Head Of The Class
Di pagi yang tak begitu cerah karena awan mendung, Andre bersiap-siap berangkat ke sekolah dengan semangat.
Setelah sebulan tidak masuk sekolah karena penyakitnya, akhirnya kini dia bisa bersekolah di sekolah yang baru.
Andre senang, tapi tidak sampai loncat-loncat seperti ciwi-ciwi saat berhasil mendapatkan sesuatu yang berharga.
"Ndre, lo udah selesai belum?" tanya seorang lelaki, mengetuk pintu kamar Andre pelan.
Andre yang mendengar suara kakak lelakinya, Ady, segera bergegas membuka pintu dan memperlihatkan perawakan dirinya yang sedang bersiap-siap.
Ady yang melihat wajah cerah dengan penampilan ala kadarnya, karena belum selesai bersiap, hanya mengangguk dan berjalan turun dari lantai tersebut.
"Cepetan nyusul! Sekolah lo udah gak dekat lagi dari sini," seru Ady, sambil berjalan menuruni tangga.
Andre yang mendengar itu hanya diam dan segera bergegas agar tak ketinggalan mobil Kakak lelakinya itu.
"Bukunya sudah siap? Lo gak lupa bawa apa-apa lagi, kan?" tanya Ady, menatap Andre yang turun dengan membawa beberapa koper besar yang siap di angkut.
Andre mengangguk, membiarkan beberapa pelayan di rumah itu membantunya memasukkan barang di mobil Ady.
Ya, hari ini memang hari pertamanya sekolah, dan hari pertamanya pindah rumah ke rumah kakaknya.
Walaupun Ady sudah memiliki keluarga, tapi kakak iparnya tak masalah untuk membiarkan Andre tinggal bersama dengan mereka di sana. Toh, mereka masih belum memiliki anak. Jadi tidak terlalu merepotkan juga.
"Enggak, udah gue masukan semua ke koper," sahut Andre, berjalan turun dari lantai dua dengan membenarkan dasinya.
Ady mengangguk paham, membiarkan adiknya duduk di samping dia di meja makan.
Kedua orang tua mereka hanya diam, memperhatikan kedua putranya yang ribut sendiri karena ini dan itu.
"Jangan lupa, kalau ada apa-apa di sekolah kamu, langsung lapor ke kakak, ya? Jangan diam kayak dulu. Kami ada buat kamu, Ndre!" celetuk sang Ibu, memberitahukan dengan napa memperingati.
Andre yang mendengar itu hanya mengangguk pelan dan menyantap makanannya dengan tenang.
"Jangan khawatir, Bun. Nanti biar Ady yang urus. Lagian, di sana udah ada pawangnya kok!" celetuk Ady, dengan wajah sok misterius.
Ayah, Bunda dan Andre yang mendengar itu, hanya memandang lelaki itu dengan tatapan aneh.
"Pawang? Pawang apaan? Pawang hujan?" sambar Andre, tak paham.
Ady yang mendengar itu hanya menggeleng dan tak mau memberi tahu. Lalu dia berucap, "Entar kalau sudah sampai di sana. Lo juga bakal tahu!"
Andre hanya mengangkat sebelah alisnya, menunjukkan raut wajah bingung, tapi tak lagi bersuara dan lanjut menghabiskan makanannya.
***
"Selamat pagi, ucap Andre, setelah mengetuk pintu masuk kantor guru.
Tak lama kemudian, seorang lelaki berjalan mendekat ke arahnya dengan wajah ramah.
Lelaki itu mengenakan kacamata dengan frame hitam dengan lensa yang cukup tebal. Membuat matanya terlihat lebih besar di balik lensa tersebut.
"Andre, bukan?" tanya lelaki berkacamata tersebut, dengan suara ramah.
Andre yang merasa kikuk hanya mengangguk dengan menatapnya malu-malu.
Lelaki itu mengulurkan tangannya sembari memperkenalkan diri. "Nama saya Agam, kamu bisa memanggil saya Pak Agam. Saya wali kelas kamu, mari ikut saya ke kelas."
Andre menyelami tangan tersebut terlebih dahulu sebelum kedua orang lelaki itu pergi meninggalkan kantor guru.
Sepanjang perjalanan Pak Agam cukup banyak menceritakan tentang sekolah mereka yang mempunyai pendidikan yang baik. Di sana juga memiliki peraturan yang tegas dan ketat dan Pak Agam menjelaskan cukup rinci tentang hal tersebut.
Andre yang mengikuti langkahnya dari belakang, hanya terus mengangguk kan kepalanya sampai merasa lehernya cukup sakit karena terlalu lama mengangguk.
Klek!
"Ketua kelas!! Elma menjebak rambut gue sampai rontok. Lo harus memarahinya!" jerit seorang murid lelaki, berlari ke belakang punggung seorang gadis yang baru saja datang dan hendak memasuki kelas tersebut.
Melihat air muka Pak Agam sepertinya, kelas itulah yang akan ditempati Andre. Dan ternyata cukup ricuh untuk ukuran anak kelas IPA, yang biasanya paling mementingkan individu daripada sosialisasi.
"Unik, kan?" celetuk Pak Agam, membuat Andre menoleh ke arahnya dengan tatapan bertanya.
Andre tak tahu kapan wali kelasnya itu mulai memperhatikan ekspresi wajahnya. Tapi setelah Andre lihat sekilas, sepertinya lelaki itu cukup peka dengan sekitarnya. Jadi dia akan tahu pikiran orang-orang di sekelilingnya dengan baik.
Andre kembali mengangguk untuk ke sekian kalinya. Tidak ada satu patah kata pun yang keluar dari mulutnya, karena dia sedang berusaha membangun citra anak pendiam di sekolah barunya ini.
Pak Agam tersenyum masam, melihat ekspresi wajah Andre yang cukup datar melihat keunikan kelasnya. Padahal kata kedua orang tua Andre atau pun kakak lelakinya, Ady, Andre bukan tipe anak yang suka diam di satu tempat. Dia orang yang cukup hiperaktif dari kecil.
Jadi siapa yang akan menyangka jika anak yang di temani Agam saat ini sangat berbeda dengan penjelasan keluarganya?
"Ellen," panggil Pak Agam, membuat dua murid yang dari tadi ribut di depannya itu. menoleh pada mereka.
Lelaki yang hampir memeluk pundak siswi bernama Ellen itu, melepaskan kedua tangannya dari bahu gadis tersebut dan membiarkannya pergi ke arah Pak Agam dan Andre berada.
Anak lelaki itu hanya diam, memperhatikan perawakan Andre dengan intens. Dari atas sampai bawah, sebelum dia memutuskan masuk ke dalam kelas dan meminta teman-temannya untuk diam karena Pak Andre mungkin membawa teman baru untuk mereka.
"Ya, Pak?" tanya siswi bernama Ellen, setelah dia berada di depan wali kelas dan anak lelaki yang tidak dikenali identitasnya.
"Ini Andre, mulai sekarang dia akan belajar bersama kalian. Kemarin Bapak sudah bilang kalau akan ada murid baru, kan?"
Ellen mengangguk dan tersenyum kaku, walaupun dia berusaha ramah. Tapi ekspresi wajahnya yang alaminya terlihat dingin, malah terlihat mengerikan saat tersenyum.
Andre sampai bergidik melihat wajahnya yang bak psikopat itu, saat tersenyum.
"Bapak serahkan dia padamu. Jangan lupa, kamu ingat yang Bapak katakan kemarin, kan? Kamu harus menjaganya dengan baik," ucap Pak Agam, seakan-akan sangat mengandalkan murid perempuan itu.
Ellen hanya mengangguk dan membiarkan wali kelasnya pergi meninggalkan mereka. Ya, itu karena Pak Agam akan ada pelajaran di kelas lain. Jadi dia harus buru-buru pergi mengejar jam pelajaran pertama.
Ellen dan Andre saling diam. Ellen masih menatap wajah Andre cukup lekat, sampai-sampai membuat Andre mengulas senyuman masam saat melihat tatapan intens itu.
"Sekarang lo gak papa sama keramaian?" tanya Ellen, untuk pertama kalinya.
Andre yang mendengar pertanyaan absurd itu, hanya menatapnya dengan tatapan bingung dan mulut yang setengah menganga.
Ellen yang peka dengan kebingungannya, hanya tersenyum masam dan mengajaknya masuk. "Lupakan, kayaknya lo udah jauh lebih baik dari keadaan terakhir kali," celetuknya, penuh teka-teki.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Mampir thor,Semoga seru🙋🏻♀️🙋🏻♀️
2023-03-29
1
MPit Mpit MPit
mampir akuh nya thorrr
2023-03-21
1
Cici Wulandari
Gue mampir Thor jangan lupa mampir 🤗
2023-03-03
1