Arya memberikan tas miliknya yang berisi uang Santi yang baru ia ambilkan di ATM. Santi mengambil dan menghitungnya, jumlahnya benar, sesuai dengan slip penarikan yang Arya selipkan di dalamnya.
“Nih bayaran untuk bapak, cukup untuk mengantarkan aku ke Pekalongan kan, Pak?” Santi memberikan uang pada Arya.
“Gak usah, Non. Simpan saja untuk biaya hidup non selama kabur. Lagian non ini beneran mau kabur? Mau di Pekalongan? Non, lebih baik non itu selesaikan masalah non dulu?” tutur Arya.
“Iya yakin, udah bapak gak usah khawatir. Bapak akan aman kok, gak usah takut kena kasus bawa minggat pengantin cewek!” jawab Santi.
“Beneran ya, Non? Jangan bawa-bawa nama saya nantinya?”
“Iya, tenang saja, Pak. Udah ini terima saja uangnya!”
Arya tidak tahu harus menerima atau tidak, tapi kalau tidak menerimanya, kelihatannya menyepelekan orang yang mau ngasih rezeki pada dirinya. Arya menerimanya, tapi sepertinya uang itu terlalu banyak untuk mengantarkannya ke Pekalongan.
^^^^
Di kediaman Hermawan, semua belum tahu kalau Santi kabur dari rumah, yang asisten pribadi Hermawan tahu Cuma mobil pengantin tidak jadi menjemput, karena istrinya mau melahirkan, dan terpaksa asistennya memesan mobil pengantin di tempat lainnya. Sedangkan Arya, dia langsung mengembalikan uang pembayaran sewa mobil dari asisten Hermawan.
Penghulu baru datang pukul 08.45WIB. Sudah sangat lama mundurnya, hingga kedua orang tua Santi tidak menghiraukan Santi di kamarnya. Mereka panik karena penghulu tidak kunjung datang. Mereka tidak memedulikan Santi di kamarnya, karena mereka pikir Santi di kamar aman-aman saja, toh Santi sudah menyetujui pernikahannya dengan laki-laki yang mereka bayar untuk menjadi pengganti Fano.
Halimah, istri Hermawan, yang tak lain mamanya Santi, bergegas memanggil Santi di kamarnya, karena penghulu sudah datang, dan akad nikah akan segera di mulai. Halimah masuk ke dalam kamar Santi, tapi dia tidak mendapati Santi di kamarnya. Dia mencari anaknya di dalam kamar mandi, pun tak mendapati Santi di dalam kamar mandi. Halimah melihat secarik kertas di atas meja rias Santi, dia mengambilnya dan membaca tulisan yang tertulis di secarik kertas tersebut.
‘Maafin Santi, Ma, Pa .... Santi pergi saja dari rumah. Santi gak mau menikah sama laki-laki pilihan mama dan papa. Fadli tidak mau tanggung jawab. Santi memilih dan memutuskan untuk pergi dari rumah, maafin Santi. Suatu saat nanti Santi pasti kembali, jangan khawatirin Santi ya, Ma, Pa? Santi sayang mama, papa. I Love you so much.’
“Pa ... papa ....!” Halimah keluar dan teriak memanggil suaminya dengan membawa secarik kertas tersebut.
“Ada apa, Ma? Teriak-teriak kenapa sih?!” jawab Hermawan dengan sedikit panik.
“Pa ... Santi kabur!”
“Kabur?! Kenapa dia bisa kabur?”
“Mama juga gak tahu, mama masuk kamarnya dia sudah gak ada, jendela kamar masih utuh dikunci, dia kabur lewat mana sih? Ini dia ninggalin surat ini, Pa. Hp nya saja ditinggal di kamar,” ucap Halimah.
Halimah memberikan surat dari Santi pada suaminya. Hermawan menyut dengan kasar, lalu membacanya.
“Dasar bocah tidak tahu diri! Sudah mempermalukan aku karena hamil duluan, sekarang mau menikah malah kabur!” Hermawan meremas kertas tersebut dan membuangnya.
“Lalu bagaimana, Pa? Ayo cari Santi, Pa. Mama takut dia kenapa-napa, apalagi dia lagi hamil?” ucap Halimah dengan tersedu-sedu menangisi Santi yang kabur dari rumah.
“Yuda, panggil satpam ke sini!” titah Hermawan pada Yuda, orang kepercayaannya, sekaligus asisten pribadinya.
“Baik, Tuan!” jawabnya dengan tegas.
Hermawan menemui laki-laki yang ia bayar untuk menikahi putrinya, dia memohon maaf atas semua yang terjadi secara tidak sengaja. Memang dirinya lalai memperketat penjagaan Santi. Hermawan dan Halimah meminta maaf pada laki-laki tersebut dan semua keluarganya yang sudah hadir untuk menyaksikan akad nikah mereka.
Semua dibatalkan oleh hermawan, balroom yang sudah ia sewa juga harus dibatalkan. Semua dibatalkan tanpa terkecuali. Kedua Satpam yang menjaga rumah Hermawan menemuinya, bersama dengan Yuda.
“Ujang, Toni, kalian itu bagaimana sih? Apa kalian tidak melihat Santi keluar rumah?!” tanya Hermawan.
“Kami tidak melihat, Tuan. Kami jaga di pos depan dari tadi, tidak ada Non Santi keluar dari rumah,” jawab Ujang. “Benar kan, Ton? Kau juga tak lihat Non Santi pergi?” tanya Ujang.
“Enggak, Pak. Sumpah, saya gak lihat. Kami Cuma di depan, di pos jaga keamanan, dan bukain gerbang kalau ada yang mau masuk,” jawab Toni.
“Kamu juga gak lihat, Yud?” tanya Hermawan.
“Dari tadi saya kan di sini, Pak. Saya tidak lihat Non Santi,” jawab Yuda.
“Panggil semua ART di rumah! Sekarang!” Titah Hermawan pada Yuda dengan wajah garang.
Keluarga besan sudah pulang, mereka hanya dibayar, jadi tidak masalah tidak jadi menikahi Santi, yang terpenting semua sudah dibayar lunas oleh Hermawan.
Semua ART di rumah Hermawan berkumpul di depan Hermawan. Hermawan menanyakan satu persatu ART-nya, tapi mereka semua tidak tahu ke mana perginya Santi, bahkan perias Santi pun tidak tahu soal Santi, karena setelah merias wajah Santi dan memakaikan kebaya, dia langsung keluar dari kamar Santi, karena ia rasa sudah beres semuanya.
Hermawan mengepalkan telapak tangannya. Dia sudah tidak tahu harus bagaimana lagi. Hermawan akhirnya tahu, lewat mana Santi pergi, karena Toni melihat gerbang belakang tidak tergembok. Semua menyimpulkan Santi kabur lewat gerbang belakang.
“Sial! Anak tidak tahu diri!” murka Hermawan.
“Lalu bagaimana, Tuan?” tanya Yuda.
“Biar, biar dia pergi semaunya! Saya sudah tidak peduli dengan anak yang tidak tahu diri itu!” jawab Hermawan.
“Pa ... jangan seperti itu dong! Kita harus cari Santi, Pa?!” Halimah dengan ngotot meminta suaminya mencari putrinya.
“Ini nih! Kamu selalu saja manjain dia! Jadi dia seperti ini! Memalukan, anak tidak tahu diuntung!” sarkas Hermawan.
“Tuan, alangkah baiknya, memang harus mencari Non Santi, Tuan. Kasihan, non kan sedang hamil?” ujar Yuda.
“Bos Yuda, apa mungkin Non Santi sama mobil pengantinnya? Sampai sekarang kan mobil itu gak datang lagi?” ucap Ujang.
“Heh ...! Kamu itu dodol apa gimana sih, Jang! Jelas-jelas tadi Bos Yuda bilang, mobil pengantinnya diganti, yang tadi itu yang udah ke sini terus beli minuman ke mini market, istrinya mau melahirkan, lagian tadi saja orangnya pamit kok? Kamu gak ingat atau amnesia sih, Jang?” ucap Toni.
Arya memang kembali ke rumah Hermawan, bilang dengan kedua satpam, kalau istrinya mau melahirkan. Setelah menelefon Yuda, Arya kembali ke pos satpam untuk pamit dengan satpam, agar dirinya tidak dicurigai.
“Oh iya, ya ... tadi tuh orang pamit, terus tadi udah ada mobil pengantin lagi?” ucap Ujang.
“Dasar dodol!” tukas Toni.
“Sudah kalian jangan ribut! Kalian boleh kembali bekerja lagi!” titah Hermawan pada kedua Satpamnya.
Hermawan tidak tahu harus bagaimana. Semua sudah hancur berntakan. Dia juga tidak tahu harus mencari tahu ke mana Santi pergi. Rasanya juga kecewa sekali pada putri semata wayangnya yang sudah mempermalukan dirinya.
Halimah masih duduk dengan menangisi Santi yang tidak tahu ke mana perginya. Percuma saja meminta suaminya bertindak untuk mencari putrinya, pasti suaminya kekeh dengan kemauannya, tidak ingin mencari Santi. Mungkin karena masih dikelabuhi oleh amarah, jadi Hermawan menolak mencari Santi.
^^^
Pukul 15.00 WIB, Arya dan Santi sudah sampai di Pekalongan. Mereka dari tadi hanya saling diam. Arya tidak lagi tanya-tanya soal Santi lagi, bahkan mereka juga belum sempat kenalan satu sama lain.
“Non kita mau ke mana dulu ini? Ini kita sudah masuk kota Pekalongan,” tanya Arya.
“Aku lapar, Pak,” jawab Santi.
“Kita cari rumah makan dulu, ya? Non mau makan apa?” tanya Arya.
“Serah bapak deh, kasihan anak saya di perut belum makan dari pagi, Cuma makan roti sisahan bapak saja nih, sama susu uht yang tadi bapak beli!” jawab Santi.
“Eh tadi non bilang apa? Anak non di perut? Maksud Non gimana?”
“Ya aku lagi hamil, Pak. Ini masalahnya, kenapa aku mau dikawinin sama om-om itu. Tuh om-om dibayar papa, buat ngawinin aku, karena pacarku gak mau tanggung jawab,” jelas Santi.
Arya menggeleng tidak percaya dengan apa yang diucapkan Santi. Bagai jatuh tertimpa tangga juga. Dia tidak sengaja bawa kabur wanita yang tengah hamil tanpa suami.
“Astaga ... kenapa ada-ada saja kejadian kek gini sih?” Arya berkata lirih sambil memijit keningnya.
“Kenapa gitu raut wajah bapak? Udah gak usah bingung, makasih udah nganter aku kabur sejauh ini. Penting aku bisa lepas dari om-om itu. Mending aku urus anak sendiri, daripada nikah sama om-om,” ucap Santi.
“Eh, non mikir gak sih?! Non ini sedang hamil, dengan entengnya non mau apa-apa urus sendiri?”
“Emang aku salah kalau mau begitu? Udah jangan sok khawatir, mending cari nasi padang deh, aku pengin makan rendang. Terus tar kita cari hotel dulu, lalu besok temani saya lagi cari perumahan,” ucap Santi.
Arya tidak mengerti dengan perempuan yang duduk di jok belakang itu. Di mana pikirannya, sedang hamil malah main kabur, jauh pula? Sudah begitu mau urus dirinya sendiri.
“Ya sudah kita cari rumah makan padang,” ucap Arya.
“Oke, agak cepat ya, Pak? Kasihan si utun sudah kelaparan!” ucap Santi.
“Non kalau aku boleh kasih saran nih, ya? Non tadinya terima saja non nikah sama orang itu, toh dia dibayar. Kalau nanti anak non lahir, non bisa kan cerai gitu sama tuh orang?” ucap Arya.
“Nah nih orang? Kalau dia minta macam-macam gimana? Rugi banget gue disentuh sama orang yang gak gue cinta!” tukas Santi.
“Kan dia dibayar, Non? Tinggal non terus bayar dia saja supaya dia gak nyentuh non?” ucap Arya.
“Ya gak bisa lah! Kalau dia nafsu gimana? Terus merkosa aku gimana? Posisi aku istrinya lho? Kan gak lucu istri diperkosa suaminya!” ucap Santi.
“Ya sudah sekarang terserah non, asal saya gak diseret-seret aja soal ini. Saya hari ini dan besok nurutin non, setelah itu, saya tidak mau berurusan lagi dengan non!”
“Oke, gak masalah!” jawab Santi santai.
“Udah jangan tanya-tanya terus ah, nih si utun sudah kelaparan!” tukas Santi.
“Siap, Non!” jawab Arya semangat.
Arya juga sebenarnya memiliki rumah peninggalan eyangnya di Pekalongan. Rumah yang sudah menjadi hak milik Arya dari dulu, tapi dia sama sekali belum pernah mengunjunginya, hanya di rawat oleh orang suruhannya saja.
“Apa aku bawa dia ke rumahku saja yang di sini, ya? Tapi, nanti asisten di rumah bisa jaga rahasia ini gak ya? Kan kalau dia di rumahku, ada mbak penjaga rumah, jadi bisa sekalian di jaga olehnya? Bisa gak ya dia tutup mulut masalah ini? Kalau dia enggak hamil sih gak masalah aku turunin tuh orang di mana saja? Masalahnya dia sedang hamil, masa aku tega membiarkan wanita hamil sendiri? Ada-ada saja hidupku ini! Ketemu orang hamil gagal kawin pula?!” gumam Arya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments