Menjauh dari jangkauanmu lebih menyiksa daripada menjauhi semesta. Hatiku yang berperan dan bayangmu yang tidak pernah mau hilang. Semesta, apa kau bisa meleburkan benciku pada dia si pemberi luka?
🌜🌜🌜🌜
Pyar!
Adellia menutup kedua telinganya kencang. Tangisnya merebak tanpa dia sadari.
"Mah, Papa nggak sengaja lakuin semua itu!"
Suara Papanya berhasil menembus celah celah pintu kamarnya.
"Tidak ada yang namanya nggak sengaja Pa!Mama melihat semua itu sendiri!"
Mamanya menimpali tak kalah berteriak.
"Jadi maunya Mama kayak gimana? Mama mau kita pisah? Mama mau papa pergi dari sini?! "
Adellia melebarkan kedua matanya. Jadi ini keputusan akhir yang Papanya pilih dalam setelah tiga jam perdebatan. Adellia berdiri, dia dengan tergesa membuka pintu kamarnya lantas menghambur ke pelukan Mamanya.
"apa yang Papa katakan Ma? "
Adellia menghapus kasar air matanya sambil menatap sosok malaikat yang kini tampak berantakan dengan mata sembabnya.
Mamanya membelai lembut surai hitam Adellia sambil mengecupnya lama.
"Saya sudah capek menghadapi kelakuan kamu,"
Ujar Sinta sembari menatap suaminya. Adellia tersentak, dia lekas menarik ujung baju Sinta agar wanita itu mengalihkan atensinya.
"Ma-"
"Mama mau cerai."
Deg!
Dada adellia mencelos.
"Apa yang Mama katakan barusan! "
Adellia mengguncang bahu Sinta dengan kasar sambil terisak. Namun Mamanya itu hanya menatapnya dalam diam sambil membiarkan Adellia menumpahkan segala rasa kesalnya.
"Papa nggak mau ninggalin Adellia kan? Papa masih tetap disini sama Adellia kan?"
Matanya yang memerah menatap sang Papa dengan wajah memelas, Namun Papanya malah menggeleng sembari memasang sorot pilu.
Adellia mengamit lengan pria paruh baya itu, dia tak akan berhenti memohon sampai Papanya meminta sang Mama untuk kembali menarik kata-katanya.
"Tidak Adellia, Papa tak bisa terus mempertahan hubungan ini. "
Adellia menggeleng kencang.
"Enggak Pa! Papa pasti bisa! Cepetan bilang sama Mama kalau Papa nggak mau pisah. Bilang sama Mama kalau Papa masih mau bersama!"
Katakan saja bahwa Adellia egois, dia tidak akan peduli dengan hal itu.Adellia hanya ingin Papa dan Mamanya kembali seperti semula. Keluargannya kembali utuh seperti sebelumnya.
"Tidak Adellia."
Papanya menjawab sehalus mungkin. Sampai tiba-tiba tangan Adellia ditarik paksa oleh Mamanya.
"Jangan egois Adellia, kamu sudah besar. Seharusnya kamu mengerti dengan keadaan ini! "
"*Apakah Adellia harus pura-pura nggak papa Ma? "
"Justru karena Adellia sudah besar! Adellia tahu semua ini. Walau Adellia terkadang berlagak nggak pernah mendengar apa saja umpatan kalian, Adellia tahu semuanya Ma! Apa salah kalau Adellia meminta kehidupan layak dan kasih sayang yang cukup? Adellia muak ma! Hiks, Adellia nggak mau terus-terusan hanya jadi boneka dibalik pintu dan bersembunyi lalu muncul di esok harinya dengan pura-pura nggak peduli,"
"ADELLIA MUAK MA! ADELLIA BENCI SAMA KALIAN*! "
Plak!
*Bagus, Mama menamparnya. Dimana lagi Adellia dapat menemukan malaikat tak bersayapnya jika Mamanya saja berubah menjadi monster dalam hidupnya?
Adelia menyentuh pipi merahnya, matanya melebar terkejut dan semakin lama air matanya menderas*.
"ADELLIA BENCI MAMA!"
Sentak Adellia lantas berlari pergi, dia tak menyangka kalau Mamanya begitu tega.
Adellia tersentak terkejut saat sensasi dingin menyentuh dahinya. Dia dengan paksa ditarik ke alam sadar. Adellia meringis karena rasa ngilu mendera badannya.
"Lo dirumah sakit"
Sebuah suara bariton menginterupsi, Adellia menoleh. Disampingnya, lelaki tampan dengan garis rahang tegas dan tangan bersidekap dada menatapnya nyalang. Jas hitam dan kemeja putihnya mengingatkan Adellia pada kejadian di jalan.
"Ngapain lo nyelametin gue? "
Adellia melontarkan pertanyaan itu sembari mengalihkan pandangannya ke atap rumah sakit yang putih bersih, matanya menatap kosong.
"Padahal sedikit lagi gue bisa lepas,"
"Kenapa? Hiks, kenapa lo harus selametin gue disaat gue pengen pergi dari dunia ini? "
Tanya Adellia lirih. Air matanya jatuh begitu saja.
"Tidak gratis."
Adellia berjengit kaget, kedua netranya menatap pria tampan yang tengah mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tangan pria itu mengetuk gagang kursi secara berirama.
"semuanya nggak gratis. "
"lo-"
"Besok setelah sembuh, lo harus bayar utang budi lo sama gue. Jangan harap bisa bernafas lega setelah lo hancurin rencana yang udah gue susun matang-matang."
"Lo nggak ikhlas? "
"Nyonya Adellia Alexa Agantara,"
Adellia mengerjab.
Bagaimana bisa pria bersetelan jas itu mengetahui namanya?
Adellia menggelengkan kepalanya. Hal itu tak penting, yang terpenting sekarang adalah tatapan mata si pria yang menajam dan aura yang seakan menghitam memenuhi ruangan. Nafas Adellia tercekat, pasokan udara dalam dadanya terasa menipis berkali lipat.
"jangan berpikir untuk kabur"
.
.
.
Pria beralis tebal dengan tinggi proposional menatap rekanya tajam. Rencana yang gagal membuat moodnya jungkir balik hari ini. Pria itu menghempaskan map yang berada dalam genggamanya kasar.
Sialan! Lagi dan lagi semua rencananya tidak bisa berjalan dengan mulus.
"Atur kembali."
"Siap Pak."
"Cari informasi mengenai cewek tadi."
Reza Mahardian Laksamana, seorang sekertaris yang menganggap hidupnya tidak beruntung karena berada ditengah kehidupan Juanda Legarvin Fernandita. Namun ia tak mampu mengelak, berkat keberadaan Juanda sebagai sahabatnya, hidup Reza tak terlalu abu-abu.
"Adellia Alexa Agantara. Anak dari bapak Alve, pengusaha besar yang perusahanya telah menjamah berbagai negara. Putri dari Nyonya Sinta, pemilik butik terkenal yang hanya mampu didatangi oleh golongan kelas atas. Sekolah di SMA SANJAYA, umur-"
Brak!
Reza berjengit kaget karena tiba-tiba saja Juanda berdiri. Rahang Juanda mengeras, kedua tangannya terkepal erat. Juanda menarik nafasnya lantas membuangnya pelan, dia masih merasa sensitif terhadap apapun yang berhubungan dengan musuh bebuyutan, termasuk sekolah elite bernama SMA Sanjaya. Juanda menghempaskan tubuhnya ke kursi, dia memijat pangkal hidungnya sembari memejamkan kedua matanya rapat.
"Za,"
Reza mengerti, saatnya berganti mode teman. Reza menarik sembarang kursi lantas menggeretnya menuju tempat Juanda.
"Apa?"
"Gue benar kan Za?"
"Ngomongnya yang banyak dikit bisa? Gen lo batu semua sih."
Juanda menghembuskan nafasnya kasar.
"Yang gue lakuin selama ini benar kan Za?"
Reza mengernyit, otaknya selalu diajak berpikir keras setiap kali berada di samping Juanda.
"Lo kan kompeten banget Juan, mana pernah lo salah,"
"Soal gue sama dia. Gue emang benci sama dia Za. Banget,"
"Tapi-"
Sejenak Juanda menarik nafasnya, sudut hatinya berkata kalau perbuatannya tidak layak dibenarkan. Namun otaknya menolak pemikiran itu, Juanda berhak membalaskan semua kesedihannya. DIa tidak salah!
"Gue bener kan Za?"
Reza memasang senyum kecil, tangan kanannya menepuk bahu Juanda berirama.
"Apapun yang lo pilih gue dukung bro. Lo tahu kan kalau gue selalu dibelakang lo?"
"Thanks Za."
Reza mengangguk lantas berdiri dari duduknya. Dia mengambil map yang tadi dilempar Juanda, lantas menatap Juanda serius.
"Ada tugas lagi?"
Juanda tersenyum miring, kepalanya menatap luar jendela yang menampilkan pemandangan kota.
"Temani cewek yang berpikir kalau hidupnya nggak berharga. Jangan biarkan dia kabur sebelum membalas semua perbuatannya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments