Arya sudah sampai di depan rumah sederhana peninggalan eyangnya. Mungkin sudah puluhan tahun dia tidak mendatangi rumah ini. Tapi, dia selalu menyuruh orang merawatnya, jadi terlihat masih bagus dan terawat. Apalagi setiap setahun sekali Arya menyuruh orang untuk merenovasi rumahnya itu.
“Ayo Santi, kita turun,” ajak Arya.
“Ini rumahnya? Ini bagus sih, uang sewa setahunnya berapa?” tanya Santi.
“Udah gak usah mikir itu, yang penting kamu sudah dapat tempat persembunyian, dan itu nyaman untuk kamu,” jawab Arya.
“Ya gak gitu dong konsepnya, Pak Arya?”
“Sudah turun, dan jangan panggil pak lagi,” ucap Arya.
Santi turun dari dalam mobil, kedatangan mereka disambut oleh sepasang suami istri yang bekerja merawat rumah Arya. Mereka menyambut dengan ramah, dan seperti yang sudah Arya rencanakan, kalau dia tidak harus pura-pura tidak mengenali Arya.
“Selamat sore, Pak, Bu. Saya Arya, dan ini istri saya, Santi.” Arya memang sudah menyeting semua seperti itu, padahal mereka berdua tahu kalau Santi orang yang Arya tolong.
“Eh, maksud kamu?”
“Ah ayo pak, bu, silakan masuk. Silakan lihat dulu bagaimana rumahnya.” Penjaga rumah milik Arya mempersilakan mereka masuk ke dalam untuk melihat-lihat isi rumahnya.
Santi masih terlihat kesal dengan Arya yang mengaku pada kedua orang itu kalau mereka suami istri.
“Kamu apa-apaan sih, Ar?” tanya Santi lirih namun menekan.
“Ya gak apa-apa. Aku takut mereka curiga, kamu itu hamil, masa iya kita gak ngaku suami istri, mikir dong?!” jawab Arya.
“Iya juga sih, tapi ya gak gitu juga kali?” protes Santi.
“Udah, gak usah banyak protes!” tegas Arya.
“Pak, Bu, ini kamar utama, itu kamar tamu, sebelah sana dapur, sebelahnya kamar mandi luar. Silakan dilihat-lihat dulu, Pak, Bu.”
“Oke, semuanya baik, dan nyaman sepertinya. Saya jadi ambil, nanti uang saya transfer ke rekening bapak saja,” ucap Arya.
“Baik, Pak.” Jawabnya.
“Oh iya, Pak. Bisa minta tolong carikan ART untuk bekerja di sini?” tanya Arya.
“Oh masalah itu gampang, Pak. Anak saya juga mau kerja di sini, dia baru saja keluar kerja di majikannya. Nanti saya bilang, biar dia ke sini menemui bapak kalau mau,” jawabnya.
“Baik, Pak. Terima kasih untuk bantuannya,” ucap Arya,
Setelah orang suruhan Arya pergi, Santi menarik tangan Arya dan memarahi Arya soal dirinya yang semena-mena mengaku suami istri.
“Kamu apaan sih, Ar?!”
“Sudah jangan protes. Aku akan tinggal di sini, supaya warga percaya kalau kita suami istri. Aku gak mau kamu jadi bahan gunjingan orang di sini, Santi. Ya sih di sini aman, tidak ada orang bergosip, jauh dari kerumunan warga, tapi tetap aja waspada,” jelas Arya.
“Tapi gak gitu juga kali?”
“Lalu maunya? Kamu mau orang berpikiran buruk tentang kamu? Terus kamu jadi stres, dan berimbas pada anakmu?”
“Ya gak tau sih?”
“Santi, menikahlah denganku.” Ucapan Arya membuat Santi menajamkan matanya. Tidak pernah Arya sangka akan mengatakan hal seperti itu pada wanita yang ia baru kenal. Itu semua karena Arya tidak mau anak Santi lahir tanpa sosok ayah.
Plak ....
Santi menampar Arya setelah Arya mengatakan kalau dirinya ingin menikahi Santi.
“Kamu mau jebak aku? Kamu mau manfaatin aku?!” sarkas Santi.
“Bukan gitu, Santi, bukan itu maksudku. Aku hanya gak ingin anak kamu bernasib sama seperti aku, tidak pernah mendapatkan perhatian dari sosok ayah. Sampai detik ini, aku tidak tahu siapa ayahku, ibuku hamil, dan ayah malah pergi dengan perempuan simpanannya yang tengah hamil juga! Aku tidak mau ada anak yang bernasib sama sepertiku,” ucap Arya.
“Tidak seharusnya kamu seperti itu, Arya? Aku bisa membesarkan anak ini sendiri, tanpa suami! Gak usah sok jadi pahlawan kesiangan! Aku gak butuh itu!” tegas Santi.
“Semua wanita yang sedang sakit hati mungkin akan bicara yang sama dengan kamu, tapi kamu juga harus mikir untuk masa depan anak kamu?”
“Cukup, Ar!”
“Sorry, sudah, jangan marah. Lagian tidak mungkin kamu mau menikah dengan seorang sopir, aku hanya bercanda, jangan dimasukan ke hati.” Ucap Arya, dia sebenarnya berniat baik untuk menikahi Santi, tapi dia tahu itu terlalu cepat.
Bukan karena Arya suka atau mau memanfaatkan Santi. Dia mau menikahi Santi karena dia tidak ingin anak Santi bernasib seperti dirinya.
“Bercandamu gak lucu tau!” tukas Santi kesal.
“Sudah, aku buatkan kamu susu dulu, lalu kamu istirahat. Untuk beberapa hari aku tinggal di sini, aku sudah izin dengan bosku,” ucap Arya.
“Terserah kamu,” ucap Santi.
“Hmmm ... sana mandi lalu istirahat!”
“Iya!” jawabnya dengan kesal.
Arya menggeleng sambil menatap Santi yang berjalan dengan cepat. Seperti orang yang sedang tidak hamil. Arya benar-benar tidak mengerti apa yang ada di pikiran Santi saat ini. Arya memang tidak ingin anak Santi bernasib seperti dirinya, yang lahir tanpa ayah. Menjadi bahan ejekan teman-temannya dulu saat sekolah, karena ibunya seorang janda dan ekonominya juga buruk.
“Bu, maafin Arya, Arya bohong sama ibu. Maafin Arya, jika suatu hari Arya menikahi Santi. Arya menikahinya bukan karena Arya mencintainya, cinta Arya masih utuh untuk Naira, tapi mengingat kejadian dulu saat orang tua Naira mengolok-olok ibu, mengungkit masa lalu ibu, Arya masih belum terima soal itu. Arya menikahi Santi, karena Arya tidak mau ada anak yang bernasib sama dengan Arya,” gumam Arya.
Arya membuatkan susu hamil untuk Santi. Sebelum sampai ke rumah, tadi dia mampir ke mini market untuk belanja susu, buah, dan beberapa cemilan untuk Santi. Entah ada angin apa dia baik sekali dengan perempuan yang baru saja dia kenal beberapa jam yang lalu.
Arya membawakan susu hamil untuk Santi. Dia mengetuk pintu kamar Santi, dan terdengar Santi berteriak menyuruh dia masuk ke dalam kamarnya.
“Santi, jangan tidur mau menjelang maghrib, kata orang tua gak baik orang hamil tidur menjelang maghrib,” tutur Arya.
“Sok tau, lo!” jawabnya dengan kesal.
“Aku Cuma mengingatkan saja, kalau mau tidur ya silakan? Orang yang gak hamil saja kalau tidur habis ashar sampai menjelang maghrib aja gak boleh, apalagi orang hamil? Nih minum susunya.” Arya menaruh susu rasa cokelat di atas meja.
“Apa orang hamil harus minum susu hamil?” tanya Santi.
“Harus, biar bayinya sehat,” jawab Arya tegas. “Apa kamu selama hamil gak pernah minum susu?” tanya Arya.
“Boro-boro mikir minum susu? Mikir Fano untuk tanggung jawab saja pusing!” jawabnya dengan mengambil gelas susu di atas meja.
“Oh namanya Fano?”
“Iya, kenapa?”
“Gak apa-apa,” jawab Arya.
Arya duduk di tepian ranjang, bersebelahan dengan Santi. Santi masih meneguk susunya. Baru kali ini Santi merasakan minum susu hamil selama hamil. Padahal kandungannya sudah menginjak bulan ke lima. Dia hanya mikir bagaimana caranya supaya Fano mau tanggung jawab dan menikahinya.
“Santi, kamu udah pernah cek kandungan kamu ke dokter?” tanya Arya.
“Pernah, waktu mastiin aku hamil atau enggak. Soalnya di alat tes kehamilan samar garis merahnya, jadi aku langsung ke Bidan,” jawab Santi.
“Besok aku antar kamu check-up, ya? Biar tahu perkembangannya, sudah empat bulan kandunganmu, kan?”
“Iya mungkin, empat bulan itunganku, gak tahu itungan dokter. Aku kan nurut bidannya, karena pas aku periksa masih usia enam minggu, dan aku gak itung-itung lagi, kayaknya empat bulan,” jawab Santi.
“Besok kita ke Dokter, cek kondisi kandungan kamu, sehat atau gimana,” ucap Arya.
“Gak usah lah, ngapain sih pakai ke dokter segala?” tolak Santi.
“Ya kan biar tahu, kalau bayi kamu sehat, kamunya juga sehat. Jangan sepelein, banyak wanita hamil yang nyepelein hal seperti ini, jadinya malah fatal. Kamu gak sayang sama anakmu, atau sayang nyawa kamu?” tutur Arya.
“Ih nih orang malah nakut-nakutin! Lagian kek kamu udah punya istri, tau seperti itu? Atau jangan-jangan kamu udah beristri, dan cari kesempatan buat nikahin aku?” Santi mulai lagi berpikiran tidak baik dengan Arya.
“Astaga nih orang ... aku masih bujang ting-ting! Iya aku gak nikah-nikah, ya mungkin udah bujang tua sih, karena umurku udah 35 tahun, tapi teman-teman sopir kan udah beristri semua, Santi? Ya jelas aku tahu, soalnya kemarin istrinya temanku itu menyepelekan kandungnnya, karena dia merasa sehat, ya udah dia jarang periksa, sampai kandungannya usia enam bulan, ternyata bayi sudah tidak ada detak jantungnya? Kan kasihan bayinya, kasihan juga ibunya?” jelas Arya.
“Oh gitu ya, Pak?”
“Iya, Bu ....” Jawab Arya dengan terkekeh.
“Cie bujang tua? Pantesan tadi ngajakin kawin? Dah pengin ya, Pak?” gurau Santi.
“Idih, apaan sih! Sudah sini gelasnya, aku taruh belakang, sekalian mau mandi juga, kamu jangan tiduran, nanti malah ketiduran. Mending kamu nonton TV sana, bener deh maghrib gak boleh tidur kalau lagi hamil. Dengerin kata orang tua, buruan keluar kamar!” ucap Arya.
“Iye, Pak ... iye ....”
Arya keluar dari kamar Santi. Santi baru pertama kalinya bertemu laki-laki sekocak dan sehumoris Arya. Santi senyum-senyum sendiri saat mengingat Arya ingin mengajaknya menikah.
“Sebel juga sih? Baru kenal udah ngajakin nikah? Aneh sekali dia? Tapi dia kocak sih? Bikin moodku membaik kalau denger nasihatnya,” gumam Santi dengan duduk di sofa sambil meyalakan televisi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Maria Magdalena Indarti
jodoh ksli
2024-07-21
0