"Takdir begitu hebat mempertemukan kita, aku yang sering tak mengerti akan makna cinta, dibuat mematung karena terlanjur terpesona."
🌜🌜🌜🌜
Matahari dan sinarnya mengintip tanpa malu, hal itu begitu mengganggu gadis berpiama pink yang tengah tertidur dengan posisi yang tak enak dilihat. Matanya yang masih tertutup dengan bulu mata lentik bergetar malas karena gangguanya. Adellia menggerutu. Bibir tipisnya yang menggoda mengutuk matahari yang berani mengusik ilusinya.
"Morning princess."
Adellia membuka matanya lebar-lebar tatkala suara lembut Sinta menyadarkanya. Ia berdehem, malas menanggapi sapaan pagi yang disukainya dahulu. Jujur, kali ini Adellia lebih memilih disapa Reza bersama wajah tengilnya.
"Adel masih marah ya sama mama? "
Pertanyaan Sinta menembus gendang telinganya. Adellia menggeram, bisa-bisanya Sinta tak menyadarinya. Bukankah sudah jelas kalau ia masih marah karena rasa kecewa yang teramat besar merusak kepercayaan yang dibangun olehnya?
"Adel,"
"Adel habis darimana? Kok udah lima hari nggak kelihatan? "
"Adel, mama juga udah tanya sama Tari dan Dion tapi mereka bilang nggak tahu, kamu kemana aja nak? Siapa pria yang mengantar kamu kemarin malam? "
Sinta menatap anaknya khawatir. Mama mana yang tidak gelisah mendapati anaknya tak pulang selama lima hari, sekalinya pulang malah diantar pria berjas lengkap. Sinta menghampiri Adellia yang masih terduduk di atas kasur king size nya, lantas meraih tangan Adellia lembut. Adellia terkejut, tanganya refleks menghempas tangan Sinta agar tak memyentuhnya kembali.
"Adel,mama khawatir."
Adellia berdecih, ia bangkit dari atas kasurnya.
"Apaan sih Ma! "
"Mama khawatir sama kamu."
"Apa Ma? Khawatir? Adel nggak salah denger? Hahaha, nggak usah pura-pura khawatir sama Adel. Adel nggak butuh, Mama aja nggak pernah mikir gimana perasaan Adel waktu itu. Jangan bercanda Ma, khawatirnya Mama itu palsu! "
Adellia segera beranjak, nafasnya memburu, dadanya berdetak tak karuan.
"Adel, "
Suara lirih Sinta membuat langkah Adellia terhenti, kedua tangan Adelia terkepal erat, ia tak mau tertipu lagi.
"Udah Ma, Adel mau mandi."
Ujar Adellia lantas meninggalkan Sinta yang mematung bersimbah air mata. Biarlah seperti ini dulu, hatinya terlalu sakit untuk menerima kesalahan Mamanya. Ia juga terlalu rapuh untuk berpura-pura kuat di depan perempuan yang melahirkannya itu. Adellia membuka pintu kamar mandi, lantas menyenderkan punggungnya tepat di pintu yang telah tertutup.
Sakit, hatinya masih enggan menerima kehadiran Mamanya lagi. Adellia sudah terlanjur kecewa, bukankah hati yang terlanjur retak tidak akan kembali utuh seperti sedia kala walau diperekat? Adellia meremas dadanya kuat, isak tangisnya merebak dan mengaung merdu dalam kesunyian.
.
.
.
Kemacetan sering terlihat memenuhi jalanan Jakarta. Berbagai umpatan kasar tidak jarang terdengar dari berbagai sudut. Matahari yang tak pernah sekalipun meredup membuat peluh menetes, seorang pemuda berhelm Fullface berdecak. Lagi dan lagi, dia harus terjebak kemacetan tiada ujung. Pemuda itu mendengkus kasar, jam tangan yang menunjukkan pukul tujuh kurang lima belas, sudah tentu membuatnya was-was. Jujur saja, dia tak mau mendapat hukuman dari Pak Joko si penjaga gerbang, guru paling killer se-SMA Sanjaya.
Pemuda itu melongokkan kepalanya ke kanan kiri dengan gelisah. Ia tengah mencoba mencari celah diantara himpitan kendaraan yang kini saling bersautan memencet klakson.
"Ah pak, ada apaan sih di depan? Tiap hari kok macet gini, bisa telat saya ke kantor,"
Si pemuda menghentikan aksinya. Kedua telinganya ia pasang seteliti mungkin. Dia tahu kalau kemacetan hari ini kelihatan aneh. Pasalnya, tidak ada satupun mobil yang bisa bergerak dalam kurun waktu dua jam. Padahal biasanya, walau macet, para pengendara masih diberi celah untuk menjalankan kendaraannya masing-masing.
"Punten Neng, katanya ada yang lagi ribut."
"Bapak kan pakai motor, cari celah lah Pak! saya hampir telat loh,"
Bapak itu menggelengkan kepalanya.
"Nggak bisa Neng. Sabar ya, sebentar lagi bisa jalan kok."
Si pemuda mendengkus kasar,
Siapa sih yang mengusik perjalanannya?
Ia lekas menarik gas motornya untuk mencari tahu dimana akar masalahnya. Untungnya keahliannya dalam berkendara membuatnya bisa mengambil celah diantara beberapa kendaraan yang saling berhimpit.
"Apaan sih lo!Gue nggak mau ya, minggir bisa nggak?"
Auksa mempercepat laju motornya. Pengendara berhelm fullface itu adalah Auksa Legarvan Alfadiaraga, cowok super tampan yang terpaksa terjebak macet untuk kesekian kalinya.
"Keluar, lo tahu kan sekarang jadwalnya apa?"
"Sekarang jadwalnya gue sekolah bego!"
"Kerja Adel, lo udah dikasih tahu buat kerja dari jam tujuh. Jangan pura-pura lupa deh. "
Sahutan bernada cowok memasuki gendang telinga Auksa. Auksa mengernyit, kenapa harus berantem di jalan sih?
"Nggak bisa Reza, gue udah lima hari bolos, emang lo mau tanggung jawab kalau gue di skors dari sekolahan?"
"Gue nggak peduli soal skors atau apalah itu. Ayo Adel, bos gue bisa ngamyk kalau lo nggak nurut,"
"Gue juga nggak peduli, mau bos lo ngamuk, bunuh diri, penggal leher lo, gue nggak peduli Za! Pokoknya gue mau sekolah, bisa nggak lo jangan gangguin gue mulu? Minggir!"
Adellia memencet klakson mobilnya keras. Dia tidak sadar kalau ada sepasang mata yang menatapnya tajam dibalik mobil yang dikemudikan oleh Reza.
Reza tidak menyerah begitu saja. Dia dengan paksa mencoba membuka pintu mobil Adellia. Ad berteriak ngeri.
"Apaan sih lo! Nggak sopan banget,"
"Kerja Adel."
"Nggak mau."
Tin!
Adellia dan Reza refleks menoleh. Keduanya nampak heran menatap pemuda yang tiba-tiba saja muncul.
"Ribut? "
Adellia melongo. Maksudnya gimana coba?
"Berisik."
Reza tak mengubris, cowok itu tetap melanjutkan kegiatanya memaksa Adellia keluar. Adellia meringis, pergelangan tangannya terasa sakit sekaligus perih sekarang.
"Za! "
"lo Harus ikut gue Del,"
Grep!
Reza melotot. Pasalnya, pemuda itu tiba-tiba saja mencekal tangannya dengan kuat.
"Apaan sih?"
"Cuman jijik aja."
"Maksud lo apa?"
"Banci!"
Reza menarik kerah seragam Auksa. Emosinya naik ke ubun-ubun. Namun belum sempat membogem, suara dering ponsel segera menyadarkannya. Reza meraih benda kotak itu didalam saku kemejanya, lantas mengangkat panggilan.
"Iya Pak."
"Baik. "
"Saya segera kembali."
Tut!
Reza menghembuskan nafasnya kasar lantas menatap Adellia dan Auksa secara bergantian.
"Lo selamat hari ini. "
ujarnya sembari memasuki mobil lalu menjalankannya dengan kecepatan tinggi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
agantara fans
gilaaa keren banget
2023-10-19
0