Chapter 4 - Perkenalan

Arya sudah berada di rumah makan padang bersama Santi. Sudah hampir satu hari mereka bersama, tapi mereka belum juga mengenal satu sama lain. Arya belum tahu siapa nama wanita yang duduk di depannya, pun Santi, dia juga belum tahu siapa nama sopir mobil pengantin yang mau mengantar dia minggat dari rumahnya.

“Ehem ... gak usah gitu kali lihatnya, Pak?” Santi berdehem saat melihat Arya yang menatap dirinya tanpa berkedip.

“Siapa yang lihatin kamu? Ya saya emang lihat kamu lagi makan sih? Kamu pasti laper banget, ya?”

“Udah tau nanya?” jawab Santi. “Aku  belum makan dari semalam! Pusing mikir bagaimana gagalin pernikahanku dengan om-om itu!” imbuh Santi.

“Ini benar kamu sedang hamil?” tanya Arya serius.

“Iya, aku hamil. Tapi, kekasihku gak mau bertanggung jawab, tadi pagi sebelum aku kabur, aku meminta dia lagi untuk bertanggung jawab dan menikahiku, tapi dia tetap kekeh, gak mau tanggung jawab,” jawab Santi.

“Kenapa kok gak mau tanggung jawab?”

“Dia bilang, dia ingin bebas. Enggak mau terikat. Intinya dia mau tanggung jawab untuk materi saja. Selama aku hamil sampai melahirkan, keperluanku ditanggung dia, tanpa mau menikahiku. Sedang kedua orang tuaku, mereka tidak ingin anakku lahir tanpa ayah. Meski nantinya setelah melahirkan aku dan dia bagaimana, asal dia mau menikahiku. Tapi, sayangnya dia menolak permintaan papa dan mama untuk menikahiku, dan pada akhirnya, mama dan papa membayar orang untuk menikahiku. Aku tidak mau, karena ini kesalahan aku dan kekasihku, aku tidak mau orang lain ikut bertanggung jawab atas apa yang aku perbuat dengan kekasihku, meski orang itu dibayar banyak oleh papa. Lebih baik aku tidak menikah, aku kabur, dan aku rawat anak ini sendiri,” jelas Santi.

“Tapi, kasihan anak kamu nantinya. Harusnya kamu mau saja, untung ada orang yang mau, meski dengan cara yang salah, seenggaknya anak kamu lahir ada ayahnya, meski bukan ayah kandungnya,” tutur Arya. “Sorry nih, aku dari tadi baru sadar, ternyata bicaranya pakai aku kamu,” imbuh Arya.

“Iya, Gak apa-apa, santai saja, kan jadi lebih akrab,” jawab Santi.

“Lalu gimana? Keputusan kamu tetap mau kabur?” tanya Arya.

Arya tidak sadar kalau dirinya sudah tidak memanggil non lagi pada Santi. Arya saat ini merasa kalau bicara soal ini harus ada keakraban, dan tidak usah seformal tadi, memanggil Santi dengan panggilan nona. Beruntung Santi pun satu pemikiran dengannya, agar lebih akrab katanya.

“Sudahlah, aku malas bahas ini. Sekarang sudah terlanjur sampai sini, dan aku sudah berniat akan tinggal di sini, mungkin aku nanti akan cari orang, ya seperti ART gitu, biar bisa menemani aku, dan membantu mempersiapkan kebutuhanku selama aku kabur di sini,” ucap Santi.

“Tapi, kasihan anakmu, dia harus lahir tanpa sosok ayah, tidak mendapat perhatian dari sosok ayah, dan dewasa tanpa sosok ayah. Kamu tahu anak yang ada di posisi seperti itu rasanya bagaimana? Sakit, apalagi kalau ibunya dari keluarga biasa saja, ya mungkin kamu banyak harta, usaha kamu banyak, dan siapa yang gak kenal Arya Hermawan? Seorang konglomerat, uang mengalir seperti air setiap hari, aset usaha di mana saja, jadi pikiran kamu egois, mau membesarkan anak kamu sendiri tanpa seorang ayah. Tapi, kamu belum merasakan kenyataannya nanti seperti apa, jadi kamu pikirkan lagi baik-baik. Ya anggap saja kaburmu ini menjadi bahan renungan dirimu. Pikirkan baik-baik dengan pikiran dingin dan tenang, mumpung kamu di sini, tidak ada yang ganggu, kamu pasti bisa mikir jernih, bagaimana untuk menyelesaikan masalah kamu,” tutur Arya.

“Makasih untuk nasihatnya, Pak. Mungkin benar aku egois, tapi aku hanya ingin dia yang bertanggung jawab. Dia ayah dari bayi ini, dan aku sangat mencintainya, tidak mungkin aku menikah dengan orang lain, meski dia menyayangi anakku seperti anaknya, mencintai aku, tapi aku ingin dia, aku masih mencintai dia, apa bisa aku hidup seperti itu?” ucap Santi dengan mata berkaca-baca.

“Ya susah sih kalau udah cinta. Tapi, hidup itu harus realistis lah, untuk apa kita masih saja mengharap orang yang tidak mau bertanggung jawab? Kamu pikirkan baik-baik, kamu bukan hanya butuh uang untuk menjalani kehidupan kamu setelah anak kamu lahir, kamu juga butuh seseorang yang nantinya bisa merawat dan menyayangi anakmu, juga kamu. Tentunya laki-laki yang bertanggung jawab,” tutur Arya. “Sudah jangan nangis, nih usap air mata kamu.” Arya memberikan tissue pada Santi.

“Makasih, untuk nasihatnya, dan untuk tissuenya,” ucap Santi.

“Ini ngomong-ngomong kita udah panjang kali lebar cerita, tapi kita belum saling kenal?” ucap Arya.

“Iya juga ya, Pak? Nama bapak siapa? Aku Santi.” Santi memperkenalkan dirinya pada Arya dengan mengulurkan tangannya.

“Jangan panggil, Pak. Apa aku sudah kelihatan tua sekali? Aku Arya.” Arya membalas uluran tangan Santi, mereka saling berjabat tangan.

“Ya belum tua banget, sih? Ya sudah aku panggil siapa? Mas Arya, atau?”

“Arya saja,” tukas Arya.

“Oke, salam kenal Arya.”

“Salam kenal juga Santi,” ucap Arya.

“Oke, sekarang habiskan makanan kamu, nanti kita cari baju untuk kamu, cari perlengkapan untuk kamu, untuk kebutuhan kamu sehari-hari,” ucap Arya.

“Oke, makasih sudah nganterin aku kabur sejauh ini,” ucap Santi.

“Sama-sama, Santi,” jawab Arya.

Arya masih memikirkan Santi akan tinggal di mana, apa dia bisa tinggal sendirian nantinya, hanya dengan ART-nya saja? Arya pamit ke toilet pada Santi. Santi hanya mengangguk, dan melanjutkan makannya.

Arya tidak ke toilet, melainkan dia menghubungi rumah milik eyangnya yang sudah diwariskan pada Arya. Padahal eyang dari bapak sambungnya, tapi memang Arya cucu satu-satunya, meski cucu sambung, jadi dia yang menerima warisan dari eyangnya. Dan, rumah itu sekarang sudah menjadi hak miliknya.

“Baik, Mbak. Bisa kan melaksanakan apa yang aku perintahkan tadi? Dan, saya ingatkan, tidak usah bilang sama ibu dan bapak soal ini.”

Arya mengakhiri telefonnya dengan penjaga di rumahnya yang sudah bekerja bertahun-tahun di rumah Arya.

Arya kembali ke mejanya. Dia melihat Santi yang baru saja selesai makan, dan membersihkan sisa makannya di mulut menggunakan tissue. Arya percaya kalau Santi benar hamil, postur tubuhnya sudah sangat jelas kalau Santi sedang hamil, apalagi perutnya juga sudah kelihatan membuncit karena kebaya yang Santi pakai terlalu ketat.

“San, kita langsung cabut, yuk? Kamu butuh ganti pakaian, kebayamu ketat, kasihan anak kamu di perut,” ucap Arya.

“Ehm ... iya sih ini ketat sekali. Oke kita ke mana?”

“Ke toko baju, cari baju-baju longgar untuk kamu, daster atau apa, ya sama perlengkapan kamu lainnya, misal underware mungkin?” jawab Arya.

“Oke, yuk,” ajak Santi.

Arya membukakan pintu mobilnya yang bagian depan. Kening Santi mengerut, melihat Arya membukakan pintu yang bagian depan.

“Kenapa? Ayo masuk?” titah Arya.

“Kok di depan?”

“Aku bukan sopir kamu, jadi sekarang kamu duduk di depan,” jawab Arya.

“Oke, gak masalah.” Santi duduk di jok sebelah Arya.

Arya melajukan mobilnya menuju ke toko baju, sebelum dia ke rumahnya. Arya juga masih memikirkan bagaimana caranya dia bilang dan alasan pada Santi untuk mengajak Santi tinggal di rumahnya.

Sesampainya di toko baju, Santi memilih baju yang cocok dan nyaman untuk dipakai dirinya. Dia memilih berberapa stelan baju tidur, kaos, celana pendek, daster, underware, dan lainnya yang ia butuhkan. Beruntung toko tersebut menjual bermacam-macam model baju, dan juga ada perlengkapan mandi juga.

“Sudah, yuk? Kita ke kasir?” ajak Santi.

“Sudah, enggak ada yang kelupaan?” tanya Arya.

“Udah sih, kalau kurang nanti kan bisa beli di tempat lain setelah aku menemukan rumah untuk tempat tinggal,” jawab Santi.

“Ya sudah yuk ke kasir.”

Arya melarang Santi membayar belanjaannya. Arya yang membayar semua apa yang Santi beli tadi.

“Ar, jangan gitu?”

“Sudah nurut saja. Yuk buruan, keburu petang, orang hamil jangan pergi-pergi kalau udah mau maghrib,” ucap Arya lirih.

“Lalu kita mau ke mana?”

“Aku sudah menemukan rumah, aku tadi udah cari-cari di iklan, ada rumah yang disewakan di daerah dekat sini, aku sudah chat orangnya. Buruan, biar cepat sampai, biar kamu bisa istirahat,” jawab Arya.

“Kok kamu cepet banget dapat infonya?” tanya Santi penasaran.

“Ya, kan aku orang jalanan. Aku seorang sopir travel, pernah jadi tukang ojek, sering juga nganterin orang ziarah ke sini, jadi ya aku tahu dikit-dikit daerah sini,” jawab Arya.

Memang kenyataannya seperti itu, dan beruntung Santi tidak terlalu curiga dan tanya-tanya terus soal pekerjaannya. Karena memang, mungkin pekerjaan Arya memang nyata seperti itu.

Episodes
1 Chapter 1 – Menjadi Sopir Dadakan
2 Chapter 2 – Pengantin Minggat
3 Chapter 3 – Si Utun Kelaparan
4 Chapter 4 - Perkenalan
5 Chapter 5 – Menikahlah Denganku
6 Chapter 6 – Balada Nasi Megono
7 Chapter 7 – Dua Semester Saja
8 Chapter 8 – Keputusan Santi
9 Chapter 9 – Kepulangan Arya Ke Jakarta
10 Chapter 10 – Niat Baik Arya
11 Chapter 11 – Meminta Restu
12 Chapter 12 – Gaun Pengantin
13 Chapter 13 – Calon Suami Dadakan
14 Chapter 14 – Curhatan Masa Lalu
15 Chapter 15 - Kencan
16 Chapter 16 – Mulai Curiga
17 Chapter 17 – Sebatas Figuran
18 Chapter 18 – Bos Dadakan
19 Chapter 19 – Mertua Yang Baik
20 Chapter 20 – Ipul Yang Kelaparan
21 Chapter 21 – Hitam Di Atas Putih
22 Chapter 22 – Perjanjian Dua Semester
23 Chapter 23 – Oky Jelly Drink Penunda Lapar
24 Chapter 24 – Jangan Kegeeran
25 Chapter 25 – Makin Ke Sini Makin Aneh
26 Chapter 26 – Seperti Suami Istri Betulan
27 Chapter 27 – Tidak Bisa Melawan Restu
28 Chapter 28 – Mantan Kekasihnya Kembali
29 Chapter 29 – Korban Keegoisan
30 Chapter 30 – Mulai Hidup Baru
31 Chapter 31 – Kamu Hanya Istri Sewaan
32 Chapter 32 – Tidak Ada Anak Haram
33 Chapter 33 – Garis Khatulistiwa
34 Chapter 34 – Selamat Tinggal Masa Lalu
35 Chapter 35 – Perempuan Paling Beruntung
36 Chapter 36 – Aku Akan Belajar Mencintaimu
37 Chapter 37 – Mencintai Dalam Hati
38 Chapter 38 – Membeli Perlengkapan Bayi
39 Chapter 39 - Persalinan
40 Chapter 40 – Denganmu Aku Sempurna
41 Chapter 41 – Belajar Memasak
42 Chapter 42 - Aku Tidak Mau Berdebat Dengan Papa
43 Chapter 43 - Buah Jatuh Tidak Jauh Dari Pohonnya
44 Chapter 44 - Permintaan Naira
45 Chapter 45 - Goresan Masa Lalu Kelam
46 Chapter 46 - Tidak Akan Terganti
47 Chapter 47 - Membahagiakan Orang Yang Aku Cintai
48 Chapter 48 - Berutang Nyawa
49 Chapter 49 -
50 Chapter 50 - Aku Harus Melepaskanmu
51 Chapter 51 - Pura-Pura Mencintai
52 Chapter 52 - Rencana Hermawan dan Rozak
53 Chapter 53 - Tamu Misterius
54 Chapter 54 - Terhanyut Dalam Kerinduan
55 Chapter 55 - Terlalu Egois
56 Chapter 56 - Meminta Kembali
57 Chapter 57 -
58 Chapter 58 - Surat Gugatan
59 Chapter 59 - Pertengkaran Sengit
60 Chapter 60 - Kejutan Yang Sia-Sia
61 Chapter 61 - Mengunjungi Rumah Zahra
62 Chapter 62 (The End) - Tak Akan Pernah Tergantikan
Episodes

Updated 62 Episodes

1
Chapter 1 – Menjadi Sopir Dadakan
2
Chapter 2 – Pengantin Minggat
3
Chapter 3 – Si Utun Kelaparan
4
Chapter 4 - Perkenalan
5
Chapter 5 – Menikahlah Denganku
6
Chapter 6 – Balada Nasi Megono
7
Chapter 7 – Dua Semester Saja
8
Chapter 8 – Keputusan Santi
9
Chapter 9 – Kepulangan Arya Ke Jakarta
10
Chapter 10 – Niat Baik Arya
11
Chapter 11 – Meminta Restu
12
Chapter 12 – Gaun Pengantin
13
Chapter 13 – Calon Suami Dadakan
14
Chapter 14 – Curhatan Masa Lalu
15
Chapter 15 - Kencan
16
Chapter 16 – Mulai Curiga
17
Chapter 17 – Sebatas Figuran
18
Chapter 18 – Bos Dadakan
19
Chapter 19 – Mertua Yang Baik
20
Chapter 20 – Ipul Yang Kelaparan
21
Chapter 21 – Hitam Di Atas Putih
22
Chapter 22 – Perjanjian Dua Semester
23
Chapter 23 – Oky Jelly Drink Penunda Lapar
24
Chapter 24 – Jangan Kegeeran
25
Chapter 25 – Makin Ke Sini Makin Aneh
26
Chapter 26 – Seperti Suami Istri Betulan
27
Chapter 27 – Tidak Bisa Melawan Restu
28
Chapter 28 – Mantan Kekasihnya Kembali
29
Chapter 29 – Korban Keegoisan
30
Chapter 30 – Mulai Hidup Baru
31
Chapter 31 – Kamu Hanya Istri Sewaan
32
Chapter 32 – Tidak Ada Anak Haram
33
Chapter 33 – Garis Khatulistiwa
34
Chapter 34 – Selamat Tinggal Masa Lalu
35
Chapter 35 – Perempuan Paling Beruntung
36
Chapter 36 – Aku Akan Belajar Mencintaimu
37
Chapter 37 – Mencintai Dalam Hati
38
Chapter 38 – Membeli Perlengkapan Bayi
39
Chapter 39 - Persalinan
40
Chapter 40 – Denganmu Aku Sempurna
41
Chapter 41 – Belajar Memasak
42
Chapter 42 - Aku Tidak Mau Berdebat Dengan Papa
43
Chapter 43 - Buah Jatuh Tidak Jauh Dari Pohonnya
44
Chapter 44 - Permintaan Naira
45
Chapter 45 - Goresan Masa Lalu Kelam
46
Chapter 46 - Tidak Akan Terganti
47
Chapter 47 - Membahagiakan Orang Yang Aku Cintai
48
Chapter 48 - Berutang Nyawa
49
Chapter 49 -
50
Chapter 50 - Aku Harus Melepaskanmu
51
Chapter 51 - Pura-Pura Mencintai
52
Chapter 52 - Rencana Hermawan dan Rozak
53
Chapter 53 - Tamu Misterius
54
Chapter 54 - Terhanyut Dalam Kerinduan
55
Chapter 55 - Terlalu Egois
56
Chapter 56 - Meminta Kembali
57
Chapter 57 -
58
Chapter 58 - Surat Gugatan
59
Chapter 59 - Pertengkaran Sengit
60
Chapter 60 - Kejutan Yang Sia-Sia
61
Chapter 61 - Mengunjungi Rumah Zahra
62
Chapter 62 (The End) - Tak Akan Pernah Tergantikan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!