TAHTA SEMESTA
...Bertarung bersama luka,Aku yang terlanjur kecewa,tak mampu lagi meraup berjuta bahagia....
...🌜🌜🌜🌜...
Suara ketukan sepatu teredam diantara kecipak air sepanjang jalan setapak. Rintikan hujan menyatu dengan desauan angin yang menerbangkan beberapa anak rambut seorang gadis mungil. Gadis itu mengatur napasnya yang berburu beberapa kali, lalu dengan kasar mengelap air mata yang terus saja mendarat dengan lengan kaosnya.
Langit yang kelam berhias gelap melengkapi kesedihannya, asa yang dibangunnya hancur lebur tanpa sisa. Sakit, sakit dan sakit. Gadis tersebut menyibak rambut gelombangnya dengan kasar, dia membenci semesta, dia membenci kisah hidupnya.
" Apa sih salah gue sampai kalian buat gue kayak gini!" Gadis itu meremas dadanya kuat, air matanya terus saja membasahi pipinya yang halus.
"Kenapa harus gue yang jadi korban dari masalah ini, kenapa harus gue!" Gadis itu terus saja berteriak. Dia ingin sekali hujan menyapu dan menghapus rasa sedihnya, Dia juga ingin hujan membawa rasa sakitnya pergi jauh dari hidupnya.
Dia ingin menumpahkan sakitnya pada rintikan hujan yang membawa melody, menyalahkan deritanya pada desau angin yang dengan lembut menyibak rambut gelombangnya, dan mengutuk takdir yang tidak pernah berpihak di atas keinginannya.
Gadis itu jatuh terduduk memeluk lututnya, kepalanya bersembunyi diantara kedua kaki yang saling menyatu itu. Biarlah hujan yang jadi saksi, dan biarkan sedikit saja waktu meluangkan detiknya demi mendengar segala derita yang menimpa dirinya.
Dia, Adellia Alexa Agantara. Gadis cantik dengan berjuta senyum ceria yang kini terbebani dengan setumpuk rasa sakitnya. Senyum yang setiap hari nampak indah jikalau dipandang, kini hilang tanpa sisa.
"Akh!" Adellia menjambak rambutnya yang basah, air matanya semakin menderas melengkapi deritanya, telapak tangannya yang halus tidak sengaja tergores beberapa anak rambutnya yang tajam. Tapi Adellia tidak peduli dengan hal itu.
Tanpa Adellia sadari, beberapa tetes hujan tidak lagi mengenainya. Adellia tertegun, ia lantas mendongak ke atas, matanya berseterobok dengan netra berwarna coklat terang yang meredup. Seorang pemuda tampan berpakaian serba hitam memayungi tubuhnya yang terlanjur basah. Pemuda itu menatapnya dalam.
Entahlah, Adellia tak tahu pasti apakah itu ekspresi heran atau justru raut wajah yang menunjukkan rasa kasihan.
Tiba-tiba saja si pemuda menyunggingkan senyum tipis di bibirnya, sebuah lengkungan kecil yang sukses membuat jantungnya berdegup abnormal.
"Lo siapa? "
Tanya Adellia menatap wajah bak dewa dengan pahatan super sempurna itu dengan nyalang. Si pemuda berjengit kaget, matanya menyiratkan sebuah penyesalan yang entah apa.
"Maaf."
"Maafin aku Bella."
Adellia mengernyit tak mengerti. Mata bulatnya yang bersimbah air mata menatap pemuda di depannya dengan kebingungan.
"Aku nggak bisa jauh dari kamu Bella, kamu tahu itu kan? "
Ujar si pemuda asing sembari menyentuh tangan kanan Adellia lembut. Adellia menghempas tangan itu dengan kasar. Kedua matanya menatap sosok di depannya dengan sorot tajam.
"Apaan sih! Jangan lancang ya, "
"Maafin aku Bella, jelasin semua kesalahan aku yang bikin kamu pergi ninggalin aku sendirian? Aku butuh kamu Bella. Balik lagi ya, "
Ujar pemuda itu lembut, tangannya kembali meraih dua tangan Adellia lantas mengecupnya. Adellia menghempasnya kasar, rasa amarah membuncah memenuhi dadanya.
"Kamu lupa sama janji kita ya? "
Adellia tertegun. Pemuda di depannya menatapnya sendu. Kedua matanya yang berwarna kecoklatan seakan menyimpan beribu sakit.
"Bel, kamu udah janji nggak bakal ninggalin aku bagaimanapun keadaannya kan? Hati aku masih terbuka kok buat kamu."
Alis Adellia naik sebelah. Masalah apalagi yang menimpanya kali ini?
Adellia ingin menjelaskan kalau dirinya bukanlah Bella yang pemuda itu maksud, namun belum sempat dia memenuhi niatnya, sebuah kehangatan lebih dulu melingkupi badannya yang kecil. Adellia tersentak, kedua matanya melebar karena terlalu terkejut. Dia lekas mendorong dada si pemuda yang tiba-tiba saja memeluknya.
"Jangan pergi lagi Bella. Aku nggak sanggup jauh dari kamu. "
"lo-"
"Please Bella, biarin aku meluk kamu sebentar saja. "
Adellia terpaku ditempatnya. Dia ingin menolak, namun rasa kasihan lebih mendominasinya.
"Kenapa harus aku sama kamu yang semesta permainkan Bel?"
Adellia mendongak menatap pemuda yang kini tengah merengkuhnya.
"Hidup yang aku jalani sudah terlalu berat tanpa permainannya. Aku nggak peduli kalau semesta renggut semua orang dari aku, "
"Aku nggak pernah mempermasalahkan hal itu Bella, tapi aku bakal berontak kalau dia juga renggut kamu. Hidup yang aku jalani akan semakin rumit kalau nggak ada kamu Bel, aku nggak bisa menerima keputusan kamu gitu aja. Kamu nggak boleh pergi."
Adellia memalingkan wajahnya ke arah jalanan yang lenggang. Sekelebat bayangan Papa dan Mamanya tiba-tiba saja muncul memenuhi ruang fikirnya.
Ma.... Kenapa mama tega hancurin harapan Adellia?
Kenapa Papa diem aja menerima tuduhan dari Mama?
Kenapa Papa nggak menenangkan Mama dan tanpa berpikir panjang memilih meretakkan istana yang selama ini dibangun di keluarga kita?
Adellia melingkarkan tangannya membalas pelukan pemuda asing yang tengah merengkuhnya. Adellia sadar, dia butuh papahan hari ini.
Air mata Adellia kembali menyeruak. Hidungnya yang mancung lebih memerah dari sebelumnya.
"Adel salah apa Pa ?"
Lirih Adellia sembari menyembunyikan kepalanya pada dada bidang yang berada di depannya. Pelukan pemuda itu bertambah kuat.Tangan besarnya mengusap surai Adellia lembut.
.
.
.
Deg!
Entah mengapa melihat gadis itu mengingatkanya pada senja yang telah Auksa simpan menjadi kenangan. Senja yang menghilang entah kemana, dan senja yang seakan tidak mau lagi bertemu langitnya.
Auksa mengusap wajahnya kasar. Mungkin saja semua itu hanya pemikirannya sendiri. Senja cantiknya memilih pergi karena ketidak becusannya dalam hal menjaga.
Auksa tersenyum kecut, ternyata semenyakitkan ini rasanya ketika ia mengingat gadis rapuh seindah senja.
"Kenapa sih harus gue yang jadi korban dari masalah ini, kenapa harus gue!"
Entah beban apa yang dipikul oleh gadis mungil itu, kedua netranya yang redup menatap langit dengan sorot sendu, air matanya mengalir deras membasahi pipinya yang cubby.
Auksa mengambil payung yang terletak tepat disampingnya, lantas membuka pintu mobilnya pelan.
"Akh!"
Auksa tersentak, dia lekas memperlebar payungnya lalu berlari menghampiri seorang gadis yang bersimpuh di tengah derasnya hujan. Hati Auksa berdenyut nyeri, kedua matanya tanpa sadar mengalirkan setitik bening.
Auksa menghentikan langkahnya tepat di belakang gadis yang tak dikenalnya, dia memberikan seluruh lebar payungnya pada gadis yang tengah menangis itu. Auksa tidak peduli dengan setelan jasnya yang basah kuyup.
Ah,
Entah kenapa bayangan senja kembali menyeruak, senjanya yang rapuh, si Bella yang teramat dicintai olehnya.
Jika boleh, Auksa ingin menanyakan perihal ini. Mengapa senja yang selalu dirindukannya memilih pergi dan meninggalkan dia sendiri?
Tiba-tiba saja gadis itu mendongak menatapnya, Auksa tersentak. Entah semesta yang mencoba mempermainkanya atau hatinya yang tidak pernah mau menerima segala kepahitan takdir.
Auksa mengepalkan tangannya, Bellanya ada disini. Tepat berada di depan matanya.
"Lo siapa? "
Dada Auksa berdentum. Benarkah gadis didepannya ini adalah senjanya? Auksa menggigit bibirnya menahan rindu. Rasa bersalah menelusup memenuhi dadanya.
"Maaf."
Ujar Auksa lirih sembari menunduk, dia mencoba menyembunyikan genangan air yang bergumul di matanya. Auksa memang selalu lemah jika menyangkut senjanya.
"Maafin aku Bella."
Ulangnya lagi merasa bersalah. Seandainya Auksa berusaha lebih keras lagi, sudah pasti Bella masih berada disampingnya sampai sekarang. Sayangnya, Bella terlanjur memilih pergi lebih dulu. Auksa meraih tangan gadis didepanya lantas mengusapnya lembut
"Maafin aku ya?"
"Apaan sih lo! Jangan lancang ya, "
Auksa tersentak, tubuhnya bergetar tanpa diminta. Perlakuan Bella padanya membuat hati Auksa terasa tertikam sembilu. Gadis itu menghempas tangan Auksa kasar.
"Maafin aku Bella, jelasin semua kesalahan aku yang bikin kamu pergi ninggalin aku sendirian? Aku butuh kamu Bella. Balik lagi ya,"
Auksa kembali meraih kedua tangan gadisnya lantas mengecupnya lembut. Namun lagi dan lagi Bella menghempasnya tanpa kasihan.
"Kamu lupa sama janji kita ya? "
Auksa menatap gadis didepanya dalam. Ada sarat rindu yang terlihat jelas dari kedua retinanya.
"Bel, kamu udah janji nggak bakal ninggalin aku bagaimanapun keadaanya kan? Hati aku masih terbuka kok buat kamu"
Auksa menatap gadisnya yang nampak kebingungan lalu memajukan langkahnya pelan, rasa rindu yang dipendamnya membuncah begitu hebat. Auksa memeluk tubuh Bella sampai membuat gadis itu berjengit kaget. Auksa tersenyum kecil, ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri tentang berapa lamamya ia tak membawa Bella dalam rengkuhannya.
"Jangan pergi lagi Bella. Aku nggak sanggup jauh dari kamu."
"Lo-"
"Please Bella, biarin aku peluk kamu sebentar sajal
Pinta Auksa sambil mengeratkan pelukannya agar gadis itu tidak lagi berkutik.Bella terdiam kaku.
"Kenapa harus aku sama kamu yang semesta permainkan Bel?"
"Hidup yang aku jalani sudah terlalu berat tanpa permainannya. Aku nggak peduli kalau semesta renggut semua orang dari aku, "
"Aku nggak pernah mempermasalahkan hal itu Bella, tapi aku bakal berontak kalau dia juga renggut kamu. Hidup yang aku jalani akan semakin rumit kalau nggak ada kamu Bel, aku nggak bisa menerima keputusan kamu gitu aja. Kamu nggak boleh pergi."
Auksa merasakan tangan kecil melingkari pinggangnya. Bella terisak pelan di dadanya. Auksa tersenyum kecil, ia mempererat pelukanya. Hatinya menghangat tanpa dia minta.
"Adel salah apa pa? "
Auksa tidak menyadari perkataan gadis yang berada dalam rengkuhannya. Auksa hanya tahu kalau dia ingin menikmati waktu bersama senjanya. Dimana senjanya kembali dalam pelukan kehangatannya lagi.
Auksa mengusap punggung kecil yang masih saja naik turun akibat isakan yang tak kunjung berhenti. Dia akan berusaha memperbaiki kesalahan yang diperbuat olehnya bagaimanapun caranya. Bella harus kembali kepadanya lagi. Namun pemikiran Auksa terpaksa terhenti tatkala dirasanya Bella mendorong tubuhnya pelan.
"Ekhem, makasih."
Auksa mematung, Dia menatap gadis yang tengah membenarkan letak kaos yang dikenakannya. Hatinya terasa kosong.
Apa yang dilakukan oleh Bella?Apakah gadis itu benar-benar mendorong Auksa beberapa detik lalu? Dada auksa sesak, Bella tidak mengharapkanya lagi.
"Bel," Ucapnya sembari mencekal pergelangan tangan senjanya yang berniat pergi. Gadis itu menoleh, menatap Auksa dengan sorot tak mengerti.
"Please Bella, jangan pergi lagi dari aku"
Bella menghempas tangan Auksa kasar. Tatapannya menunjukkan amarah.
"Bel,"
"Gue nggak tahu siapa yang lo maksud!"
"Bella, aku bakal berusaha lebih keras lagi buat perbaiki semuanya. Kita bisa kembali seperti dulu lagi Bel,"
"Diam! Dasar gila!"
Auksa terkejut, memori Bella yang berkelebatan dalam pikirannya lenyap, sosok lain berambut gelombang menyapa retinanya. Auksa terkesiap. Gadis ini bukanlah senja yang dicarinya selama ini. Dia salah. Auksa menahan perasaan kecewa yang menjamah hatinya lantas berucap lirih.
"Maaf,"
"Saya salah orang"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments