# Gara Gara Pergi Berlayar
Bab 3 ( Keputusan Ayah Dini )
Pov Dini
Setelah masuk kamar aku menangis tergugu, air mataku rasanya tak pernah habis sedari tadi.
Kulepas baju pertunanganku dan kulempar sembarangan sebagai bentuk rasa kecewaku.
Salah siapa? aku tak tahu
Marah karena apa? aku pun tak tahu
Kecewa? pasti dan sangat
Mungkin aku bisa menahan rasa malu dengan cemoohan tetangga dan teman temanku, tapi bagaimana ayah dan ibuku?
Tok tok tok
" Teh, boleh aku masuk? " Ocha pasti sangat khawatir sehingga dia menyusulku.
" Masuk " ujarku.
" Teh, mmhhhh aku temenin ya " tuh kan bener Ocha khawatir sama aku.
" Gak usah Cha teteh mau tidur sendiri, teteh gapapa kok "
" Beneran Teh? " Ocha memastikan keinginanku.
" Iya Cha, udah ya Teteh mau tidur dulu " aku langsung mendorong tubuhnya keluar kemudian mengunci pintu kamar.
***
Suara adzan shubuh membangunkanku, entah jam berapa aku tertidur.
Namun setelah tidur perasaanku menjadi lebih baik. Kulihat pantulan wajahku di cermin, mataku bengkak seperti habis di pukul.
Lebih baik aku ambil wudhu dulu, takutnya ketemu yang lain. Aku masih belum sanggup bertemu mereka.
Syukurlah belum ada yang bangun, mungkin mereka masih kelelahan karena acara semalam. Kamar mandi melewati dapur sebaiknya aku buru buru agar tidak bertemu yang lain dulu.
Selesai berwudhu aku langsung masuk kembali ke kamar dan segera sholat.
" Yuur sayuuurr "
Jam segini biasanya Ibu-ibu akan berkumpul di tukang sayur keliling.
Duh aku yakin kejadian semalam pasti jadi bahan gunjingan tetangga, apa Ibu sanggup mendengarkan ocehan mereka?
Biasanya mereka akan bergosip dan sekarang sepertinya akulah yang bakal jadi bahan gosipnya.
Kubuka Hp ternyata banyak notifikasi pesan yang masuk. Ada dari temanku, A' Budi dan Deni.
Deni? untuk apa dia menghubungi belum puaskah dia menyakiti dan mempermalukanku.
Kuabaikan pesan darinya, tak mau menambah rusak moodku.
Pesan dari teman kebanyakan menanyakan kondisiku apakah baik baik saja dan meminta agar aku untuk bersabar.
Lalu kubuka pesan dari A'Budi
[ Din, bagaimana keadaanmu pagi ini? aku harap sudah membaik. Maaf tadi malam aku tak menghubungimu takut menambah rasa sedihmu ]
Lebih baik aku balas pesannya saja agar dia tak semakin khawatir.
[ Aku baik baik saja, sampaikan ucapan maafku pada Abah dan Umi. Dan aku akan menyelesaikan masalah ini terlebih dahulu ] send
Tak ingin membuat orang tua ku khawatir, aku segera mematut diri di depan cermin berniat menemui mereka.
Aku segera keluar kamar, ternyata mereka sudah berkumpul di meja makan.
Melihatku datang mereka langsung terdiam " Aku gapapa kok Yah, Bu "
Dengan memaksakan tersenyum aku berucap pada ayah dan ibu kemudian duduk bergabung dengan mereka.
Hanya terdengar suara dentingan sendok dan piring di meja makan. Tak ada yang mengeluarkan satu patah kata pun.
" Din, ayah dan ibu ingin berbicara denganmu apa kamu bisa? " selesai makan ayah langsung bertanya padaku.
" Tentu saja yah, jangan khawatir aku baik baik saja kok "
Selesai makan kami berpindah duduk di ruang keluarga.
" Din, bagaimana untuk ke depannya apa kamu sudah memiliki rencana? "
" Ya ayah tentu saja aku akan menyelesaikan semuanya. Ayah, Ibu aku baik baik saja. Kemarin aku hanya syok saja " jawabku sambil tersenyum
" Syukurlah, dan sebaiknya libatkan kami sebagai orang tua apalagi ini menyangkut nama keluarga "
" Iya maafkan aku Yah "
" Sebenarnya kalau boleh Ayah memberi pendapat Ayah kurang sreg dengan Deni. Bukan Ayah tak mengingat kebaikannya hanya saja Ayah kurang suka dengan Ibunya "
" Betul Yah, Ibu juga sama. Ibu jadi khawatir kalau misal Dini jadi menantu mereka pasti Dini sering disakitinya " timpal Ibu.
" Ibu ini korban sinetron hahaa " ucap Ocha.
Ocha dan Andri baru bergabung dengan kami, mereka baru saja membereskan bekas sarapan kami di dapur.
" Eh bukan gitu lihat saja gestur tubuhnya, matanya itu persis kayak pemeran antagonis " ujar Ibu sambil merotasi matanya bolak balik.
Kami semua tertawa melihat tingkah Ibu. Alhmadulillah kami sudah bisa tertawa bersama kembali.
" Tapi Teh apa benar yang dikatakan Bu Tessa kalau Mas Deni sampai mau bunuh diri? kalau iya kan ngeri ih masa labil gitu "
" Entah Cha Teteh gak tahu, kami sudah lama tidak berkomunikasi. Justru Teteh heran kok dia bisa tahu Teteh mau bertunangan kemarin "
Ya hal ini yang jadi fikiranku semalam, kira kira Mas Deni tahu dari siapa.
" Dari siapa pun Din lebih baik kamu jangan bercerita banyak pada orang lain ya. Lebih baik kamu tegaskan lagi pada Deni kalau hubungan kalian sudah berakhir "
Benar kata ayah sebenarnya perasaanku sudah mulai terkikis sejak lama pada Deni.
Bukan karena perlakuan Deni, tapi perlakuan Ibu dan keluarganya. Aku tak pernah bercerita pada Ayah dan Ibu karena tak mau mereka bersedih.
Keluarga Deni memang cukup berada, Ayah Deni memiliki usaha di bidang kuliner. Memiliki beberapa cafe yang cukup besar yang lagi ngehits.
Deni berangkat berlayar beralasan ingin menambah ilmunya di bidang kuliner dia bekerja menjadi chef di sebuah kapal pesiar.
Selain ingin menabung untuk biaya pernikahan dia juga ingin ketika mengelola usaha yang dimiliki keluarganya nanti sudah memiliki pengalaman.
Salah satu alasanku menjauh dari Deni bukan karena kami LDR. Aku bukan type wanita senang berselingkuh.
Deni sangat baik, aku tahu dia sangat mencintaiku. Hanya saja aku kurang suka perlakuan dan sikap Mamihnya serta tante tantenya.
Mereka memang terlihat baik tapi hanya di depan saja. Sering kali mereka aku pergoki sedang membicarakanku bahkan kadang merendahkan.
Seakan mereka menganggap aku tak pantas bersanding dengan Deni. Pandangan mereka terlihat begitu merendahkan.
Status sosial kami memang berbeda. Aku hanya seorang anak guru honorer di sebuah sekolah SMP. Dan Alhamdulillah 3 tahun ke belakang ayah sudah diangkat menjadi PNS.
Setiap hari libur aku selalu diajak Deni ke kafe miliknya. Tanpa sepengetahuan Deni aku selalu di suruh untuk membantu entah di dapur atau membantu melayani pesanan pengunjung oleh Ibunya.
Awalnya aku merasa biasa saja, namun lama lama aku lelah dan merasa hanya diperas tenagaku. Bukan aku perhitungan tapi aku bekerja tanpa bayaran sedangkan jam kerjaku sama seperti karyawan cafe.
Bahkan tak jarang aku mendapat sindiran dari tante tante Deni, yang berbicara tentang kasta dan status sosial.
Beruntung setelah lulus kuliah aku mendapat pekerjaan di sebuah kantor kontraktor. Sehingga aku dapat menolak ajakan untuk ke kafe milik orang tua Deni.
Tak berapa lama Deni pun memutuskan bekerja di kapal pesiar sehingga kami menjadi LDR.
Awal kepergian Deni Mamih masih terlihat baik karena setiap libur bekerja aku masih membantu di kafe.
Namun karena kelelahan akhirnya aku sering menolak. Disitulah aku merasa Mamih sering ketus padaku.
Lambat laun aku memutuskan untuk sering menghindar dari keluarga Deni.
Apalagi Deni sering menegurku ditelepon dengan alasan Mamihnya merasa tersinggung dengan sikapku.
Entah apa yang disampaikan oleh Mamihnya pada Deni, hingga membuat aku tak nyaman dan akhirnya memutuskan untuk berpisah.
Tentu saja Deni menolak keras bahkan memohon agar kami tetap bersama. Namun keinginanku sudah bulat untuk berpisah.
Semua uang yang pernah ditransfernya semua dikembalikan. Untung saja aku tak pernah memakainya. Bahkan aku menyimpannya di rekening berbeda agar tidak ada salah faham.
" Ekheeemm Din, kok melamun " deheman ayah membuat aku tersadar dari lamunan masa lalu.
" Eh iya maaf Yah "
" Jadi kapan kita ke rumah Deni menyelesaikan semua nya agar kita tenang tidak menggantung masalah "
" Iya ayah secepatnya, aku akan menghubungi dulu Mamihnya Mas Deni " jawabku.
Untung aku langsung connect, tadi aku benar benar melamun.
Kring kring
HP ku berbunyi, kulihat Deni menghubungiku.
" Deni Yah, gimana? " ucapku meminta pendapatnya apakah harus ku angkat atau aku biarkan.
" Angkat saja " ujarnya.
Kutarik nafas dalam dalam sebelum menjawab panggilannya.
[ Hallo...]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments