Akhir Kisah Dua Semester
Arya bergegas menuruni anak tangga satu persatu. Dilihatnya jam tangan yang melingkar di tangannya. Dia sudah rapi menggunakan jas berwarna abu-abu yang senada dengan celananya. Rambutnya yang terlihat rapi karena habis dirapikan di Barber Shop terkenal langganannya.
Arya sangat gugup hingga dia melupakan sarapan paginya. Harusnya dia sudah datang ke rumah mempelai wanita untuk menjemput pengantin yang hari ini akan melaksanakan resepsi pernikahan di sebuah hotel mewah.
“Arya ... kamu gugup sekali, Nak?” sapa Bu Arni, ibu dari Arya.
“Ibu Arya ada pekerjaan, harusnya ini bukan kerjaan Arya sih, Bu. Tapi, empat sopir di kantor izin karena sedang sakit. Ibu tahu ‘kan, meski kota ini sudah sedikit aman, tapi pandemi katanya masih mengancam? Ya, sudah Arya liburkan sopir yang sedang sakit, sampai benar-benar sembuh total. Dan, hari ini Si Asep, yang harusnya mengantar pengantin, malah dia enggak berangkat. Mau siapa lagi kalau bukan Arya yang mengantarnya? Kemarin ada yang mau sewa mobil pengantin, sudah ditangani Asep, Asepnya malah sakit dan harus isolasi mandiri, Bu,” Jelas Arya dengan sedikit gugup, sambil menyesap kopi buatan ibunya.
“Jadi kamu yang mau jemput gitu?” tanya Pak Rozak, ayah sambung Arya yang sudah Arya anggap seperti ayah kandungnya sendiri.
“Ya, siapa lagi kalau bukan Arya, Pak? Lagian kantor juga sedang aman, ada Saiful yang bantuin,” jawab Arya.
“Arya ... kan masih banyak sopir lainnya?” ujar Bu Arni.
“Ibu ... sudah pada berangkat ke luar kota semua sopir yang lain, di kantor hanya ada Satpam, Saiful, dan Arya. Enggak mungkin Arya nyuruh Saiful jemput pengantin, dia belum bisa nyopir jauh-jauh, kan? SIM aja dia belum punya?” jelas Arya.
“Ya sudahlah, kamu hati-hati ya, Nak?”
“Ya ampun ibu ... paling ke Hotel terdekat sini saja kok? Lagian bapak juga pasti kenal dengan yang punya hajat?” ucap Arya.
“Siapa, Ar?” tanya Pak Rozak.
“Itu Pak Hermawan, pengusaha batik dari Pekalongan. Yang memiliki beberapa butik di sini khusus kain batik,” jawab Arya.
“Oh, iya bapak tahu, sepertinya dia juga punya beberapa ruko di Tanah Abang yang khusus jualan batik-batik asli dari Pekalongan. Semua karyawan Pak Hermawan juga kebanyakan orang pekalongan,” jelas Pak Rozak.
“Bapak kenal dengan orangnya?” tanya Bu Arni.
“Kenal nama saja, Bu. Dia kan konglomerat, anak semata wayangnya katanya model, baru lulus kuliah di Harvard University.” Jawab Pak Rozak.
“Keren ya, Pak?” ucap Bu Arni.
“Pak, Bu, Arya pamit dulu, ya? Sudah mau jam tujuh, takut kena macet, soalnya jam delapan harus sudah stay di Hotelnya,” pamit Arya.
“Ya sudah, hati-hati kamu, Ar. Jangan lupa nanti sarapan,” ujar Pak Rozak.
“Tenang, Pak. Di sana bakalan banyak makanan enak, kok,” ujar Arya.
Meski Arya juga seorang pengusaha muda yang sukses, dia tidak pernah gengsi untuk melakukan pekerjaan yang seharusnya sudah bukan pekerjaannya lagi. Memang dia dulu mantan driver travel luar kota, dan setelah mendapatkan modal dari penjualan tanah warisan Pak Rozak, Arya mulai mengembangkan usahanya. Dia mulai membuka rental mobil, lalu berkembang hingga dia memiliki armada lain, seperti jetbuz dan mobil lainnya untuk taksi online. Arya juga sudah memiliki taksi online atas namanya sendiri, yang dikelola bersama Pak Rozak. Meski ayah sambung, Pak Rozak dan Arya sangat akrab, dan sangat kompak mengembangkan bisnisnya mulai dari nol.
Kehidupan Arya mulai berangsur membaik setelah dia bertemu sosok laki-laki yang baik seperti Pak Rozak. Itu mengapa Arya setuju kalau Pak Rozak menikahi ibunya yang sudah lama sendiri, dan membesarkan Arya sendiri tanpa sosok laki-laki di sampingnya. Setelah lulus SMA, Pak Rozak menikahi ibunya Arya, dan kehidupannya berangsur membaik. Ekonomi keluarga Arya berhasil diperbaiki sedikit demi sedikit.
Arya melajukan mobilnya menuju kediaman keluarga Hermawan. Sesampainya di depan rumah Pak Hermawan, dia mengerutkan keningnya. Pintu gerbang di rumah megah itu hanya separuh yang terbuka. Di halaman rumah itu tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa mobil saja, seperti tidak ada hajatan sama sekali, mungkin karena acaranya nanti akan di gelar di balroom hotel. Dan di rumahnya hanya diadakan ijab qobul saja.
“Ah, masa iya mau ada acara pernikahan? Apa mungkin karena acaranya akan diadakan di Balroom Hotel? Tapi, meski demikian, biasanya tetap ramai di rumahnya? Aku kan tidak sekali dua kali mengantar pengantin?” Arya melirih sambil matanya terus menerawang halaman rumah mewah itu.
Arya melihat dua Satpam menghampirinya. Arya turun dari dalam mobilnya, dia pun penasaran, betul atau tidak ini rumah Pak Hermawan.
“Selamat siang, Pak? Ada yang bisa kami bantu?” tanya salah satu satpam tersebut.
“Selamat siang, Pak. Apa benar ini kediaman Pak Hermawan, yang kemarin memesan mobil pengantin?” tanya Arya pada Satpam rumah.
“Oh iya, betul, Pak. Tapi, acara akad nikahnya belum di mulai, Pak. Paling sebentar lagi, menunggu penghulu datang. Maklum musim kawin kali ya, Pak? Jadi penghulunya bergilir,” jawab Satpam tersebut.
“Ah, bisa jadi seperti itu, Pak. Jadi ini masih lama, Pak?” tanya Arya.
“Iya kayaknya, tapi gak tahu juga sih, Pak. Ini padahal sudah mau jam delapan, harusnya ijab qobul tadi jam tujuh. Apa mungkin penghulunya belum bangun?” jawab Satpam satunya dengan terkekeh.
“Bapak ada-ada saja, kalau kiranya masih agak lama, saya mau cari minuman dulu di mini market sana, Pak. Sambil menunggu, kan dari mini market itu kelihatan dari sini,” ucap Arya.
“Oh, baik, Pak. Silakan,” jawab Satpam tersebut.
Arya melajukan mobilnya ke mini market yang dekat dengan rumah Pak Hermawan. Dia membeli beberapa minuman dan roti. Baru kali ini dia meninggalkan sarapan di rumah karena buru-buru supaya tidak terlambat menjemput pengantin. Ternyata malah acara ijab qobulnya saja belum dimulai. Arya kembali masuk ke dalam mobil. Dia memakan roti yang ia beli tadi, dengan meminum susu uht rasa cokelat kesukaannya. Dia mengambil gambar roti dan susu itu dengan ponselnya, lalu ia kirimkan pada ibunya lewat Whatsapp.
“Bu, kalau tahu acaranya belum di mulai, tadi aku sarapan nasi goreng buatan ibu. Akhirnya Arya kelaparan gini, Bu.”
Arya menuliskan pesan tersebut pada ibunya. Ibunya adalah teman terbaik untuk Arya. Setiap hal apa pun dia pasti menceritakan pada ibunya, dia selalu jujur dan tidak pernah membantah ibunya sama sekali. Bahkan dia sampai rela putus dengan kekasihnya lantaran keluarga dari mantan kekasihnya menjelekkan ibunya. Arya paling tidak suka kalau ibunya disakiti oleh orang lain. Karena bagi Arya ibunya adalah segalanya untuk Arya. Tempat bercanda, bermanja, dan berkeluh kesah.
“Ibu kan bilang, sarapan dulu, kamu malah gugup seperti itu. Sudah kamu hati-hati, nanti harus makan nasi kalau sudah di tempat acara.”
“Siap ibu ... I Love You ....”
“Love you too, Sayang ....”
Arya menaruh ponselnya di jok sebelahnya. Dia kembali menikmati roti dan susu uht rasa cokelatnya, sambil mendengarkan musik di dalam mobil. Tidak sengaja lagu yang menjadi kenangan dengan mantan kekasihnya yang bernama Naira itu terputar di daftar playlist.
“Nai, kamu baik-baik saja, kan? Bagaimana kabar kamu saat ini, Nai? Apa kamu sudah mendapatkan penggantiku? Tapi, aku rasa kamu belum mendapatkannya, kalau sudah, tidak mungkin seminggu sekali kamu menghubungiku?” Ucapnya melirih dengan memejamkan mata menikmati lagunya.
Ingatannya tentang Naira terus berputar di otaknya. Arya mengenang masa-masa indah dengan mantan kekasihnya yang sangat ia cintai, dan sampai sekarang pun masih ada cinta untuk Naira. Tapi, dia mengingat bagaimana ayah Naira yang mengolok-olok ibunya. Memang saat itu, Arya belum sesukses sekarang ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
ku nyimak dulu mom
apa kabar nya keluarga rahim penganti mom kangen juga ya cuma baru ketemu sekarang 😅😅🙏🏻
2023-02-19
0
Hany Honey
yuk ramaikan yuk....
2023-02-18
2