Ini sudah hari ketiga sejak Andre masuk sekolah. Ada masalah, dia juga pulang dengan selamat tanpa rasa lelah yang berlebihan.
Ady yang awalnya sempat cemas jika adik lelakinya tidak bisa beradaptasi dengan baik di sekolah barunya. Dia bahkan sudah mengambil beberapa formulir sekolah lain, yang dia kira bagus. Hanya untuk jaga-jaga saja, siapa tahu Andre tidak betah bersekolah di sekolah itu dan meminta di pindahkan.
Tapi entah kenapa Andre sama sekali tidak protes. Dia terlihat nyaman dan lebih ceria dari terakhir kali dia melihatnya di rumah.
Yah, memang Ady jarang pulang ke rumah karena pekerjaannya di kantor cukup banyak. Karena itu, dia hanya mendengar kabar Andre dari istrinya, Sinta, yang setia melaporkan setiap hari kepadanya.
Lantas pagi ini, Ady melihat dengan kedua matanya sendiri, Andre tampak lebih cerah dan bersemangat saat hendak pergi ke sekolah.
"Bang, kalau gue naik motor sendiri ke sekolah boleh gak sih? Di rumah sana kan ada motor gue. Lama-lama kalau enggak dipakai juga bakal rusak, boleh enggak kira-kira?" tanya Andre, terlihat bersemangat.
Ady yang melihat pemandangan itu sedikit tidak terbiasa. Dia sampai menatap ke istrinya yang terus-menerus menertawakannya dari tadi.
"Kalau badan lo udah baik-baik aja, kayaknya enggak papa kalau lo gak mau tersendiri ke sekolah, Ndre!" sahut Sinta, sambil menyuapkan makanannya ke dalam mulut.
Andre yang mendengar persetujuan itu, langsung menganggukkan kepalanya antusias dan segera bergegas masuk ke dalam kamarnya.
Dia mengambil jaket kulit yang biasa digunakan untuk naik motor saat pergi ke sekolah, dan mengambil tasnya, yang masih tertinggal di ruang makan.
"Lah .. lah? Mau ke mana lo? Ini makan sarapannya belum selesai. Ngga habis??" tanya Sinta, bingung saat melihat Andre mengambil tas dan bergegas ke arah rak sepatu, yang tepat berada di belakang pintu keluar rumah mereka.
"Iya, Kak. Sarapannya versi kuli sih. Mana habis gue makan sebanyak itu? Gue kan bukan sapi yang makannya banyak. Ya, kalau Abang! Dia makanya banyak kayak kuli. Kalau aku mah enggak, biasanya cuman sarapan roti sama telur ceplok aja! Simpan aja, nanti kalau sekolah gue makan lagi deh. Daripada buang-buang, kan?!" celetuk Andre, sambil mengikat tali sepatunya.
Sinta yang mendengar hal itu, hanya diam dan melakukan apa yang diminta oleh adik iparnya.
"Terus lo mau berangkat sama siapa kok buru-buru kayak gitu? Gue belum selesai sarapan," ucap Ady, membuat adik lelakinya menoleh.
"Gak papa, ada teman sekelas gue yang katanya tetanggaan sama kita. Satu kampung maksudnya! Gue mau bareng di aja hari ini, besok juga gue mau bareng dia. Tapi buah motor sendiri-sendiri," jelas Andre, bangkit dari posisi duduknya sambil membersihkan pakaian bagian belakangnya, yang kotor karena debu. "Kalau gitu gue berangkat dulu ya Bang. Dah, Kak!"
Andre melambaikan tangannya, sembari keluar dari rumah dan melihat seorang lelaki duduk di atas motornya, tempat di depan gerbang rumahnya.
"Lama amat lo kayak siput? Bahkan semut lebih rajin daripada lo! Buruan naik, gue belum sarapan gara-gara harus jemput lo tahu. Gue lapar nih, cari nasi kuning dulu ya nanti di jalan!" celetuk Tama, begitu melihat Andre keluar dari rumahnya dengan langkah terburu-buru.
"Oke, sorry lah. Tadi kakak ipar gue udah masak, jadi gue harus sarapan dulu. Lagian kalau gue telat sarapan, badan gue enggak bisa coy! Memang suka lebay ini badan gaya bencong," pekik Andre, cukup asyik santai aja berbicara.
Bahkan Tama sampai terkekeh geli mendengar candaan itu. "Bisa baik lo! Padahal badan sendiri, tapi malah di kata-katain sendiri. Suka heran gue sama orang," balasnya, sebelum motor mereka melaju meninggalkan rumah tersebut.
Ady yang dari tadi terus menatap kedua remaja itu dari balik jendela kaca ruang tamu, hanya bisa berpikir keras tentang adik lelakinya yang benar-benar dalam keadaan mental yang baik dan stabil.
"Gila sih ini, Yang. Adik gue waras betulan! Kamu sekolah kan dia di mana sih? Kenapa kok bisa kayak gitu? Memang di sekolah dia ada guru psikologis?" tanya Ady, menatap wajah Sinta yang terus menertawakan wajahnya, yang tak henti-hentinya memamerkan ekspresi terkejut yang terlihat bodoh.
"Ya biarlah, Yang. Berarti adik kamu betah sana. Aku juga dapat sekolah itu karena anak teman aku sekolah di sana. Katanya dia ketua kelas, dan kelasnya itu rapi banget! Enggak ada orang yang bertengkar di dalam kelasnya. Mangkanya aku sarankan adik kamu masuk sana!" jelas Sinta.
Ady hanya mangut-mangut dan kembali ke ruang makan untuk melanjutkan sarapannya.
Sementara dua anak lelaki yang sudah sampai di sekolah ....
Pagi itu cukup ramai, entah ada apa. Tapi sepertinya banyak anak-anak OSIS yang sudah disibukkan dengan memindahkan kursi plastik, dari gedung olahraga ke aula utama.
Dan biasanya jika sudah seperti itu, pasti nanti siang, saat jam pelajaran sebelum istirahat kedua, mereka akan dikumpulkan di aula untuk menyaksikan sebuah acara atau seminar yang sering sekali digelar oleh sekolah mereka.
Mungkin untuk menambah wawasan para murid tentang ini dan itu. Jadi para murid juga cukup senang menghadiri acara seperti itu.
Terkadang mereka juga mendapatkan suvenir ataupun jajan kotak setelah acara itu selesai.
Jadi begitu datang ke sekolah, Tama langsung memiliki inisiatif untuk bertanya kepada satpam tentang apa yang terjadi di sekolah mereka.
"Pak Akin, mau ada acara apa nih? Ramai banget ini sekolah? Udah kayak pasar malam mau pindah ke sini aja," celetuk Tama, dengan logat anak Jakarta
Pak Akin, salah satu satpam yang bekerja di sekolah tersebut, menoleh pada Tama, anak lelaki dengan kulit sawo matang yang memiliki wajah manis dan tubuh tinggi menjulang seperti yang tanaman bambu.
"Katanya ada seminar tentang narkoba nanti, Mas. Coba tanya ke Mbak Ellen aja. Dia kan ketua kelasnya, kalau saya enggak terlalu tahu. Tapi kalau Mbak Ellen, pasti dia tahu sampai jelas tentang ada apa acara hari ini!" ucap Pak Akin, memberikan solusi.
Tama dan Andre hanya menganggukkan kepalanya dan berjalan masuk ke dalam sekolah untuk menemui ketua kelas mereka.
Namun pemandangan pertama yang mereka lihat hannyalah darah yang membercak di tisu, tempat Ellen duduk.
"Heh, lo kenapa?" tanya Tama, bergegas masuk ke kelas dan menghampiri Ellen yang duduk di bangkunya, dengan terus menyeka darah yang keluar dari hidungnya.
Andre juga tampak panik, buat melihat banyaknya tisu yang bercecer di meja Ellen.
Ellen oleh ke arah mereka dan tersenyum masam. "Hehehe, gue enggak papa kok!"
"Gak papa pala lo! Ayo ke UKS!!" teriak Tama, marah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
abdan syakura
MaasyaAllah
koq berdarah truss sih hidungnya,Ellen? ke mimisan???
2023-03-08
1