DIBALIK SENJA
''Pokoknya aku nggak mau satu sekolah sama Luna!''
Suara berdebum akibat hentakan sepatu kets dari seorang gadis berambut hitam legam itu terdengar nyaring ditelinga beberapa orang yang hadir diruangan.
Disana, dimeja makan yang hanya disinggahi satu gadis saja, dialah Luna. Gadis yang tidak diinginkan kehadirannya oleh saudaranya sendiri, si pemilik sepatu bernama Lula yang baru saja ia hentakkan dilantai marmer termahal.
''Ayah! Aku nggak mau sama Luna. Suruh Luna buat pindah pendaftaran di SMA lain aja.'' Ucapnya sekali lagi merengek dari ujung anak tangga teratas. Sengaja meminta pada sang Ayah karena ia tahu betapa ia begitu disayang dan disanjung oleh pria paruh baya tersebut.
''Lula, nggak semudah itu buat mengurus surat-surat pindah yang udah terlanjur di terima Nak.'' Pungkas sang Ibu menatap gamang pada Luna yang berada dimeja makan dan anak gadisnya Lula yang terus merengek secara bergantian.
''Ibu yang urus. Sejak dulu memang Ibu yang urus kan? Cuma surat perpindahan sekolah aja kok. Lagian sekolah baru kan belum buka, masih masa pendaftaran, harusnya nggak susah dong buat mengurus surat pindah dari sekolah ini ke sekolah yang lain.''
Luna meletakkan apel yang sudah habis separuh diatas meja begitu saja, ia ambil tas ranselnya kemudian berjalan mendekati Lula diatas anak tangga teratas.
''Kalau gitu, Lo aja yang urus. Gampangkan?'' Ucapnya sembari menatap sinis. Ia tinggalkan Lula dan kedua orangtuanya begitu saja untuk memasuki kamarnya. Terlalu lelah saat dimana ia harus terus mengalah.
Hari yang sangat buruk, lelah setelah mengikuti berbagai acara perpisahan disekolah lamanya, lelah mengisi surat-surat berisi pendaftarannya untuk memasuki SMA impiannya, kini saat ia ingin mengistirahatkan otak dan tubuhnya selalu ada saja yang membuatnya naik pitam.
''Lula, masa SMA kan cuma 3 tahun sayang, nggak se-lama kayak masa SD kok. Kan SMP kemarin kalian udah nggak satu sekolah. Kalau satu sekolah itu enak, satu arah juga. Nggak kasian Pak Supri yang kesana kemari.'' Ucap sang Ibu dengan lembut, ia belai anak rambut Lula dengan pelan. Sedang sang Ayah hanya menatap dari kejauhan, merasa berat juga jika harus terus menerus menyuruh anak gadis yang satunya untuk mengalah lagi.
''Ibu tahu? Aku dibully sama teman-teman karena aku punya saudara yang seperti preman.'' Keluh Lula menepuk jidatnya.
''Coba aja kalau Luna mau mengubah penampilannya saat masuk SMA, Pasti aku nggak akan kena bully.''
''Pokoknya, kalau Luna nggak mau pindah sekolah, Ibu harus ubah penampilannya supaya nggak kayak preman lagi. Dia harus sama kayak aku yang feminim ini.''
Setelah berucap, Lula beranjak meninggalkan Ibunya dianak tangga. Ia menuju kamarnya yang terletak berseberangan dengan kamar sang saudara kembar.
Sedang Ibu yang sedari tadi mendengarkan rengekan sang anak menghela nafas panjang. Merasa, sejak kecil kedua anak kembarnya itu tak pernah akur seperti anak-anak pada umumnya.
''Ayah, apa yang harus kita lakukan?'' Keluhnya pada sang suami. Ia dekati pria paruh baya yang sudah menemaninya lebih dari 20 tahun tersebut.
''Besok, ajak Luna untuk pergi ke salon. Besoknya lagi, ajari Luna untuk berdandan ala anak remaja. Besoknya lagi, ajari Luna memilih fashion yang sesuai dengan usianya.''
***
Maka, saat semua hal sudah Luna berikan untuk saudaranya. Apa yang ia miliki sejak kecil, apa yang selalu ia inginkan sejak kecil, selalu ia berikan kepada saudara kembarnya hanya karena dirinya terlahir lebih dulu daripada Lula. Meski itu hanya berselang 1 jam saja lamanya. Membuat egonya harus luruh untuk sang adik. Begitu kata orangtua yang selalu membela Lula. Merasa dirinya selalu disingkirkan.
Namun, bukankah semua manusia memiliki titik terendah, sekalipun? Memiliki lelah yang berujung? Memiliki sabar yang berbatas? Namun tetap, tidak semua harus berada dalam genggaman kita bukan?
Pagi ini, SMA Labschool sudah dibuka untuk kembali beroperasi setelah membuka pendaftaran siswa dan siswi baru. Termasuk Luna dan Lula yang sudah resmi menjadi siswa dan siswi di SMA terfavorit di kota yang ia singgahi sejak kecil tersebut.
Membuka pintu kamar dengan bersemangat, Lula sudah merasa tampil secara sempurna pagi ini. Tidak ada MOS seperti masa-masa terdahulu, maka gadis yang masih berusia 16 tahun tersebut sudah berpakaian lengkap menggunakan seragam khas SMA Labschool. Senyum ceria masih terus menghiasi wajahnya, memulai hari dengan sebuah target untuk beberapa tahun kedepan. Satu tujuannya, menyingkirkan saudara kembarnya sendiri.
Namun ketika ia membuka pintu kamarnya dengan semangat, ia dibuat tertegun ditempatnya berdiri saat ini. Mulutnya terbuka lebar dengan mata yang membelalak seperti ingin keluar dari tempatnya.
''Luna?'' lirihnya menatap tak percaya.
Diseberang kamarnya, Luna tengah berdiri persis didepan pintu kamarnya sendiri. Berpenampilan sangat berbeda dari apa yang ia kira sebelumnya. Jika dulu saat ingin berangkat sekolah Luna selalu memakai sepatu hitam dan memakai kaos kaki, maka semua itu kini sudah hilang. Diganti dengan sepatu kets hitam putih tanpa kaos kaki yang menutupi mata kaki putihnya.
Kemudian, jika saat dulu Luna selalu menguncir rambutnya dengan hiasan poni mangkuk didepan dahi, maka kini semua itu juga sudah hilang. Rambut yang dulu berwarna pirang akibat tak pernah dirawat, kini berganti menjadi hitam legam dengan bentuk ikal masih dengan aksen poni mangkuk indahnya.. Persis seperti rambut Lula saat ini, hanya saja rambut saudara Luna tersebut tidak ikal. Gadis itu lebih senang jika rambutnya lurus-lurus saja seperti idolanya, Natasha Wilona.
Jika saat dulu gadis yang dijuluki preman oleh Lula itu tak pernah memoles wajahnya sedikitpun, kini bibir pucat yang biasa ia pamerkan itu telah dipoles sedemikian indah dengan alat-alat make up yang ia dapatkan dari Ibunya.
Sangat jauh berbeda dengan Lula, sungguh kecantikan Luna memang melebihi saudara kembarnya tersebut.
Tak lupa, satu lagi yang membuat aura Luna benar-benar terpancar pagi ini. Tatapan maut yang terkesan datar dan tidak peduli siapapun, membuat Lula sedikit menyingkirkan pandangannya dari sang saudara.
''Luna? Lo dandan?'' Ucap Lula ter-gagu. Ia mendekati saudara kembarnya yang memang memiliki daya tarik tersendiri bagi siapapun yang melihatnya. Berjalan dengan perlahan, masih menatap tanpa berkedip.
''Ya, Gue dandan. Gue bakal saingi Lo disekolah baru kita!'' Ucap Luna dengan percaya diri. Ia tahu, bahwa dirinya jauh lebih sempurna diatas Lula jika mau merubah diri. Dan setelah semua yang ia korbankan untuk saudaranya itu ternyata tetap membuatnya seperti diasingkan, maka kini ia akan membalas itu semua di sekolah baru mereka.
"Gue bakal depak Lo dari posisi wanita terpopuler dan terhits disekolah. Gue akan jadi MOST WANTED di SMA Labschool."
Berlalu meninggalkan Lula dengan tatapan meremehkan, ia turun secara perlahan menuju meja makan yang sudah dihuni Ayah dan Ibunya. Berjalan dengan pelan dan anggun, persis seperti apa yang dilakukan Lula saat pertama kali memasuki sekolah baru. Hanya untuk mencari perhatian para orang-orang baru yang ia temui.
"Ayah, Ibu. Selamat pagi." Sapanya dengan senyum kecil, terkesan datar dan dingin. Ia sudah tidak mau ada drama kalah mengalah untuk saat ini.
Handoko dan Amara terdiam dari aktifitasnya melahap sarapan paginya. Menatap Luna dengan tatapan berbinar senang. Tidak sia-sia pengorbanan Amara untuk memberikan arahan ini dan itu kepada anak gadisnya.
Tak lama, disebelah Luna sudah berdiri Lula yang memasang wajah kesalnya akibat ulah Luna beberapa saat yang lalu. Dilihat secara sekilas, tidak ada yang bisa membedakan mana Luna dan mana Lula. Mereka sama.
Namun jika dilihat secara seksama, maka perbedaan itu terletak di... "Kalau Luna rambutnya ikal, kalau Lula rambutnya lurus. Kalau Luna ada poninya, kalau Lula nggak ada poninya. Cantiknya anak-anak Ibu." Ucap Amara dengan senang, ia sampai menangkup kedua tangan didepan dadanya.
Ia berjalan mendekati anak gadisnya yang sudah cantik dengan seragam putih abu-abunya.
"Ayo, kita sarapan dulu Nak."
Luna dan Lula mengangguk kemudian duduk ditempat duduk masing-masing. Jika Luna sudah melahap makananya dengan santai, maka tidak dengan Lula. Ia tatap Luna yang berada dihadapan dengan tatapan kesal, benci, dan lain sebagainya.
Tujuannya untuk merubah penampilan Luna hanya agar dia tidak dibully karena memiliki saudara kembar yang dekil dan seperti preman. Bukan untuk mengalahkan kecantikan dan kepopulerannya disekolah nanti.
Ia banting garpu dan sendok kemudian berlalu tanpa menyantap makanannya terlebih dulu. Membuat Amara dan Handoko menghela nafas gamang. Mereka tahu apa yang dirasakan Lula. Sedikit mengakui bahwa memang Luna jauh lebih cantik dibandingkan dengan Lula saat ini. Namun, bukankah itu yang diinginkan Lula?
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments