Kamu pusat rotasi yang memutuskan pergi. Tidak bisakah kamu kembali menghalau sepi, dan membawa tawa yang kini enggan menyelimuti. Bella, hadirmu yang kini ibarat ilusi, akan dengan mudah menggoyahkan tekadku untuk kesekian kali.
🌜🌜🌜🌜
Adellia merenung, dia menatap langit yang menggantung awan hitamnya dan mengira berapa tetes air hujan yang berhasil menyentuh jalan beraspal.
Adellia mengingat kembali momen menyebalkan yang membuatnya berakhir duduk bersama pria bernama Juanda ini. Pria es yang membuat tangannya gatal menonjok.
Flashback.
Senyum adelia terbit ketika seorang lelaki berbadan atletis dengan name tag Reza Frans Deltanio memasuki kamar rawat inapnya.
"Tambah sehat aja lo,"ucap Reza memulai pembicaraan. Bibirnya membentuk seringai berniat mengejek.
"Biarin." Jawab Adellia sarkastik. Tadinya Adellia sedang berada dalam mood yang bagus, namun kedatangan Reza membuat moodnya kembali berubah.
"Ngapain kesini?"
"Yee, didatengin cowok ganteng gitu amat mukanya. Padahal gue kesini mau kasih kabar penting lho. "
Ujar Reza membuat Adellia memutar bola matanya malas.
"Basi. Memang, berita hot apa yang lo bawa kali ini?"
"Jadi gini-"
"Hari ini-"
"Dag dig dug, aciie neng adelnya nungguin nih,"
Adelia melempar bantal ke arah Reza. Sifat tengil Reza sepertinya sudah terlanjur mendarah daging.
"Cepetan Za, lo hobi banget kayaknya bikin gue kesurupan."
Ujar Adellia gemas.
"Jangan kesurupan dong Del. Lo kayak biasa aja, setan udah pada takut. Apalagi kalok kesurupan, hii, muka lo bakal kayak apa coba?"
"REZA! LO BOSAN HIDUP YA? GUE PELINTIR LEHER LO MAU?"
"Eh busyet, mulut lo pedes amat. Jangan gitu dong neng Adel. Nggak boleh galak-galak sama cogan. "
Adellia menggeram, dia sudah bersiap melempar gelas di atas nakas, namun ucapan Reza behasil menghentikan aksinya.
"Eits, iya gue kasih tahu, tapi taruh dulu gelas di tangan lo. Kalau gue mati emang lo mau ngurusin jenazahnya? "
Adellia berdecih, Reza terlalu melebih-lebihkan, tidak ada manusia yang mati hanya karena lemparan gelas, apalagi badan Reza yang menurutnya kayak kingkong pasti tidak akan semudah itu K.O.
"Kata dokter lo boleh pulang."
Adellia melongo, dia tak salah dengarkan?
"Yeay!! Bebas gue dari cewek barbar kayak lo."
Reza berjingrak sambil meneriakkan kalimat horeee! Berulang kali. Adellia hanya menggelengkan kepalanya karena heran dengan tingkah Reza yang kelewat lupa sama umur.
"Tapi gue nggak mau pulang sekarang Za, baru lima hari, cepet amat sembuhnya. Dokternya bohongin lo kali, "
Ucap Adellia kembali merebahkan tubuhnya, tentu saja hal itu membuat mata Reza memicing tajam.
"Duduk sekarang atau gue seret."
Ancaman Reza tak membuat Adellia takut, dia malah semakin lebar menampakkan seringainya.
"Nggak mau Za, "
"Ya udah, lo di situ aja terus sampe karatan. Gue bakal bilang ke dokter kalau pasien bernama Adellia butuh perawatan lebih lanjut selama setahun kedepan."
Reza menahan tawa melihat wajah Adellia yang mendadak pucat pasi dengan mata yang membulat sempurna.
"Lo serius nggak sih Za ngajakin gue balek?"
Tanya Adellia sebal, ia merasa dipermainkan. Bibir tipisnya yang menawan membentuk kerucut seakan memberikan tanda seberapa kesalnya Adellia kala ini.
"Oh jadi lo maunya diseriusin sama gue?"
Reza menaikturunkan alisnya menggoda.
"Gue tendang ya kepala lo biar waras?"
"eits sorry, ini kepala bukan kelapa. Main tendang-tendang aja lo,"
"Capek gue ngurusin lo Za, "
"Mama Adellia, Reza udah gede ya, nggak perlu diurusin segala. " Ujar Reza sambil menampakkan puppy eyesnya.
Pletak!
Adellia refleks melempar sandal jepitnya tepat ke atas kepala Reza. Badan Adellia merinding karena terlalu geli.
"Kasar amat jadi cewek."
Gerutu Reza sembari mengerucutkan bibirnya.
"Ck, udah siap belum?"
Adellia dan Reza sontak menoleh secara bersaman, seorang pria yang tak pernah lepas dari jas lambang kebesarannya nampak berdiri disamping pintu. Satu alisnya naik sebelah menunggu jawaban. Adellia menggeleng, dia memang belum menyiapkan apapun sebelumnya. Juanda menghela nafasnya lelah, bagaimana mungkin perintahnya dibaikan?
"Keluar. "
"Hah? "
"Keluar. "
adellia menahan nafasnya, walaupun tidak berteriak, suara Juanda yang dalam menekan mentalnya. Reza membaca situasi dengan cepat, lantas bergegas memapah Adella untuk keluar.
Adellia mengedipkan matanya beberapa kali, lamunannya terpaksa buyar karena Reza yang mengerem mobilnya mendadak.
Adellia berdehem pelan, suasananya benar-benar canggung. Reza yang biasanya receh tampak fokus pada jalanan, sedangkan pria disampingnya hanya diam tak berkutik. Adellia mengalihkan atensinya, kedua matanya menatap jalanan yang entah mengapa tampak lenggang kali ini. Adelia menghembuskan nafasnya berat. Apa tanggapan Sinta jikalau Adellia tiba-tiba saja muncul setelah hampir seminggu tiada kabar.
"Nih."
adellia menoleh gugup, didepan wajahnya terpampang kertas terlipat yang membuatnya penasaran. Adellia mengerutkan kedua alisnya tajam.
"Apaan?"
"Buka."
Adellia menyambut kertas dihadapanya dengan ragu lantas membukanya sepelan mungkin.
Astaga! Apa-apaan ini?
"Lo beneran nggak iklas nolongin gue?"
Juanda berdehem singkat. Pria itu malah sibuk megeluarkan ponselnya dari saku jas. Adellia mendesis, ia mencoba menahan emosinya sekuat tenaga.
"Lo mau gue bayar ini? "
"Iya."
"Segini banyaknya? "
"Hem"
"Beneran? LO NGGAK PERMAININ GUE KAN?"
Lagi dan lagi, JUANDA dan muka lempengnya hanya berdehem singkat.
GILA!
Adellia mengacak rambutnya frustasi, bagaimana caranya Adellia mendapatkan uang sebanyak itu? Mana mungkin Adellia meminta uang ke Mamanya disaat kondisinya tengah panas seperti ini? Mau ditaruh mana mukanya nanti?
"Beneran? "
"Hem."
"Beneran? Nggak ada kortingan nih? "
"Hem."
"Lo kembarannya Nissa Sabyan ya? Atau lagi sariawan? Ham hem mulu dari tadi."
Mata Juanda menajam, ditatapnya Adellia dengan intens. Adellia meneguk ludahnya kasar, siapa saja tolong selamatkan Adellia dari tatapan tajam bak elang pria disampingnya ini.
"Ehehehe nggak gitu kok, gue cuma, emm gue itu, gue-"
"Maaf, "
Adellia menunduk. Gadis dengan rambut digerai itu menautkan jemarinya dengan gelisah. Juanda mendengus, ditatapnya sekali lagi Adellia yang masih menundukkan kepalanya.
"Besok,"
Adellia mendongak, kedua matanya yang berkaca nampak dalam penglihatan Juanda saat ini.
"Besok? "
"Iya."
"Besok ngapain?"
"Kerja, sepulang sekolah gue tunggu."
Ujar juanda lantas menyodorkan sebuah kartu berisi identitas.
"Gue nggak mau."
"Sepulang sekolah."
"Udah gue bilang gue nggak mau, nanti bakal gue bayar kok."
"Pagi, jam tujuh tepat gue jemput. Nggak ada penolakan"
"Lo gila! "
Adellia mendelik, bisa-bisanya orang disampingnya ini memberi opsi yang tidak ada masuk akalnya. Adellia kan harus sekolah.
"Juanda."
"Apaan?"
Jawab Adellia emosi. Dia masih menatap sosok di sampingnya nyalang.
"Gue Juanda. Salam kenal "
Ujar juanda lantas memasang seringai mautnya.
.
.
.
Seorang pemuda tengah mendrible bola, keringatnya yang menetes tidak ia hiraukan.
"Udah bro, lo juga butuh istirahat, "
Auksa mendengus, kedua matanya tertutup rapat.
"Lo ada masalah?"
Auksa menggeleng, benarkah? Dia tak pernah mengaggap pencarian gadisnya sebuah masalah kok, ini hanyalah kesalahan.
Iya, Auksa harus tetap menyakinkan dirinya kalau semua ini hanyalah kesalahan kecil yang tidak sengaja diperbuat olehnya. Maganta Alexander, cowok bule dengan mata berwarna kebiruan itu mendengkus, walaupun sudah lama bersahabat dengan sosok Auksa, sampai saat ini dia tidak mengetahui segala hal mengenai sahabatnya. Auksa sangat tertutup dan sulit terjangkau.
Maganta memberi sebotol air mineral ke arah Auksa yang langsung disambut oleh si empu. Auksa meminumnya, lantas segera melangkahkan kaki menuju tempat duduk yang memang sudah tersedia.
"Pertandingan."
Maganta menyugar rambutnya. Matanya menyorot Auksa yang nampak gelisah walau tertutup raut dingin.
"SMA Merah Putih kembali menantang, besok jam tiga tepat "
"Heran gue Sa sama Leonarda, kayak nggak ada kapok- kapoknya dia. Padahal kan udah kita kalahin tiap tanding? "
Auksa hanya diam mendengar, dia juga heran dengan Leonarda yang tidak pernah lelah mengganggunya.
"Gimana? mau lo sanggupin nggak?
Maganta menoleh menatap Auksa langsung yang diam. Auksa menghembuskan nafasnya kasar, dia tak fokus dengan perkataan Maganta. Sosok gadis bernama Bella kembali membayanginya.
"Sanggupin aja."
"Lo tahu kan kalau kita cuman buang-buang waktu aja? Meladeni mereka yang selalu tidak puas sama dengan perbuatan bodoh."
Auksa mendongak, netranya memandang langit yang menghitam karena mendung. Cahaya rembulan meredup tertutup awan. Ia tertawa pilu.
"Apakah mencari seseorang selama setahun belakangan juga bisa disebut buang waktu? "
Maganta menoleh. Mendengar tawa Auksa yang pilu dan tak seperti biasanya tentu membuat sudut hati Maganta tercubit.
"Lo masih -"
"Iya, hahaha gue bodoh kan Ta? Udah jelas dia putusin gue karena ada yang lain, tapi gue masih aja kukuh kayk gini. "
"Sa, "
"Cuma dia Ta yang bisa buat gue bangkit dari keterpurukan gue dulu."
"Maksud lo apaan sa! Keterpurukan yang mana? "
Maganta terkejut, pasalnya ia sama sekali tak mengetahui masa lalu Auksa. Sudah ia katakan kalau Auksa itu terlalu tertutup. Mengenai Bella, seisi sekolah pun sudah tahu kalau wanita cantik bersurai lurus itu pernah mengisi relung hati Auksa. Auksa yang dingin mendadak menghangat kalau sudah berurusan dengan segala tingkah yang Bella berikan. Na'asnya, tiba-tiba saja si Bella pergi tanpa kabar.
"Masih ada cewek lain Sa. Lo ganteng, nggak akan ada yang berani nolak."
Auksa mendesis, bukan itu!
Auksa hanya masih merasa mengganjal dengan alasan Bella pergi. Semuanya terasa tidak masuk akal, Auksa mengenal Bella begitu lama, gadis berlesung pipit itu tidak akan menghianatinya begitu saja.
"Gue masuk."
Ujar Auksa lantas berdiri dari posisi duduknya.Ia melangkahkan kakinya mantap meninggalkan Maganta yang masih bingung dengan kelakuan aneh Auksa.
"Eh Sa! Mau kemana lo? Ini rumah gue goblok! nyolonong aja lo es batu, oy tungguin!Inget ini rumah punya gue! SA!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments