi. Merasa terhibur dengan ekspresi itu. Dia melangkah menaiki tangga, menghampiri Megan dengan sisa satu anak tangga. "Pengecut selamanya akan menjadi pengecut. Bukankah lebih baik, jadi babu dan hidup dengan damai? Tidak buruk, bukan?" Mauren melempar tasnya ke arah Megan dengan reflek gadis itu menangkap, lebih tepatnya menahan untuk tidak jatuh.

"Tolong, bawakan tasku menuju kelas." ujar Mauren yang kemudian menguap, pergi mendahului Megan yang terdiam. Dia menunduk kala matanya bersitatap dengan para siswa.

"Hina."

Megan kalah, untuk kesekian kalinya. Dia tidak bisa mengeluarkan satu kata karena yang dikatakan oleh Mauren ada benarnya, dia hanya seorang pengecut.

***

Megan menyenderkan tubuhnya di pembatas. Untuk kedua kalinya dia membolos saat jam pelajaran dan kini berakhir di rooftop menikmati semilir angin yang menenangkan jiwanya.

"Oh, ada orang?"

Megan terpaksa menunda kegiatannya. Dia berbalik dan mendapati seorang pria dengan tatapan datar. Megan tidak menghiraukan, menunduk dan merasakan angin yang menerpa kulit. Berada di sini tidak terlalu buruk.

"Jika tidak salah, Megan Angelica dari Xl Mipa-1."

Megan untuk kedua kalinya berbalik dan untuk sesaat udara di sekitarnya menipis, ketika pria itu mendadak berdiri di depannya dengan jarak dekat. Tidak berani untuk mengatakan apa pun.

"Huh, diam?"

Hening dan kemudian terdengar tawa dari pria itu. Tawa miris yang seolah menyayat kembali luka terdalam. "Pengecut, lucu sekali." tukasnya padahal tahu dalam keadaan ini tidak ada yang lucu.

"Kamu...," Mata Megan sudah berkunang-kunang. Keadaan saat ini membuatnya membenci air mata itu.

"Apa? Adakah yang salah dengan ucapanku, kurasa tidak."

Megan berdecak dan akan pergi dari sana saat pria itu mencekal pergelangan tangannya. "Jangan pergi dulu, apa yang ingin aku tawarkan kepadamu, mungkin menarik."

"A-Aku tidak membutuhkannya."

"Yakin?"

Semakin Megan gemetar dan tampak ketakutan, pria itu ingin lebih lama membuatnya menghadapi situasi sulit ini.

"Jangan, jangan. Kumohon jangan rundung aku lagi. Aku sungguh sudah lelah. Biarkan aku pergi dari sini." kata Megan dalam hati memberontak.

"Tolong, lepaskan tanganku, aku akan kembali ke kelas untuk mengikuti pembelajaran." kata Megan yang menimbulkan kekehan dari pihak lain.

"Bagaimana dengan lima belas juta?" kata pria itu membuat Megan seketika terdiam. Sesaat kemudian, ia kembali berkata. "atau masihkan kurang?"

"Apa maksudmu."

"Kamu membutuhkan uang bukan? Tenang saja akan kuberikan, jika kamu menuruti satu permintaanku."

"Aku tidak-" Perkataan Megan terpotong dengan pria itu yang meletakkan jari telunjuk di bibir miliknya.  Dan otomatis cekalam pada tangannya terlepas. "Jangan berbicara dulu. Kamu jangan langsung menolak. Megan Angelica si murid beasiswa, benar tidak menginginkan uang yang akan kuberikan?" katanya.

Megan menyatukan buku-buku jarinya. Dia menggigit pelan bibirnya. Bingung dengan apa permintaan pria itu. Dan seolah tahu yang diperdebatkan Megan dalam hati pria itu menjawab, "Aku adalah Juza dari Xl Mipa-5. Jika kamu bersedia memenuhi satu permintaanku dengan pasti akan kuberikan lima belas juta itu saat ini."

Megan gelap mata saat Juza dengan menggoda mengeluarkan puluhan lembar rupiah berwarna merah. Saat itu juga, pikirannya berkelana untuk perkataan Dokter Belinda tenpo waktu. Bagaimana sekarang keadaan Nenek.

"Apa? Kamu ragu? Sebenarnya aku tidak memaksa."

"Apa yang harus kulakukan untuk menebus uang itu."

"Oh?" Juza tersenyum, tentu saja dia kini beralih ke arah kursi dan memerintah Megan untuk mendekat, berdiri di depannya. "Jadilah kekasih pura-puraku selama satu semester. Hanya itu saja, mudah bukan?"

Megan tersentak dan mendongak, matanya yang tertutupi poni sedikit mengisyaratkan rasa cemas. "Kenapa?" dia bertanya.

"Kamu ingin tahu?" Kini Juza sudah berdiri lagi dan tersenyum tepat di depan wajah Megan. "Karena aku ingin memberikan seseorang arti rasa yang sebenarnya. Gadis kejam yang sudah mencampakkanku, seharusnya mendapatkan balasan yang setimpal dan kamu adalah kunci dari ini semua."

Megan tidak bodoh untuk tidak mengerti perkataan Juza. Juza kini berjalan melewati Megan, merasa urusannya sudah selesai dan dia berdecak malas.

"Gadis pecundang seharusnya mendapatkam lebih buruk dari ini. Dia sungguh tidak punya harga diri?" katanya dalam hati. "Oh ya, sebelum memulai skenario ini kamu harus tahu, nama gadis itu adalah Mauren. Tidak mungkin kamu tidak mengenalnya." Tidak ada jawaban dari Megan membuat Juza semakin memandang remeh gadis itu.

"Lantas kenapa kamu memilih aku?" kata Megan tiba-tiba berhasil menghentikan langkah.

"Karena kamu adalah yang paling cocok." jeda sejenak. "kandidat yang tidak lebih baik dari dirinya." Dia pergi begitu saja tanpa tahu Megan sedang menahan luka.

"Aku sungguh tidak sebaik dia? Apakah aku seburuk itu."

Tatapan mata sendu dan Megan berjalan untuk kembali ke posisi semula guna menikmati semilir angin. "Dia sengaja menggunakan aku sebagai pion? Apakah mungkin untuk memprovokasi Mauren. Gadis itu pasti akan tertantang dan aku akan mendapat masalah baru."

"Tapi tidak mengapa. Aku baik-baik saja, ini untuk Nenek."

Megan mengeluarkan ponselnya, menekan nomor Dokter Belinda kemudian menghubunginya. Tak lama kemudian panggilan terhubung.

"Halo?" Dari seberang Dokter Belinda menyapa.

"Ada apa, Megan? Apakah telah terjadi sesuatu?"

"Bukan hal yang buruk." jeda sejenak."Dokter, tolong lakukan yang terbaik untuk Nenek besok. Operasinya harus berjalan lancar, aku mohon. Soal biaya, tenang saja aku sudah mendapatkannya. Nanti aku akan ke rumah sakit, untuk menjenguk Nenek."

"Syukurlah. Itu pasti karena tekadmu untuk terus berjuang. Oleh sebab itu, Pencipta memberi jalan yang lain untukmu. Jika begitu, besok aku akan melakukan yang terbaik."

"Baiklah, aku ucapkan terimakasih, untuk ini semua." tukas Megan yang diangguki oleh Dokter Belinda dari seberang.

Megan menghela nafas, "Kalau begitu sampai disini saja ya Dok, maaf aku ada kesibukan lain."

"Tidak apa." Tepat setelah itu, Megan mematikan panggilan secara sepihak.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!