Ch. 5

Usai sudah semua berbagai bimbingan untuk para siswa dan siswi baru SMA Labschool. Semua para siswa dan siswi entah itu dari kelas bawah hingga kelas atas kini sudah berbondong-bondong menuju pagar utama untuk menanti para jemputan mereka.

Sebagian dari mereka ada yang berjalan kaki, atau membawa kendaraan sendiri. Entah itu mobil, ataupun sepeda motor. Di Sekolah terfavorit ini, tidak ada larangan bagi siapapun untuk membawa mobil atau motor untuk berangkat Sekolah. Catatan terpenting adalah, apapun yang terjadi pada kendaraan mereka, entah itu lecet karena tergores atau penyok karena terbentur, maka Sekolah tidak akan bertanggung jawab apapun.

Ketika Luna baru saja menggandeng Laras untuk mengajaknya keluar bersama menuju pagar utama, tiba-tiba saja langkah kakinya dicegat oleh Bayu, sang kakak kelas.

''Mau pulang sama Gue?'' Tawarnya menatap Luna dengan lembut. Senyum manis dibibirnya sama sekali tidak luntur barang sedetik saja sedari ia menghadang langkah kaki kedua gadis cantik tanpa embel-embel make up tebal tersebut.

''Maaf, tapi Gue udah ada jemputan.''

''Ayolah, pulang sekali aja sama Gue. Gue cuma pengen tahu rumah Lo aja kok.''

''Rumah Gue di komplek Patjitan. Gue pulang dulu ya.'' Tanpa menunggu jawaban Bayu, Luna langsung beranjak meninggalkan sang pemuda dengan terus menggandeng tangan Laras yang sedari tadi hanya diam mendengarkan.

''Kenapa Lo nolak buat pulang bareng Kak Bayu?'' Laras dan Luna duduk disebuah bangku dibawah pohon rindang yang berada tak jauh dari pagar utama. Merasa heran dengan sikap sang teman yang malah terkesan menghindar dari orang-orang terpopuler di Sekolah tersebut.

''Nggak mau, nanti gue di bully sok dekat-dekat sama mereka.''

''Mereka?'' Laras tak mengerti hingga mengernyitkan keningnya.

''Iya, mereka. Bayu dan 2 temannya dikantin tadi. Nyesel Gue dandan kayak gini.'' Keluh sang gadis, lagi-lagi membuat Laras kembali terheran.

''Emang biasanya Lo dandan kayak gimana Lun?''

''Biasanya Gue nggak dandan Laras. Rambut pun selalu Gue kuncir. Gue dandan kayak gini karena Lula yang minta, dia takut di bully karena dandanan keseharian Gue yang kayak preman.''

Laras membulatkan mulutnya sembari mengangguk-anggukkan kepalanya. Benar apa kata Luna, jika gadis itu terlihat bersama para senior, maka akan dianggap kecentilan dan lain sebagainya. Secara, gadis itu baru saja menginjakkan kakinya di SMA ini untuk yang pertama kalinya.

Laras membulatkan matanya lebar-lebar kala sebuah mobil Limousine keluaran terbaru hadir dihadapannya. Mulutnya kembali terbuka dengan mata berbinar. Sesekali ia menatap Luna, kemudian beralih menatap Limousine dihadapan.

''Kenapa Lo?'' tanya Luna tak mengerti dengan apa yang terjadi pada teman barunya.

''Ini? Ini...mobil...''

''Iya, mobil punya Bokap Gue.'' jawab Luna memotong ucapan Laras yang seperti orang gagap tak bisa bicara.

Setelah bisa menguasai dirinya dari keterkejutan, Laras tersenyum bangga pada Luna. Gadis yang diberi senyuman itu hanya mengangguk meski tak mengerti apa arti tatapan Laras padanya.

''Oh iya Luna, Gue pulang duluan ya. Angkot udah datang.''

''Nggak bareng Gue aja? Gue anter kerumah Lo sampe dalam kamar sekalian.'' tawar Luna, membuat Laras terpingkal sembari memegang perutnya.

''Nggak perlu, makasih ya tawarannya.'' ucap Laras sembari berlalu dan melambaikan tangannya kearah Luna. Gadis cantik itu berjalan menuju sebuah angkutan umum berwarna merah dan memasukinya dengan senyum mengembang.

Luna yang melihat Laras sudah melesat dibawa angkutan umum pun kini beranjak menuju Limousine kemudian memasukinya. Duduk sembari memainkan ponselnya yang sedari tadi pagi tak ia sentuh sama sekali. Sesekali kepalanya menoleh menatap kearah pagar utama tempat dimana keluarnya semua siswa dan siswi untuk pulang kerumahnya masing-masing.

''Lula mana sih, lama banget.'' gerutunya. Ia tatap sopir yang hanya berdiam didepan kemudi setir, ''Pak, apa Lula udah pulang duluan? Tapi sama siapa?'' tanya Luna membuka obrolan.

''Saya tidak tahu Nona. Tadi saat saya berangkat, Non Lula belum ada dirumah.'' jawab sang sopir yang sudah memasuki usia kepala 5 tersebut. Luna hanya mengangguk sembari terus memperhatikan pagar utama. Sorot matanya menangkap sosok pemuda yang menjadi idaman para wanita SMA Labschool. Kemudian, pemuda yang ia tatap itu berjalan meninggalkan motornya menuju Limousine yang ia tumpangi.

Karena Luna tahu pemuda itu berjalan kearahnya, maka dengan cepat gadis itu menekan tombol otomatis untuk membuka jendela mobil yang berwarna hitam tersebut.

''Kak Bara? Kenapa kesini?'' tanya Luna.

''Lo nungguin Lula ya?''

''Iya, kemana ya dia? Kak Bara tahu?'' terpaksa gadis itu harus berbaik hati bertanya ini dan itu agar mengetahui dimana keberadaan saudara kembarnya. Maka jika tidak seperti itu, ia akan langsung melesat meninggalkan tempat tersebut bahkan sebelum pemuda itu sampai menghampirinya.

''Dia pulang sama Bayu. Waktu Lo ngobrol sama Laras.''

Luna menghembuskan nafasnya jengkel. Sudah hampir satu jam ia menunggu saudaranya, malah tanpa kabar sudah pulang lebih dulu. ''Makasih ya Kak infonya, Gue pulang dulu.''

Bara mengangguk sembari tersenyum, kemudian Luna memerintahkan sang sopir untuk menjalankan mobilnya menuju rumah mewah, megah, nan menjulang tinggi bak istana.

***

Sesampainya dirumah, Luna langsung membuka pintu dan mencari keberadaan Lula untuk memarahinya. Ia menemukannya, menemukan gadis yang ia anggap manja tengah bersedekap dada disofa ruang tamu. Dihadapannya ada sang Ayah dan Ibu yang menatap kedatangannya dengan sorot mata tak biasa.

Luna menghembuskan nafasnya, menatap Lula yang tengah mengejeknya dengan menjulurkan lidahnya kearah Luna. Gadis itu tahu, pasti akan ada drama yang sudah diciptakan oleh Lula jauh sebelum gadis cantik itu dtang kerumah.

''Luna? Apa benar kamu menggoda senior-senior kamu di Sekolah?'' Luna membelalakkan matanya menatap sang Ayah. Sesekali ia menatap Lula dan Ibunya secara bergantian. Kemudian, ia kembali memasang wajah datarnya karena hanya itu yang bisa ia lakukan.

''Itu fitnah.'' tanggap Luna dengan santainya, matanya sudah tak terbelalak akibat terkejut mendengar pertanyaan sang Ayah.

''Fitnah darimana? Tadi Kak Bayu Lo suruh buat nganterin Lo pulang kan? Untung aja Kak Bayu nolak.'' ucap Lula semakin menjadi kompor.

''Kalau telinga Lo banyak conge-nya, dikeluarin dulu. Yang ada Bayu yang ngajak Gue pulang dan Gue tolak. Makanya kalau nggak tahu itu diam aja, jangan banyak cakap!''

Lula menatap Luna dengan tajam, dadanya kembang kempis karena disebut telinganya bermasalah. ''Gue denger kok apa yang Lo omongin sama Bayu.''

''Iya Lo denger, dan Lo memutar balikkan fakta. Kenyataannya Lo sendiri yang pulang sama si paling senior. Itu yang gatel Gue apa Lo?'' balas Luna tak mau lagi disalah-salahkan. Sudah dibilang, ia akan melawan apapun yang Lula ciptakan setelah memasuki SMA baru tersebut.

''Luna! Jaga bicara kamu!'' bentak sang Ayah menatap kejam dan bengis. Membuat Luna berdecih tak suka.

''Udahlah, Luna mau istirahat.'' Sudah merasa muak dengan segala kebencian sang Ayah yang selalu terpancar untuknya, demi membela Lula sang anak manja.

Luna beranjak meninggalkan ruangan tersebut dengan berlari menaiki anak tangga kemudian membanting pintu dengan keras. Membuat ketiga orang tersebut terperanjat kaget.

''Lihat tuh kelakuan anak Ayah sama Ibu, nggak pernah bisa dibilangin.'' adu Lula selalu memberi racun kepada orangtua nya agar membenci saudaranya sendiri.

''Ayah, aku boleh nggak bawa mobil sendiri buat sekolah?'' Handoko dan Amara menatap tak percaya pada putri keduanya. Membawa mobil di usia yang masih belia akan sangat membahayakan nyawa sang anak bukan?

''Nggak bisa Lula. Kamu masih kecil, belum punya KTP dan SIM.'' tolak Handoko membuat Lula berpasrah ria.

''Kalau diantar sopir? Boleh?'' tawar Lula memandang dengan binar memohon.

''Nak, kamu dan Luna kan memang diantar sopir?'' pungkas Amara membelai rambut sang putri. Ibu dua anak tersebut sangat berbeda dengan sang Ayah yang hanya memihak salah satu anaknya. Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik tersebut justru memperlakukan adil kedua anak gadisnya yang sangat ia sayangi.

''Aku mau pisah mobil sama Luna. Nggak mau sama dia, nungguin lama. Dia kebanyakan ngobrol sama temennya Bu.''

''Tegur saja kalau Luna seperti itu.'' ucap Handoko memberi saran.

''Mana mau dia mendengarkan aku.'' Handoko dan Amara saling tatap, merasa gamang dengan permintaan sang anak. Jika tujuannya sama-sama ke Sekolah, untuk apa memakai mobil dan sopir yang berbeda bukan?

Merasa sang Ayah dan Ibu merasa ragu, Lula berdiri dan menghentak sepatunya hingga Amara terhentak kaget. ''Pokoknya besok aku mau mobil dan sopir sendiri!''

BERSAMBUNG...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!