NovelToon NovelToon

DIBALIK SENJA

Ch. 1

''Pokoknya aku nggak mau satu sekolah sama Luna!''

Suara berdebum akibat hentakan sepatu kets dari seorang gadis berambut hitam legam itu terdengar nyaring ditelinga beberapa orang yang hadir diruangan.

Disana, dimeja makan yang hanya disinggahi satu gadis saja, dialah Luna. Gadis yang tidak diinginkan kehadirannya oleh saudaranya sendiri, si pemilik sepatu bernama Lula yang baru saja ia hentakkan dilantai marmer termahal.

''Ayah! Aku nggak mau sama Luna. Suruh Luna buat pindah pendaftaran di SMA lain aja.'' Ucapnya sekali lagi merengek dari ujung anak tangga teratas. Sengaja meminta pada sang Ayah karena ia tahu betapa ia begitu disayang dan disanjung oleh pria paruh baya tersebut.

''Lula, nggak semudah itu buat mengurus surat-surat pindah yang udah terlanjur di terima Nak.'' Pungkas sang Ibu menatap gamang pada Luna yang berada dimeja makan dan anak gadisnya Lula yang terus merengek secara bergantian.

''Ibu yang urus. Sejak dulu memang Ibu yang urus kan? Cuma surat perpindahan sekolah aja kok. Lagian sekolah baru kan belum buka, masih masa pendaftaran, harusnya nggak susah dong buat mengurus surat pindah dari sekolah ini ke sekolah yang lain.''

Luna meletakkan apel yang sudah habis separuh diatas meja begitu saja, ia ambil tas ranselnya kemudian berjalan mendekati Lula diatas anak tangga teratas.

''Kalau gitu, Lo aja yang urus. Gampangkan?'' Ucapnya sembari menatap sinis. Ia tinggalkan Lula dan kedua orangtuanya begitu saja untuk memasuki kamarnya. Terlalu lelah saat dimana ia harus terus mengalah.

Hari yang sangat buruk, lelah setelah mengikuti berbagai acara perpisahan disekolah lamanya, lelah mengisi surat-surat berisi pendaftarannya untuk memasuki SMA impiannya, kini saat ia ingin mengistirahatkan otak dan tubuhnya selalu ada saja yang membuatnya naik pitam.

''Lula, masa SMA kan cuma 3 tahun sayang, nggak se-lama kayak masa SD kok. Kan SMP kemarin kalian udah nggak satu sekolah. Kalau satu sekolah itu enak, satu arah juga. Nggak kasian Pak Supri yang kesana kemari.'' Ucap sang Ibu dengan lembut, ia belai anak rambut Lula dengan pelan. Sedang sang Ayah hanya menatap dari kejauhan, merasa berat juga jika harus terus menerus menyuruh anak gadis yang satunya untuk mengalah lagi.

''Ibu tahu? Aku dibully sama teman-teman karena aku punya saudara yang seperti preman.'' Keluh Lula menepuk jidatnya.

''Coba aja kalau Luna mau mengubah penampilannya saat masuk SMA, Pasti aku nggak akan kena bully.''

''Pokoknya, kalau Luna nggak mau pindah sekolah, Ibu harus ubah penampilannya supaya nggak kayak preman lagi. Dia harus sama kayak aku yang feminim ini.''

Setelah berucap, Lula beranjak meninggalkan Ibunya dianak tangga. Ia menuju kamarnya yang terletak berseberangan dengan kamar sang saudara kembar.

Sedang Ibu yang sedari tadi mendengarkan rengekan sang anak menghela nafas panjang. Merasa, sejak kecil kedua anak kembarnya itu tak pernah akur seperti anak-anak pada umumnya.

''Ayah, apa yang harus kita lakukan?'' Keluhnya pada sang suami. Ia dekati pria paruh baya yang sudah menemaninya lebih dari 20 tahun tersebut.

''Besok, ajak Luna untuk pergi ke salon. Besoknya lagi, ajari Luna untuk berdandan ala anak remaja. Besoknya lagi, ajari Luna memilih fashion yang sesuai dengan usianya.''

***

Maka, saat semua hal sudah Luna berikan untuk saudaranya. Apa yang ia miliki sejak kecil, apa yang selalu ia inginkan sejak kecil, selalu ia berikan kepada saudara kembarnya hanya karena dirinya terlahir lebih dulu daripada Lula. Meski itu hanya berselang 1 jam saja lamanya. Membuat egonya harus luruh untuk sang adik. Begitu kata orangtua yang selalu membela Lula. Merasa dirinya selalu disingkirkan.

Namun, bukankah semua manusia memiliki titik terendah, sekalipun? Memiliki lelah yang berujung? Memiliki sabar yang berbatas? Namun tetap, tidak semua harus berada dalam genggaman kita bukan?

Pagi ini, SMA Labschool sudah dibuka untuk kembali beroperasi setelah membuka pendaftaran siswa dan siswi baru. Termasuk Luna dan Lula yang sudah resmi menjadi siswa dan siswi di SMA terfavorit di kota yang ia singgahi sejak kecil tersebut.

Membuka pintu kamar dengan bersemangat, Lula sudah merasa tampil secara sempurna pagi ini. Tidak ada MOS seperti masa-masa terdahulu, maka gadis yang masih berusia 16 tahun tersebut sudah berpakaian lengkap menggunakan seragam khas SMA Labschool. Senyum ceria masih terus menghiasi wajahnya, memulai hari dengan sebuah target untuk beberapa tahun kedepan. Satu tujuannya, menyingkirkan saudara kembarnya sendiri.

Namun ketika ia membuka pintu kamarnya dengan semangat, ia dibuat tertegun ditempatnya berdiri saat ini. Mulutnya terbuka lebar dengan mata yang membelalak seperti ingin keluar dari tempatnya.

''Luna?'' lirihnya menatap tak percaya.

Diseberang kamarnya, Luna tengah berdiri persis didepan pintu kamarnya sendiri. Berpenampilan sangat berbeda dari apa yang ia kira sebelumnya. Jika dulu saat ingin berangkat sekolah Luna selalu memakai sepatu hitam dan memakai kaos kaki, maka semua itu kini sudah hilang. Diganti dengan sepatu kets hitam putih tanpa kaos kaki yang menutupi mata kaki putihnya.

Kemudian, jika saat dulu Luna selalu menguncir rambutnya dengan hiasan poni mangkuk didepan dahi, maka kini semua itu juga sudah hilang. Rambut yang dulu berwarna pirang akibat tak pernah dirawat, kini berganti menjadi hitam legam dengan bentuk ikal masih dengan aksen poni mangkuk indahnya.. Persis seperti rambut Lula saat ini, hanya saja rambut saudara Luna tersebut tidak ikal. Gadis itu lebih senang jika rambutnya lurus-lurus saja seperti idolanya, Natasha Wilona.

Jika saat dulu gadis yang dijuluki preman oleh Lula itu tak pernah memoles wajahnya sedikitpun, kini bibir pucat yang biasa ia pamerkan itu telah dipoles sedemikian indah dengan alat-alat make up yang ia dapatkan dari Ibunya.

Sangat jauh berbeda dengan Lula, sungguh kecantikan Luna memang melebihi saudara kembarnya tersebut.

Tak lupa, satu lagi yang membuat aura Luna benar-benar terpancar pagi ini. Tatapan maut yang terkesan datar dan tidak peduli siapapun, membuat Lula sedikit menyingkirkan pandangannya dari sang saudara.

''Luna? Lo dandan?'' Ucap Lula ter-gagu. Ia mendekati saudara kembarnya yang memang memiliki daya tarik tersendiri bagi siapapun yang melihatnya. Berjalan dengan perlahan, masih menatap tanpa berkedip.

''Ya, Gue dandan. Gue bakal saingi Lo disekolah baru kita!'' Ucap Luna dengan percaya diri. Ia tahu, bahwa dirinya jauh lebih sempurna diatas Lula jika mau merubah diri. Dan setelah semua yang ia korbankan untuk saudaranya itu ternyata tetap membuatnya seperti diasingkan, maka kini ia akan membalas itu semua di sekolah baru mereka.

"Gue bakal depak Lo dari posisi wanita terpopuler dan terhits disekolah. Gue akan jadi MOST WANTED di SMA Labschool."

Berlalu meninggalkan Lula dengan tatapan meremehkan, ia turun secara perlahan menuju meja makan yang sudah dihuni Ayah dan Ibunya. Berjalan dengan pelan dan anggun, persis seperti apa yang dilakukan Lula saat pertama kali memasuki sekolah baru. Hanya untuk mencari perhatian para orang-orang baru yang ia temui.

"Ayah, Ibu. Selamat pagi." Sapanya dengan senyum kecil, terkesan datar dan dingin. Ia sudah tidak mau ada drama kalah mengalah untuk saat ini.

Handoko dan Amara terdiam dari aktifitasnya melahap sarapan paginya. Menatap Luna dengan tatapan berbinar senang. Tidak sia-sia pengorbanan Amara untuk memberikan arahan ini dan itu kepada anak gadisnya.

Tak lama, disebelah Luna sudah berdiri Lula yang memasang wajah kesalnya akibat ulah Luna beberapa saat yang lalu. Dilihat secara sekilas, tidak ada yang bisa membedakan mana Luna dan mana Lula. Mereka sama.

Namun jika dilihat secara seksama, maka perbedaan itu terletak di... "Kalau Luna rambutnya ikal, kalau Lula rambutnya lurus. Kalau Luna ada poninya, kalau Lula nggak ada poninya. Cantiknya anak-anak Ibu." Ucap Amara dengan senang, ia sampai menangkup kedua tangan didepan dadanya.

Ia berjalan mendekati anak gadisnya yang sudah cantik dengan seragam putih abu-abunya.

"Ayo, kita sarapan dulu Nak."

Luna dan Lula mengangguk kemudian duduk ditempat duduk masing-masing. Jika Luna sudah melahap makananya dengan santai, maka tidak dengan Lula. Ia tatap Luna yang berada dihadapan dengan tatapan kesal, benci, dan lain sebagainya.

Tujuannya untuk merubah penampilan Luna hanya agar dia tidak dibully karena memiliki saudara kembar yang dekil dan seperti preman. Bukan untuk mengalahkan kecantikan dan kepopulerannya disekolah nanti.

Ia banting garpu dan sendok kemudian berlalu tanpa menyantap makanannya terlebih dulu. Membuat Amara dan Handoko menghela nafas gamang. Mereka tahu apa yang dirasakan Lula. Sedikit mengakui bahwa memang Luna jauh lebih cantik dibandingkan dengan Lula saat ini. Namun, bukankah itu yang diinginkan Lula?

BERSAMBUNG...

Ch. 2

Turun dari sebuah kendaraan Limousine berjenis Bentley State yang semua orang tahu bahwa harga mobil tersebut benar-benar fantatis,, Luna dan Lula menjadi pusat perhatian disekolah baru tersebut. Dari kalangan kelasnya sendiri, hingga para senior pun melirik kagum pada kendaraan yang mereka tumpangi. Terlebih, kecantikan duo kembar yang tidak bisa diragukan lagi seolah menjadi pusat perhatian kedua setelah mobil mewah yang mereka bawa.

Baru dilirik sekilas saja, siapapun akan mengetahui betapa kaya-nya seseorang yang menaiki mobil tersebut.

Setelah mobil mewah tersebut meluncur meninggalkan halaman sekolah, Lula langsung menghambur pada dua sahabatnya yang sudah menunggunya didepan gerbang.

''Akhirnya, kalian lulus juga masuk di SMA favorit para anak remaja ini.'' Ucap Lula bersenang karena dua sahabatnya yang sudah sejak berada di bangku Sekolah Dasar itu berada disatu sekolah yang sama dengannya.

''Iya dong, kita ikut kemanapun Lo melanjutkan pendidikan.'' Ucap Karina, gadis manis berambut lurus seperti Lula dengan kacamata kecil yang menghiasi mata minusnya.

''Luna sekolah disini juga? Kenapa Lo mau? Dan.....dia berubah?'' Cecar Catherine, satu sahabat Lula yang lain. Dengan rambut keriting ala mie instan mengembang, ia selalu dijuluki ratu kribo sejak masih duduk dibangku  Sekolah Dasar.

''Ya, Ibu dan Ayah nggak mau ngurus surat-surat kepindahan Luna. Dan akhirnya Gue minta sama mereka buat ngerubah penampilan Luna biar nggak kayak preman. Dan begitulah hasilnya.'' Pasrah Lula menceritakan semuanya sembari berjalan menuju mading dilorong sekolah. Hanya untuk melihat dimana letak kelas mereka bertiga.

''Tapi, Luna jadi cantik. Lo nggak takut?'' Tanya Karina sedikit ragu mengungkapkannya.

''Takut kenapa?''

''Takut kalau title Most Wanted Lo selama 2 masa sekolah berturut-turut akan hilang karena kehadiran Luna?''

''Jadi maksud Lo, Gue kalah cantik dari Luna?'' Berhenti melangkah dan menatap sahabatnya dengan skeptis.

''Lo juga cantik kok. Kalian semua cantik.'' Pungkas Catherine menutup ucapan Karina yang akan disemprot oleh Lula. Tahu, betapa tempramen-nya sahabatnya yang satu tersebut.

Tak menggubris ucapan dua sahabatnya, Lula lebih memilih untuk melanjutkan perjalanannya menuju mading yang sudah tak jauh didepan matanya.

''Semoga kita bertiga satu kelas!'' Serunya membaca satu persatu nama mereka dengan teliti.

Maka, ketika sebuah nama berderet empat sekaligus yang sangat familiar diingatan para anak remaja tersebut, ketiganya bersorak senang dengan meloncat kesana kemari seperti anak kecil.

''Akhirnya kita satu kelas!'' Seru Catherine beradu tos dengan kedua sahabatnya.

''Ah tapi ada Luna, nggak asik!'' Keluh Lula sembari terus berjalan mencari kelas mereka.

''Nggak papa, ayo cari kelasnya.'' Karina langsung menggandeng Lula dan Catherine untuk mencari kelas-kelas mereka. Tak sabar untuk menentukan tempat duduk yang menjadi favorit mereka.

***

''Hai, Gue boleh duduk disini?''

Luna menoleh ketika sebuah suara halus nan lembut menyapa indera pendengarannya. Ia berikan senyum manis dan sebuah anggukan untuk menyetujui pertanyaan sang gadis yang baru ia temui dikelas ini.

Setelah duduk disebelah Luna, gadis itu mengulurkan tangannya dengan cepat, ia ingin mendapatkan teman agar tidak bosan dengan keadaan yang lengang karena belum disambut guru sama sekali. ''Kenalin, Gue Laras. Nama Lo siapa?''

''Gue Luna, senang bisa berkenalan sama Lo.'' Ucap Luna menyambut uluran Laras dengan singkat.

''Lo cantik banget, tadi Gue lihat Lo datang sama kembaran Lo ya? Dia dikelas ini juga? Namanya siapa?''

''Terimakasih sebelumnya. Ya, dia kembaran Gue. Namanya Lula, dan dia dikelas ini juga.'' Luna tersenyum dengan canggung, merasa bahwa gadis disampingnya ini pasti akan membuat hari-harinya seperti mabuk kepayang akibat rasa kepo yang sudah diambang batas. Pasti gadis disebelahnya ini akan cerewet sepanjang waktu.

''Senang nggak sih punya saudara kembar tuh? Gue anak tunggal dan sama sekali nggak enak karena dirumah selalu sendiri. Bokap Nyokap Gue selalu kerja dari pagi sampai sore. Dan gue kesepian.'' Curhatnya kemudian membuat Luna menghela nafas panjang.

''Kenapa Lo nggak nyari teman?''

''Mana ada yang mau temenan sama Gue. Gue anak orang miskin Lun, nggak semua orang mau berteman sama Gue.''

''Gue mau kok berteman sama Lo.'' Luna mengulas senyum hangat, ia memang pusing mendengar ocehan teman barunya, namun ketika mendengar bahwa gadis itu hanyalah rakyat jelata yang dijauhi teman-temannya, maka ia bertekad untuk menjadikan gadis itu sebagai sahabatnya. Mungkin hanya gadis dihadapan ini yang akan menerimanya tanpa memanfaatkan kekayaan yang ia punya.

Gadis yang menatapnya penuh rasa kagum itu berbinar senang, ia tangkupkan tangannya didepan dada dengan senyum yang mengembang sempurna, ''Lo serius Luna? Lo nggak bercanda kan mau temenan sama Gue?''

''Gue nggak bercanda kok, Gue serius.''

''Alhamdulillah Ya Allah akhirnya ada yang mau temenan sama Laras.'' Ucapnya dengan pekikan senang.

''Lo tau nggak sih, dari tadi itu Gue udah nyari-nyari kursi kosong dan nggak ada yang mau duduk sama Gue.''

Luna melongo heran, ia sapukan pandangannya pada semua orang yang berada dikelas tersebut. Termasuk Lula yang sudah berada dikelas tersebut yang menatapnya dengan tatapan tak suka.

''Kenapa nggak mau?'' Segera mengalihkan pandang dari saudara kembarnya kemudian memandang Laras kembali.

''Gue juga nggak tahu. Udahlah, yang penting Gue udah punya temen yaitu Lo.'' Laras tersenyum manis begitupun dengan Luna. Menatap Laras dengan seksama, gadis itu menemukan kecantikan didalam diri Laras.

Ia tersenyum lirih, kemudian terdiam sembari meletakkan kepalanya diatas meja. Guru belum datang dan saatnya untuk dia terlelap sebentar.

***

Diatas rooftop tertinggi diatap gedung sekolah SMA Labschool, ada tiga pemuda bernama Bara, Bayu, dan Leo.

Ketiganya tengah menyesap hangatnya nikotin yang setelahnya merasuk kedalam paru-paru mereka.

Salah satu diantaranya tengah menatap tajam dua orang gadis yang datang menggunakan Limousine termewah dan termahal di Kota besar tersebut. Satu dari gadis yang ia tatap setelahnya beranjak begitu saja meninggalkan gadis yang satunya.

''Kalian lihat gadis kembar itu?'' ucap Bara pada kedua temannya.

''Kenapa memangnya?'' tanya Leo yang sedari tadi juga memperhatikan mereka dengan seksama.

''Salah satu dari mereka, adalah target Gue selanjutnya.'' Ucapnya penuh penekanan.

"Emang Lo kenal sama mereka?" Celetuk Bayu sembari membuang puntung rokoknya. Sesaat kemudian, ia menepuk jidatnya sendiri kemudian melirik kearah Bara yang juga tengah meliriknya dengan tajam.

"Gue adalah MOST WANTED di sekolah ini. Nggak ada yang nggak bisa Gue dapatin dan Gue cari."

"Kita taruhan. Bagaimana?" Tantang Leo menyeringai. Membuat Bara dan Bayu langsung menatapnya.

"Siapa yang bisa dapatin satu gadis itu, kalian ambil mobil Gue."

"Salah satu?"

"No. Satu, bukan salah satu. Dan Gue yang akan menentukan siapa gadis itu. Meski mereka kembar, Gue yakin pasti ada perbedaan diantara mereka."

"Deal." Sahut Bara dan Bayu menyanggupi tantangan dari Leo. Memiliki mobil bukan hal yang baru untuk mereka bertiga. Tak jauh berbeda dengan Luna dan Lula. Ketiga pemuda diatas rooftop itu terkenal dengan ketampanan dan juga kekayaan orang tua masing-masing.

Bukan pula mobil bermerk yang akan ditaruhkan Leo untuk kedua temannya yang menjadi pemicu semangat mereka menyanggupi taruhan tersebut. Bukan untuk pertama kalinya pula mereka bertaruh ini dan itu untuk mendapatkan hati seorang gadis. Jika sudah mendapatkan hati sang gadis, juga barang yang dijadikan taruhan, maka gadis itu akan dilepas begitu saja dan barang yang dijadikan taruhan akan mereka jual untuk membeli sebuah barang yang tidak berguna. Rokok dan Alkohol misalnya.

Begitulah kepribadian tiga pemuda yang sangat diagung-agungkan oleh para wanita di Sekolah tersebut. Kepribadian yang sama sekali tidak pernah terlihat oleh siapapun kecuali diri mereka sendiri.

BERSAMBUNG...

Ch. 3

Beberapa saatnya menunggu, kini para siswa dan siswi baru SMA Labschool telah berbondong-bondong menuju lapangan sekolah untuk mengenal siapa-siapa saja yang menjadi petugas disekolah, juga berbagai ekstrakurikuler yang tersedia disekolah favorit tersebut.

Termasuk Lula dan dua sahabatnya, juga Luna dan teman barunya. Sama-sama mencari tempat untuk berbaris agar bisa bersanding dibarisan bersama orang pilihan. Ini bukan urutan tempat duduknya, hanya untuk berbaris dan sedikit bercengkrama ketika pidato belum juga dimulai.

''Lo udah cari tahu tentang sekolah ini atau belum Lun?'' Tanya Laras membuka obrolan ringan, keduanya kini tengah berdiri dibawah pohon agar tidak terlalu terkena panas sinar matahari. Sengaja mengambil barisan dibelakang sendiri, mungkin bagi Luna kepanasan adalah hal yang biasa, namun bagi Laras tidak sama sekali. Tipikal gadis yang cerewet tersebut adalah senang membuat orang lain pusing dengan semua celotehannya.

''Udah kok, Gue udah cari tahu asal-usulnya.'' Ucap Luna dengan yakin.

''Bukan asal-usulnya maksud Gue Luna! Maksud Gue itu Lo udah nyari tahu tentang jabatan-jabatan disekolah ini dan ekstrakurikuler apa aja yang ada disini atau belum?'' Luna tertawa ringan mendengar kekesalan Laras.

Disanalah, Lula merasa apa yang ia takutkan mulai terjadi. Luna yang sedari dulu tidak pernah memiliki teman kini justru dengan leluasa mengumbar senyum manisnya tak peduli dimana tempatnya. Yang ia kira tatapan datar tadi pagi adalah kepribadian baru Luna, ternyata ia salah mengira. Senyum datar dan sinis itu hanya untuk dirinya seorang.

''Gue belum cari tahu apapun sih. Nanti pasti dijelaskan kok.'' Pungkas Luna menutup perbincangannya dengan sang teman karena melihat tatapan Lula yang begitu tak suka padanya. Namun ia sudah bertekad, tidak akan memperdulikan apapun yang Lula lakukan padanya. Sudah merasa cukup dengan apa yang selalu ia korbankan untuk saudara yang menurutnya tidak tahu diri tersebut.

Tak lama kemudian, seorang pria paruh baya terlihat berjalan keatas panggung sembari tersenyum hangat, Dibelakangnya banyak jajaran para guru pria dan wanita yang juga menyapa dengan menundukkan kepalanya hanya dengan satu ketukan. Lalu, dibelakang para guru-guru tersebut, berdirilah para anak muda pria dan wanita yang diyakini adalah para senior yang memiliki jabatan dibidangnya masing-masing.

''Selamat pagi, dan salam sejahtera untuk kita semua.'' Ucap sang Kepala Sekolah dengan suara lantang. Menatap anak didiknya yang dalam waktu 3 tahun kedepan akan membersamai-nya mengharumkan nama Sekolah tercintanya.

''Selamat untuk kalian semua yang saat ini sudah berada dihadapan Saya. Sungguh kalian sangat beruntung kalian bisa bergabung di SMA Labschool di Kota kita yang tercinta ini. Dari semua siswa dan siswi yang terverifikasi dan tervalidasi, kalian adalah anak-anak terbaik yang bisa masuk di SMA terfavorit ini.''

''Oleh karena itu bersyukurlah dengan cara belajar dengan giat sehingga kalian bisa lebih berprestasi di Sekolah ini.''

Kepala Sekolah tersebut terus saja menjabarkan pidato-pidato yang menurutnya sangat penting tersebut. Tentu tidak bagi sebagian siswa dan siswi yang berkumpul dilapangan tersebut. Sebagian ada yang bercerita panjang lebar, kemudian ada yang menjahili teman sebarisnya, dan lain sebagainya.

''Baiklah, sejenak saya tutup pesan-pesan penting yang saya berikan pagi hari ini untuk kalian semua.''

''Ini udah siang woi.'' Gumam Laras sangat kesal, tatapannya begitu menjengkelkan pada Kepala Sekolah dihadapan. Membuat Luna ingin terbahak. Namun tidak, gadis cantik itu tetap pada ekspresi datarnya.

''Selanjutnya akan diteruskan oleh para senior kalian yang akan menjelaskan semua tentang sekolah kita ini. Selamat pagi.'' Ucap sang Kepala Sekolah mengakhiri pidatonya di pagi hari yang sudah menjelang siang tersebut.

Maka, selepas kepergian sang pria paruh baya tersebut, datanglah para anak muda yang sangat tampan dan cantik berbaris rapi dipanggung. Salah satunya sudah menghadap sebuah microphone yang beberapa saat lalu dipakai oleh sang Kepala Sekolah.

''Selamat siang, perkenalkan nama saya Bara Pamuniaga dari kelas 12A. Saya disini selaku Ketua Osis akan menjelaskan peraturan-peraturan apa saja yang ada di Sekolah kita, termasuk kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler-nya juga.'' Ucap sang pemuda yang berada didepan michrophone tersebut dengan senyum mengembang.

Sangat jauh berbeda dari apa yang terjadi diatas rooftop beberapa saat yang lalu.

Seketika itu pula, teriakan para wanita yang berada ditengah lapangan langsung bersorak sorai, terlebih saat senyum manis terlukis untuk mereka. Memang begitulah para wanita muda jika melihat lelaki yang tampan.

Senyum manis dengan gigi gingsul disebelah kanan dan kirinya, membuat lesung pipi semakin terlihat indah dipandang mata.

''Sebelum saya menjelaskan ini dan itu, saya akan memperkenalkan kepada kalian para teman-teman satu angkatan saya yang juga memiliki peranan penting di Sekolah ini.''

''Disebelah saya sudah ada kakak kelas kalian, namanya Bayu. Bayu Kusuma Adijaya selaku wakil Ketua Osis di SMA Labschool.''

''Disebelah Bayu ada Leo si Kapten Basket kita. Leo Nuraga.''

''Disamping Leo ada Clara, si Kapten Cheerleader kita. Cleorana Clara namanya.''

''Disini saya tidak akan langsung menjelaskan, tetapi saya akan memberitahu peraturan-peraturan di Sekolah ini bisa kalian lihat di mading Sekolah dekat aula indoor. Begitu pula kegiatan-kegiatan yang masih kosong.''

Bara menatap seluruh juniornya yang senantiasa berdiri dihadapannya. Beberapa ada yang menatapnya kagum dan terkesima, beberapa ada yang terlihat biasa saja. Bara bisa melihat beberapa diantara mereka sudah ada yang mengeluh panas karena berjemur ditengah lapangan demi mendengarkan arahan-arahan sejak pagi.

''Yang merasa punya saudara kembar silahkan maju disebelah saya.'' Ucap Bara menatap Luna dan Lula secara bergantian, meski tempat mereka berdiri berjauhan namun tak sulit menemukan duo kembar yang memiliki kecantikan bak peri dari kayangan tersebut.

Lula menggigit bibir bawahnya karena senang bisa bersanding dengan sang Ketua Osis sekaligus MOST WANTED di Sekolah tersebut. Maka, sebelum Luna beranjak menuju panggung, ia pun segera berlari menuju samping Bara mendahului Luna.

Jelas tak masalah bagi Luna karena ia sama sekali tidak tertarik untuk berdekatan dengan sang Ketua Osis, dan para antek-anteknya.

Maka, setelah mereka berdua sudah berbaris menyamping disebelah Bara, sang Ketua Osis menatap Luna dan Lula secara bergantian.

''Saya memanggil kalian karena hanya kalian yang kembar disini. Supaya tidak ada yang keliru memanggil nama kalian dan sulit mengenali karena wajah kalian benar-benar sama, maka perkenalkan nama kalian masing-masing.'' Ucap Bara memberikan michrophone-nya kepada Lula yang berdiri tepat disebelahnya.

''Perkenalkan nama saya Lula Paraswati Wijaya.'' Ucap sang gadis berambut lurus dengan senyum manis mengembang yang ia perlihatkan pada teman-teman Sekolahnya. Sembari melambaikan tangannya seperti artis yang disorot banyak kamera media.

''Saya Luna Paraswati Wijaya.'' Setelah itu, Luna kembali memberikan michrophone kepada Bara yang berdiri disebelah Lula.

''Apa yang membedakan kalian agar teman-teman bisa membedakan kalian?'' Bara menyodorkan kembali michrophone-nya kearah Lula namun masih ia yang memegang benda bulat tersebut. Hal tersebut membuat hati Lula menjerit senang karena ia bisa menghirup harum aroma tubuh maskulin sang pemuda.

''Lihat saja poninya.'' Jawab Lula dengan singkat karena ia terlalu senang dan tidak bisa menyembunyikan senyum akibat hati yang berdebar. Tatapnya terus mengarah kepada Bara yang begitu menawan baginya.

'Baiklah, target selanjutnya adalah menjadi kekasih dari Bara Pamuniaga.' Batinnya menjerit dengan senang.

Semua siswa dan siswi memperhatikan Lula dan Lula yang berdiri didepan panggung. Termasuk para guru dan teman-teman Bara yang berdiri disana.

Tak ubahnya seperti para siswa dan siswi yang lain, Bara pun ikut memperhatikan Lula dan Luna secara bergantian. Ketika sorot matanya bertemu dengan Luna, ia merasa seperti ingin tersenyum. Didalam perutnya terasa ada banyak kupu-kupu yang menggelitiki-nya dari dalam hingga ia tidak bisa menahan debaran dihatinya terlalu lama. Maka, dengan mengulum senyum ia kembali mengalihkan pandangnya dengan menatap siswa-siswi dihadapan.

BERSAMBUNG...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!