2. Ketua Kelas Julid

Ellen masuk ke dalam kelasnya dengan di ikuti oleh Andre.

Semua murid yang tadinya gaduh, tiba-tiba menjadi diam saat Ellen berjalan masuk ke dalam kelas dan berdiri di podium, belakang mimbar tempat guru biasanya mengajar.

Semua fokus anak-anak kelas tersebut langsung tertuju kepada ketua kelas tanpa di minta. Entah kenapa, Andre merasa jika kelas ini terlalu tertib. Walaupun sangat mengejutkan bagi Andre, setelah melihat citra anak-anak kelasnya untuk pertama kalinya, tadi.

Seorang murid lelaki yang duduk di paling ujung bagian kiri, mengangkat tangannya bahkan sebelum ketua kelas mereka mengucapkan salam selamat pagi.

"Siapa dia?" tanya lelaki itu, membuat perhatian Ellen tertuju padanya.

"Murid baru. Lo juga tahu, tapi malah bertanya. Aneh, kan?" celetuk Ellen, membuat teman-teman yang lain tertawa sambil memperhatikan wajah lelaki yang duduk di belakang sana.

Angga, anak lelaki yang baru saja mengajukan pertanyaan pada Ellen, hanya memutar bola matanya malas dan kembali diam, memperhatikan ketua kelasnya dengan cermat.

"Oke, sekarang mari kita mulai perkenalkannya. Seperti yang gue katakan kemarin, dia memiliki sedikit masalah sosial. Tolong jangan terlalu terburu-buru untuk mendekatinya," celetuk Ellen, membuat Andre menatapnya dengan tatapan terkejut.

Ya, siapa yang tidak terkejut? Ellen baru saja mengembangkannya jika Andre memiliki kelainan sosial. Walaupun bukan sekelas dengan orang introvert, tetapi tetap saja, siapa yang tidak malu diperkenalkan dengan cara seperti itu?

Belum dimulainya perkenalkan diri saja, Andre sudah dibuat kesal dan marah oleh setelah kelasnya, Ellen! Tapi sepertinya, gadis itu tidak menyadari kesalahannya dan malah meminta Andre untuk segera memperkenalkan diri pada teman-temannya.

Ellen menatap Andre dengan tatapan bertanya dan setengah bingung. "Kenapa? Lo enggak berani perkenalkan diri? Apa harus gue yang memperkenalkan kamu pada mereka??" tanyanya, setengah berbisik agar Andre tidak malu.

Andre mendenguskan napas kasar dan maju satu langkah lebih depan dari posisi Ellen. Dia menatap ke depan, menatap orang-orang yang sedang menatapnya dengan tatapan gugup, sebelum akhirnya nyalinya menghilang begitu saja.

Kluk ....

Andre menundukkan kepalanya, membuat Ellen yang berdiri di dalam satu langkah lebih belakang dari posisi Andre, maju untuk menyamai posisinya dan menatap lelaki itu dengan tatapan tenang.

"Lo baik-baik saja? Tidak ada satu orang pun yang bisa ganggu lo, selama gue ada di sini. Lo cukup menyebutkan nama dan asal lo aja. Setelah itu, gue pastikan enggak akan ada pertanyaan lain!" ucap Ellen, terlihat sangat yakin saat mengatakannya.

Andre menatapnya, menatap wanita yang terdiri di sebelahnya dengan posisi sedikit membungkuk, karena dia hendak melihat wajah Andre yang tertunduk cukup dalam.

"Lo yakin? Kalau mereka tidak akan bertanya hal yang aneh-aneh?" tanya Andre, dengan wajah polosnya.

Ellen menganggukkan kepalanya mantap, seakan memberi keberanian Andre untuk memperkenalkan diri.

Menghirup napas dalam, Andre berusaha menenangkan ketakutannya. Mengendalikan dirinya, sebelum kembali mengangkat kepala dan mengedarkan pandangannya kembali, pada calon teman-temannya.

"Fuhh ..." Andre membuang napas cukup kencang, sampai membuat anak-anak di kelas itu menatapnya dengan alis yang hampir menyatu di tengah-tengah kening mereka.

Ya, mungkin gelagat Andre yang kelewat tegang cukup mengusik ketenangan mereka. Terlebih lagi, dia menghabiskan cukup banyak waktu untuk perkenalkan dirinya.

"Nama gue Andre, gue pindahan dari sekolah XX. Gue harap kalian bisa berteman baik sama gue," ucap Andre, akhirnya mendapatkan sambutan tepuk tangan yang cukup meriah dari anak-anak kelas tersebut.

Ellen menepuk pundaknya beberapa kali, sambil mengulas senyuman manis yang mengatakan, "dia hebat".

Andre hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya, sembari berterima kasih pada Ellen yang sudah menyemangati dirinya.

"Sekarang pilihlah tempat duduk yang kamu suka. Ada cukup bangku kosong di kelas ini. Bukan karena penghuninya tidak masuk, tapi memang karena belum di isi. Banyak calon murid baru, jadi kami sudah meletakkan tempat duduk mereka terlebih dahulu sebelum mereka datang. Supaya enggak repot aja," jelas Ellen, dengan ramah.

"Kalau gitu, gue gak papa duduk di pojok sana, kan?" tanya Andre, menunjuk ke arah salah satu tempat duduk yang ada di ujung kelas bagian kanan, dan itu adalah tempat duduk Ellen.

Teman-teman sekelasnya, yang melihat sikap Andre, langsung menatap ke arah Ellen dengan tatapan menuntut.

Ellen hanya tersenyum masam dan menganggukkan kepalanya. "Ya, duduklah di tempat itu kalau kamu nyaman. Aku akan duduk setempat lain," celetuknya, membuat seorang lelaki yang duduk di barisan depan bangku yang di inginkan Andre, berdiri dan menatap keduanya dengan tajam.

"Itu bangku lo El. Jangan main memberikannya pada orang lain. Gue lebih senang, kalau lo yang duduk di sana!" ucap Dika, dengan kening yang sudah mencuram cukup dalam.

Ellen melambaikan tangannya, menghentikan ucapan lelaki itu dengan tegas. "'Gue gak papa, Dik. Bangku sebelah lo kan masih kosong. Gue bisa duduk di sana!" ucapnya, mengalah.

Tapi lain halnya dengan Andre, yang mengetahui fakta tersebut. "Sorry, gue gak tahu kalau itu bangku lo. Gue duduk di sebelahnya aja. Itu masih belum ada orangnya, kan?"

Ellen menoleh ke arah Andre dan mengulas senyuman masam. "Lo yakin?"

Andre mengangguk dan kepalanya dan berjalan ke bangku yang ada di sebelah meja Ellen. Dia meletakkan tasnya di kursi dan duduk dengan rapi di sana.

Orang-orang di sekitar Andre, menatapnya dengan tatapan yang membuat Andre kurang nyaman.

Dia langsung menundukkan kepalanya, menyembunyikan wajahnya yang tampak canggung dari pandangan orang-orang.

"Hei, jangan mengintimidasinya. Kalian ingat apa yang gue bilang kemarin, kan?" seru Ellen, tiba-tiba nada suaranya berubah menjadi dingin.

Sampai membuat Andre yang menunjukkan kepalanya, mendongak kembali dan menatap wajah Ellen yang sudah berubah menjadi dingin.

Padahal beberapa saat yang lalu dia masih terlihat ramah, walaupun ekspresinya memang judes. Tapi lihatlah sekarang. Dia terlihat benar-benar dingin dan terkesan merendahkan yang lain.

Mungkin lebih tepat jika itu disebut sebagai tekanan, daripada merendahkan. Karena di mata Andre, gadis itu terlihat sangat keren karena di takuti orang-orang, tanpa dia harus melakukan hal buruk seperti menggertak teman-temannya.

Hening, bisa waktu jam pelajaran pertama dihabiskan dengan kesunyian karena tekanan yang diberikan oleh Ellen pada teman-temannya, seakan membekas di otak mereka dan membuat yang lainnya, tidak berani bergerak sembarangan.

Andre menatap wajah Ellen yang mengacuhkan tatapan anak-anak yang terlihat takut kepadanya. Gadis itu hanya menundukkan kepalanya, membaca buku pelajaran pertama sambil mengerjakan beberapa soal dengan tenang ditemani dengan earphone-nya.

"Lo bisa berhenti lihat gue? Gue cukup risik karena di tatap terus!" celetuk Ellen, langsung menoleh pada Andre dengan cepat sampai membuat lelaki itu salting karena ketahuan melihatnya.

"So-sorry kalau gue ganggu," celetuk Andre, segera memalingkan wajahnya ke arah lain, dengan canggung. 

Terpopuler

Comments

Iin Suci Romita

Iin Suci Romita

Andre..... pengen aku jitak...dia suka buat hatiku Jedar jederr

2023-02-23

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!